MENGENALI
TASAWUF YANG BENAR (2)
2.Al Ma’tifat menurut Dzun Nun al Mishri
Sebagaimana diketahui bahwa Dzun Nun al Mishri adalah
pelopor paham al Ma’rifat. Walaupun paham
ma’rifat sudah dikenal di kalangan sufi, tetapi Dzun Nun al Mishri-lah yang
lebih menekankan paham ini dalam tasawuf. Penilaian ini tidaklah berlebihan
karena berdasarkan riwayat al Qathfi dan al Mas’udi yang kemudian dianalisis
oleh Nicholson dan Abd. Qadir dalam Falsafah ash Shufiah fi al Islam
disimpulkan bahwa Dzun Nun al Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang
al Ma’rifat dalam bidang sufisme Islam. Keberhasilan itu ditandai dengan :
1. Dzun Nun al Mishri membedakan antara al ma’rifat sufiah yaitu melaksanakan kegiatan sufi menggunakan pendekatan qalb atau hati dan ma’rifat aqliah yaitu menggunakan pendekatan akal.
2. Al Ma’rifat menurut Dzun Nun al Mishri sebenarnya adalah musyahadah al qalbiyah sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak zaman azali.
3. Teori-teori al ma’rifat Dzun Nun al Mishri menyerupai gnosisme ala Neo-Platonik. Teori ini dianggap sebagai jembatan teori-teori wahdat ash shuhud dan ittihad. Oleh karena itu dialah orang yang pertama mamasukkan unsur falsafah ke dalam tasawuf.
1. Dzun Nun al Mishri membedakan antara al ma’rifat sufiah yaitu melaksanakan kegiatan sufi menggunakan pendekatan qalb atau hati dan ma’rifat aqliah yaitu menggunakan pendekatan akal.
2. Al Ma’rifat menurut Dzun Nun al Mishri sebenarnya adalah musyahadah al qalbiyah sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak zaman azali.
3. Teori-teori al ma’rifat Dzun Nun al Mishri menyerupai gnosisme ala Neo-Platonik. Teori ini dianggap sebagai jembatan teori-teori wahdat ash shuhud dan ittihad. Oleh karena itu dialah orang yang pertama mamasukkan unsur falsafah ke dalam tasawuf.
3.Ajaran - Ajaran
Tasawuf Al - Qusyairi
Jelas Tampak akan
bagaimana Al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf KE differences Landasan
Doktrin akhlu sunnah SEBAGAI pernyataannya:
"Ketahuilah! Para tokoh Aliran membina Prinsip-Prinsip tasawuf
differences Landasan tauhid yang Benar. Sehingga Doktrin mereka
terpelihara Dari penyimpangan, selain ITU mereka Lebih Dekat DENGAN tauhid kaum
salaf maupun ahlu sunah Yang tak tertandingi Dan tak Mengenal macet, merekapun
industri tahu hak Yang lama Dan Bisa mewujudkan Sifat Sesuatu Yang diadakan Dan
ketidakadaannya. Al-Junaidi mengatakan bahwa tauhid pemisal HAL Yang
lama DENGAN HAL Yang baru. Landasan Doktrin merekapun didasarkan PADA
dalil Dan Bukti Yang KUAT Serta perjudian. Abu Muhammad Al-Jariri
mengatakan bahwa Barang siapa TIDAK mendasarkan ilmu tauhid PADA salah Satu pengokohnya, niscaya kakinya tergelincir KE hearts
Jurang kehancuran
Mengembalikan Tasawuf
KE Landasan Ahlussunnah
Apabila al-Risalah
al-Qusyairiyyah karya al-Qusyairi dikaji SECARA Mendalam, akan Tampak Jelas
bagaimana al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf PADA Landasan Doktrin
ahlus sunnah. SECARA implisit hearts ungkapannya al-Qusyairi terkandung
penolakan Terhadap para sufi syathahi, Yang mengucapkan Ungkapan-Ungkapan Penuh
Kesan terjadinya perpaduan ANTARA Sifat-Sifat Ketuhanan DENGAN Sifat-Sifat
Kemanusiaan. pernyataan inisial JUGA terkandung hearts perkataannya berikut ini
Label,
"Sesungguhnya
Seorang hamba TIDAK boleh menyandang Sifat-Sifat Allah sebagaimana anggapan
sebagian sufi bahwa Seorang hamba Bisa Menjadi Kekal sebagaimana kekalnya
Allah, Bisa mendengar sebagaimana pendegaran Allah Serta Bisa Melihat hal
sebagaimana penglihatan Allah. Suami Sudah Keluar Dari Agama dan menanggalkan
islam Serta bid'ah Yang LEBIH buruk daripada ucapan orang-orangutan Nashrani
bahwa kalimat qadimah bersatu DENGAN Isa ".
4.Konsep-Konsep Tasawuf Syekh Yusuf al-Makassari
Akidah yang
benar, menurut pandangan Syekh Yusuf adalah akidah yang berdasarkan kepada ittiba’ al-Rasûl. Artinya apa
yang patut diyakini oleh hamba terhadap Allah adalah sebagaimana yang telah
termaktub dalam al-Quran dan al-Sunnah. Keimanan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya, hari qiyamat dan qada dan qadar-Nya, mestilah
didasarkan kepada kedua rujukan dasar tersebut. Selain al-Quran dan al-Sunnah,
tiada jalan untuk menjadikannya sebagai landasan aqidah yang benar.[27]
Dalam
risalah al-Futuhat al-Ilahiyyah, Syekh Yusuf memperincikan rukun tasawuf
kepada sepuluh perkara, yaitu:
Pertama : tahrid al-Tauhid, yang bermaksud
memurnikan ketauhidan kepada Allah, dengan memahami makna keesaan Allah
mengikuti kandunagn surat al-Ikhlas. Di samping itu, dalam meyakini keesaan
Allah, mesti dijauhi dari sifat tasybîh dan tajsîm.
Kedua : Faham al-Sima’i, yang bermaksud
memahami tata cara menyimak petunjuk dan bimbingan Syekh mursyid dalam
menjalani pendekatan diri kapada Allah yang menuju pada tuntutan Islam
yang benar.
Ketiga : Husn al-‘Ishra, yang bermaksud
memperbaiki hubungan silaturrahim dalam pergaulan (muasarah).
Keempat : Ithar al-Ithar, yang bermaksud
mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri demi
mewujudkan persaudaraan yang kukuh.
Kelima : Tark al-Ikhtiyar, yaitu bermaksud
berserah diri kepada Allah tanpa i’timad
kepada ikhtiar sendiri.
Keenam : Sur’at al-Wujd, yang bermaksud
memahami secara pantas suara hati nurani (wujudan) yang seiring kehendak al-Haq
(Allah).
Ketujuh : al-Kahf ‘an al-Khawâtir,
yang bermaksud mampu membedakan yang benar dan yang salah.
Kedelapan : Kathrat al-Safar, yang bermaksud
melakukan perjalanan untuk mengambil i’tibar dan melatih ketahanan jiwa.
Kesembilan :
Tark al-Iktisab, yang bermaksud
tidak mengandalkan usahanya sendiri, akan tetapi ia lebih bertawakal kepada
Allah Yang Maha Kuasa setelah ia berusaha.
Kesepuluh : Tahrîm al-Iddihâr, yang bermaksud
tidak mengandalkan pada amal yang telah dilakukannya melainkan tumpuan
harapannya hanyalah kepada Allah.[28]
Karamah, Mu’jizat dan
Istidraj.
Tentang karamah dan mu’jizat atau hal-hal
yang luar biasa yang terjadi atas diri hamba (orang awam) dinamakan istidraj bukan keramah; apabila
terjadi atas diri seorang saleh yang melaksanakan syariat berlebih-lebih, maka
dinamakanlah karamah sebagai karunia dari Allah dan bila terjadi atas diri
seorang nabi, dinamakan mu’jizat, akan tetapi bila terjadi sebelum kenabian
dinamakan irhas.
Al-Insan al-Kamil
Manusia
sempurna menurut Syekh Yusuf adalah manusia yang mengenal Allah dan sampai ke maqam makrifat, bukanlah manusia biasa atau binatang yang
berbentuk manusia. Manusia sempurna yang ingat pada Allah dalam segala
urusannya kapanpun dan di manapun ia berada, segala kehendaknya untuk Allah dan
selalu disisi-Nya. Manusia sempurna itulah yang dipilih Tuhan untuk menampakkan
diri-Nya, lalu diberikan-Nya berbagai macam sifat-Nya kepada manusia tersebut,
seolah-olah hamba tersebut setelah berakhlak dengan akhlakullah, menjadi Dia
dan menjadi Khalifah-Nya di bumi dan menyerupai-Nya, karena Allah telah
menciptakan Adam untuk menjadikannya khalifatullah di bumi. Manusia macam
inilah yang menjadi rahasia-Nya.[35]
Footnote
[27]Syekh Yusuf Al-Makassari, al-Mafhah al-Saylaniyyah Fi al-Minhah
al-ahmaniyyah Ms.A101, Jakarta: Perpustakaan Nasional,
t. th, h. 3.
[28] Syekh Yusuf, al-Futuhat al-Ilahiyyah .,h.4.
[35] Nabilah
Lubis, Menyingkap Intisari Segala
Rahasia, 1996 ., h, 57
Sumber:1.santri-ppmu.blogspot.com
2.https://guzzaairulhaq.wordpress.com
3ahlujannah.blogspot.com
4.https://imamsarifin.wordpress.com
Jakarta 27/11/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar