STATUS HADITS ...Ali
adalah pintunya ?
Dari Ibnu
Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
أنا مدينة العلم
، وعلي بابها ، فمن أراد العلم فليأته من بابه
“Aku adalah
kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya, maka barang siapa yang menghendaki ilmu
maka datangilah pintunya.”
Diriwayatkan
oleh Al Hakim (Al Mustadrak No. 4637,
katanya: isnadnya shahih, dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari –
Muslim) dengan sanad: menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad bin
Ya’qub, menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahim Al Harawi,
menceritakan kepada kamiAbu Shalt Abdussalam bin Shalih, telah
mengabarkan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Al A’masy, dari Mujahid, dari Ibnu
Abbas Radhiallahu ‘Anhuma (lalu disebut hadits di atas).
Juga oleh
Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar, Ath Thabarani (Al Mu’jam
Al Kabir, 3/108/1), Al Khathib (Tarikh Baghdad,
11/48), dan Ibnu ‘Asakir (Tarikh Dimasyq, 12/159/2). Dari
jalan Abu Shalt Abdussalam bin Shalih Al Harawi, telah mengabarkan kepada
kami Abu Mu’awiyah, dari Al A’masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas secara marfu’.
Al Hakim dan Ibnu Jarir telah menshahihkan hadits ini.
Penshahihan
yang disebutkan oleh Al Hakim dan Ibnu Jarir ini, lantaran bagi mereka Abu
Shalt Abdussalam bin Shalih adalah tsiqah, ma’mun (amanah),
dan shaduq (jujur), sebagaimana dikatakan Imam Yahya bin
Ma’in (Lihat Al Mustadrak No. 4637). Namun, hal ini telah
dikoreksi para ulama.
Imam Adz
Dzahabi mengatakan: “Justru
hadits ini palsu.” Beliau mengoreksi pujian Yahya bin Ma’in terhadap
Abu Shalt, dengan mengatakan: “Tidak, demi Allah, dia tidak tsiqah dan
tidak amanah.” (As SilSilah Adh Dhaifah, 6/519)
Al ‘Uqaili
mengatakan: rafidhi (syi’ah) yang busuk. Ibnu ‘Adi
mengatakan: dituduh sebagai pemalsu hadits . An Nasa’i
mengatakan: bukan orang yang bisa dipercaya. Ad Daruquthni
mengatakan; rafidhi yang busuk dan dituduh sebagai pemalsu
hadits. (Al Hafizh Adz Dzahabi, Mizanul I’tidal, 2/616)
Sebenarnya,
sikap Imam Yahya bin Ma’in dalam mentautsiq (mentsiqahkan) Abu
Shalt tidaklah jazm (pasti). Lantaran ucapannya yang
berbeda-beda terhadap Abu Shalt ini. Dia pernah menyebutnya: tsiqah.
Pernah juga menyebut: tsiqah shaduq (bisa dipercaya dan jujur).
Pernah juga menyebut: aku tidak tahu kedustaannya. Juga pernah menyebut:
menurut kami dia bukan termasuk pendusta (ahlul kidzb). Pernah juga
mengatakan; laisa mimman yakdzib (dia bukan termasuk orang yang
berdusta). Pernah juga mengatakan; huwa shaduq (dia jujur). Bahkan
dia pernah mengatakan; aku tidak mengenalnya. Oleh karena itu, Syaikh
Al Albani menilai bahwa tautsiq yang dilakukan oleh Yahya bin Ma’in
ini dianggap idhthirab (goncang). Ditambah lagi dia menyendiri dalam
hal ini, sementara para imam lain telah mendhaifkan dan mencela Abu Shalt,
maka dari itu mesti berpegang pada mereka bukan, kepadanya (Ibnu
Ma’in). (As Silsilah Adh Dhaifah, 6/519-520). Ada pun
tentang hadits ini, Yahya bin Ma’in pun memiliki beberapa sikap. Pertama
dia mengatakan: shahih. Pernah juga mengatakan;maa hadza fil hadits
bi syai’ (hadits ini tidak ada apa-apanya). Pernah juga beliau mengingkarinya
secara keras, setelah beliau ditanya oleh Yahya bin Ahmad bin Ziyad tentang
hadits ini. Pernah juga mengatakan; hadits bohong dan tidak ada asalnya.
Pernah juga mengatakan: aku belum pernah sekali pun mendengar hadits ini,
kecuali telah disampaikan padaku darinya (Abu Shalt). (Ibid, 6/520-521)
Sedangkan
Syaikh Al Albani menyatakan dengan tegas bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (As
Silsilah Adh Dhaifah, 6/518-519)
Sementara
itu dalam Al Maqashid Al Hasanah, para ahli hadits telah mendhaifkan
hadits ini. Ad Daruquthni mengatakan: hadits ini
idhthirab (goncang)dan tidak tsabit (kuat). At Tirmidzi
mengatakan: munkar. Al Bukhari juga mengatakan hadits ini tidak
memiliki jalur yang shahih. Ibnu Ma’in mengatakan: dusta dan tidak ada
asalnya, sebagaimana dikutip oleh Al Khathib dalam Tarikh Baghdad-nya.
Ibnul Jauzi memasukkannya dalam kitab Al Maudhu’at (deretan hadits
palsu) dan Adz Dzahabi dan lainnya menyepakati hal itu. Ada pun Ibnu Daqiq
Al ‘Id mengatakan: mereka tidak menguatkan hadits
ini. Disebutkan; bahwa hadits ini bathil. (Imam As Sakhawi, Al
Maqashid Al Hasanah, Hal. 54. Syamilah)
Dalam Kasyful
Khafa’ juga disebutkan seperti di atas, namun ada beberapa tambahan. Yaitu
komentar dari Abu Hatim dan Yahya bin Said bahwa hadits ini tidak ada
asalnya. (Imam Al Ajluni, Kasyful Khafa, 1/204. Darul Kutub Al
‘Ilmiyah)
Keutamaan Shabat Ali ra ?
Dalam
hadits-hadits shahih, banyak diceritakan tentang keutamaan Ali bin Abi
Thalib, maka cukuplah kita dengan riwayat-rawayat tersebut. Bahkan
keutamaan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, juga tertera dalam
Alquran. Di antaranya:
هَذَانِ خَصْمَانِ
اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ
نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ
“Inilah dua
golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling
bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka
pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas
kepala mereka.” (QS. Al Hajj (22): 19)
Imam Bukhari
meriwayatkan bahwa ayat ini turun ketika mubarazah (duel) awal dalam
perang badar, yakni antara Hamzah, Ali, dan Abu Ubaidah (sebagai golongan
beriman), melawan Syabah bin Rabi’ah, ‘Utbah bin Rabi’ah, dan Al Walid bin
‘Utbah (sebagai golongan kafir). (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran
Al ‘Azhim, 5/405)
Ayat lain:
أَفَمَنْ كَانَ
مُؤْمِنًا كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا لا يَسْتَوُونَ
“Apakah
orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? mereka tidak sama.”
(QS. As Sajdah (33): 18)
‘Atha bin
Yassar, As Suddi dan lainnya mengatakan ayat ini turun tentang Ali bin Abi
Thalib (mu’min) dan ‘Uqbah bin Abu Mu’aith (fasiq). (Imam Ibnu
Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/369) .Wallahu A’lam.
Sumber:http://alhikmah.ac.id
Jakarta 25/11/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar