Senin, 09 Maret 2015

HUKUM PAKAI PECI




HUKUM MEMAKAI PECI KETIKA SHALAT ?


Hasan al Bisri mengatakan : "Dahulu kaum itu (para sahabat) bersujud pada surban, dan songkok (peci), sedang kedua tangannya pada lengan bajunya". (HR. Al-Bukhari)
Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’
Mereka ditanya tentang imam yang kepalanya terbuka alias tidak mengenakan peci, bolehkah? Jawabnya:
الرأس ليس بعورة لا في الصلاة ولا في غيرها سواء كانوا بالغين أو غير بالغين ، لكن ستره بما يناسبه مما جرت به العادة ولا مخالفة فيه للشرع يعتبر من باب الزينة فيستحسن ستره في الصلاة عملاً بقوله تعالى {يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد } . ويتأكد ذلك بالنسبة للإمام .
“Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya dengan apa yang semestinya yang telah menjadi kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu merupakan kategori pembahasan perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari firman-Nya: “Wahai Anak-anak Adam pakailah perhiasan kalian ketika memasuki setiap masjid.” Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Lihat Fatawa Islamiyah, Kitabus Shalah, 1/615. Disusun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid. Syamilah)
Fatwa Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
Beliau menulis dalam Fiqhus Sunnahnya:
روى ابن عساكر عن ابن عباس: أن النبي صلى الله عليه وسلم كان ربما نزع قلنسوته فجعلها سترة بين يديه.
وعند الحنفية أن ه لا بأس بصلاة الرجل حاسر الرأس، واستحبوا ذلك إذا كان للخشوع.
ولم يرد دليل بأفضلية تغطية الرأس في الصلاة.
“Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membuka penutup kepalanya (seperti surban) dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas) di hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di depannya. Menurut Hanafiyah, tidak apa-apa shalatnya laki-laki dengan kepala terbuka, mereka menganjurkannya jika itu membawa kekhusyu’an.
Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/128. Darul Kitab Al ‘Arabi)
1.Pendapat yang menghukumi mubah
Menurut kelompok ini, Menutup kepala ketika shalat, tidak ada hadits shahih yang menunjukkan kesunnahannya. Sehingga mereka menghukumi semua hadits-hadits yang berbicara tentang hukum kopiah adalah dha’if.
Bahkan ada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Asakir yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa   Sallam    pernah   membuka   penutup
kepalanya (seperti surban) dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas) di hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di depannya.
Syaikh Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah berkata :  “Tidak memakai kopiah ketika shalat    hanyalah meninggalkan kebiasaan saja. Jika telah dikenal secara baik bahwa menutup kepala merupakan adab secara umum, maka hal itu dianjurkan untuk dipakai dalam shalat sebagai  konsekuensi  hukum  Al ‘Urf (tradisi)  terhadap apa-apa yang tidak memiliki dalil syara’. Jika tradisinya tidak seperti itu, maka tidak mengapa membuka kepala. “apa-apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka di sisi Allah itu juga baik.” (Fatawa Al Azhar, 9/107)
Pendapat ini pada umumnya diikuti oleh kalangan Hanafiyah. Sayyid Sabiq mengatakan  dalam Fiqhus Sunnahnya : “Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/128)
Fatwa Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah
Beliau ditanya tentang orang yang shalat tanpa menutup kepala baik imam, makmum, atau shalat sendiri, bolehkah?
تغطية الرأس فى الصلاة لم يرد فيها حديث صحيح يدعو إليها ، ولذلك ترك العرف تقديرها ، فإن كان من المتعارف عليه أن تكون تغطية الرأس من الآداب العامة كانت مندوبة فى الصلاة نزولا على حكم العرف فيما لم يرد فيه نص ، وإن كان العرف غير ذلك فلا حرج فى كشف الرأس "ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن " .
وروى ابن عساكر عن ابن عباس رضى الله عنهما أن النبى صلى الله عليه وسلم كان ربما نزع قلنسوته فجعلها سترة بين يديه وهو يصلى حتى لا يمر أحد أمامه . والقلنسوة غطاء الرأس .
وعند الأحناف لا بأس بصلاة الرجل حاسر الرأس أى مكشوفا ، واستحبوا ذلك إذا كان الكشف من أجل الخشوع
“Menutup kepala ketika shalat, tidak ada hadits shahih yang menganjurkannya. Hal itu hanyalah meninggalkan kebiasaan saja. Jika telah dikenal secara baik bahwa menutup kepala merupakan adab secara umum, maka hal itu dianjurkan dalam shalat sebagai konsekuensi hukum Al ‘Urf (tradisi) terhadap apa-apa yang tidak memiliki dalil syara’. Jika tradisinya adalah selain itu, maka tidak mengapa membuka kepala. “apa-apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka di sisi Allah itu juga baik.”
2.Pendapat yang menghukumi sunnah
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw selalu memakai kopiah putih. Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Umar, dan Imam Suyuthi dalam Jami’us Shagir hal 21  mengatakan hadits ini “hasan”.
Hasan al Bisri mengatakan : "Dahulu kaum itu (para sahabat) bersujud pada surban, dan songkok (peci), sedang kedua tangannya pada lengan bajunya". (HR. Al-Bukhari)
Abdullah bin Sa’id-rahimahullah- berkata, "Aku lihat pada Ali bin Al-Husain ada sebuah songkok putih buatan Mesir". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (24855)
Pendapat ini adalah yang dipegang oleh jumhur mazhab syafi’iyah dan mazhab-mazhab yang lain. Bahkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/5 dinyatakan : “Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli fiqih tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam.
Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah berkata :  Ada pun membuka kepala adalah makruh, apalagi melakukannya ketika ibadah, hal tersebut adalah munkar dan tidak boleh beribadah seperti itu.” (Fatawa Al Kubra, 1/6)
Fatwa Para Ulama Kuwait
Dalam Al Mausu’ah disebutkan sunahnya memakai penutup kepala:
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي اسْتِحْبَابِ سَتْرِ الرَّأْسِ فِي الصَّلاَةِ لِلرَّجُل ، بِعِمَامَةٍ وَمَا فِي مَعْنَاهَا ، لأَِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ كَذَلِكَ يُصَلِّي
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli fiqih tentang kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan surban atau yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/5. Maktabah Misykah)
Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah, mengisyaratkan bahwa membuka kepala ketika beribadah adalah makruh dan munkar. Hal ini ditegaskan dalam Fatawa Al Kubra-nya ketika beliau ditanya tentang manusia yang berkumpul lalu berdzikir dan membaca Al Quran, dengan membuka kepala dan merendahkan diri, mereka membacanya bukan maksud riya atau sum’ah, demi untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, boleh atau tidak?
Beliau menjawab:
الِاجْتِمَاعُ عَلَى الْقِرَاءَةِ وَالذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ حَسَنٌ مُسْتَحَبٌّ إذْ لَمْ يُتَّخَذْ ذَلِكَ عَادَةً رَاتِبَةً ، كَالِاجْتِمَاعَاتِ الْمَشْرُوعَةِ ، وَلَا اقْتَرَنَ بِهِ بِدْعَةٌ مُنْكَرَةٌ .
وَأَمَّا كَشْفُ الرَّأْسِ مَعَ ذَلِكَ فَمَكْرُوهٌ ، لَا سِيَّمَا إذَا اُتُّخِذَ عَلَى أَنَّهُ عِبَادَةٌ ، فَإِنَّهُ يَكُونُ حِينَئِذٍ مُنْكَرًا وَلَا يَجُوزُ التَّعَبُّدُ بِذَلِكَ .
“Berkumpul untuk membaca, berdzikir dan berdoa adalah perbuatan baik dan dianjurkan, jika hal itu tidak dijadikan kebiasaan yang rutin, itu sebagaimana perkumpulan yang disyariatkan, dan janganlah hal itu dicampur dengan bid’ah yang munkar.
Ada pun membuka kepala saat itu adalah makruh, apalagi melakukannya ketika ibadah, maka saat itu hal tersebut adalah munkar dan tidak boleh beribadah seperti itu.” (Fatawa Al Kubra, 1/6. Syamilah)
Kesimpulan
Ulama telah berbeda pendapat tentang hukum memakai penutup kepala (kopiah) dalam shalat. Antara yang mensunnahkan dengan yang menganggapnya hanya sebagai perkara mubah. Namun meskipun demikian, mereka sama sepakat, bila memakai kopiah telah menjadi adat kebiasaan disuatu masyarakat (‘urf) maka makruh meninggalkannya.
Dalam pandangan jumhur ulama, dan yang kami ikuti  – wallahua’lam- pendapat yang kuat adalah yang menghukumi kesunnahannya  dan  makruhnya (dibenci) meninggalkan dari memakai penutup kepala ketika shalat terlebih saat shalat berjama’ah. Hal ini berdasarkan pada dalil-dalil berkut ini:
1. Banyak sekali hadits-hadits Nabawi, atsar (*kisah) Sahabat, dan riwayat tabi’in, tabi’ut tabi’in, yang menyebutkan bahwa menutup kepala, baik dengan sorban atau kopiah adalah kebiasaan berpakaian Nabi Saw dan juga kebiasaan salafunas shalih. Meskipun Sayid Sabiq mengatakan, ““Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika shalat.”  Tetapi, memakai kopiah adalah termasuk sunnah Mustamirrah atau sunnah al-zawaid (mengikuti kebiasaan sehari hari nabi sebagai manusia) dan tidak bisa dipungkiri, itupun sunnah namanya.
2. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang ketentuan : ‘apabila hal tersebut adalah kebiasaan suatu masyarakat, maka makruh meninggalkannya.’
Sedangkan kita ketahui bersama, bahwa memakai penutup kepala (kopiah) adalah kebiasaan generasi salafunas shalih,  dan juga adalah adat kebiasaan kaum muslimin hampir diseluruh negeri dan wilayah-wilayah lain ketika shalat. Minimal orang yang mengenakan kopiah adalah orang yang ingin bertasyabuh (meniru) gaya generasi salaf dan juga meniru kebiasaan kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
3. Berhias ketika akan melaksanakan shalat adalah perintah Allah Swt, sebagaimana firmannya, “Wahai ANak-anak Adam pakailah perhiasan kalian ketika memasuki setiap masjid.”   Dalam Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ dikatakan : “Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya dengan apa yang semestinya yang telah menjadi

Ikhtitam
kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu merupakan kategori pembahasan perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari perintah Allah. Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Fatawa Islamiyah, Kitabus Shalah, 1/615)

Sumber:1.http://ad-dai.blogspot.com 2http://www.dakwatuna.com
JAKARTA 9/3/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman