MENGENALI TASAWUF YANG
MENYIMPANG (2) ?
7. Keyakinan
bahwa ibadah kepada Allah itu bukan karena takut dari adzab Allah (an-Nar/
neraka) dan bukan pula mengharap jannah Allah Subhanahu wa ta’ala.
Padahal
Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَ
اتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِيْنَ
“Dan
peliharalah diri kalian dari an-Nar (api neraka) yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir”. [Qs Ali Imran/ 3: 131].
وَسَارِعُوآ
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ
“Dan
bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada jannah (surga)
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertaqwa”. [QS Ali Imran/ 3: 133.
8.
Dzikirnya orang-orang awam adalah لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ ,
sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus adalah “الله
/ Allah”, “هُوَ
/ huwa”, dan “آه / aah” saja.
Padahal
Rosulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الذِّكْرَ لاَ إِلَهِ إِلاَّ اللهُ
“Sebaik-baik
dzikir adalah لا إله إلا الله ”. [HR. At-Tirmidziy, dari shahabat Jabir bin Abdullah
radliyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahihal-Jami’
ash-Shaghir: 1104].
Syaikh
al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan barangsiapa yang beranggapan
bahwa لا إله إلا الله
adalah dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang-orang khusus dan paling
khusus adalah “هُوَ / Huu”, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan”. [Risalah
al-’Ubudiyah, halaman 117-118, dinukil dari Haqiqat at-Tasawuf, halaman 13].
9. Keyakinan
bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu kasyaf (yang dapat menyingkap hal-hal
yang tersembunyi) dan ilmu ghaib.
Allah
Subhanahu wa ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya,
قُلْ
لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
“Katakanlah
tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib
kecuali Allah”. [QS an-Naml/ 27: 65].
10.
Keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan Nabi Muhammad Shalallahu
alaihi wa sallam dari nur/ cahaya-Nya, dan Allah Subhanahu wa ta’ala ciptakan
segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.
Padahal
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah
(Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian,
yang diwahyukan kepadaku …”. [QS al-Kahfi/ 18: 110].
إِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلآئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِيْنٍ
“(Ingatlah)
ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku akan ciptakan
manusia dari tanah liat”. [QS Shad/ 38: 71].
11.
Keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan dunia ini karena Nabi
Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.
Padahal
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. [QS
Adz-Dzariyat/ 51: 56].
Demikianlah
beberapa dari sekian banyak ajaran Tasawuf, yang dari ini saja, nampak jelas
kesesatannya. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita dari
kesesatan-kesesatan tersebut.
Mereka Berkata ?
Imam Syafi’i rahimahullah sendiri termasuk ulama yang mengecam kaum
sufi dan ajaran tasawufnya yang menyimpang. Agar tidak terlalu
berpanjang-lebar, maka baiklah untuk membuktikan penyimpangan mereka akan kita
akan kutip kembali pendapat dan keyakinan mereka beserta komentar atas
kerancuan yang ada di dalamnya, Allahlah pemberi petunjuk dan pertolongan
kepada kita.
Pertama:
Orang
tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata, “Kita berasal dari Allah.
Menyembah hanya untuk Allah, Hidup dan mati di dalam Allah. Karena kita bagian
dari Allah.” ?
Kedua:
Orang
tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata, “Allah ada di mana-mana. Tapi
bukan berarti ada di mana-mana. Seluruh dunia ini terjadi [karena] Campur
tangan Allah. Karena Allah tidak tidur. Di dalam diri kita ada Tuhan, manusia
sendiri yang membuat HIJAB ( batasan) kepada Allah.” ?
Ketiga:
Orang
tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata, “Akan tetapi Dzat Tuhan dapat
dijumpai dan menyatu dalam diri manusia. Karena sebegitu dekatnya…” ?
Keempat:
Orang
tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata, “Seluruh Imam Madzhab pada
Akhirnya kembali kepada Sufi. Kecuali Wahabi..” ?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Orang
yang meniti jalan kefakiran, tasawuf, zuhud dan ibadah; apabila dia tidak
berjalan dengan bekal ilmu yang sesuai dengan syariat maka akibat tanpa
bimbingan ilmu itulah yang membuatnya tersesat di jalan, dan dia akan lebih
banyak merusak daripada memperbaiki. Sedangkan orang yang meniti jalan fikih,
ilmu, pengkajian dan kalam; apabila dia tidak mengikuti aturan syariat dan
tidak beramal dengan ilmunya, maka akibatnya akan menjerumuskan dia menjadi
orang yang fajir (berdosa) dan
tersesat di jalan. Inilah prinsip yang wajib dipegang oleh setiap muslim.
Adapun sikap fanatik untuk membela suatu urusan apa saja tanpa landasan
petunjuk dari Allah maka hal itu termasuk perbuatan kaum jahiliyah.” (Majmu’
Fatawa, juz 2 hal. 444. Asy-Syamilah)
Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang Dari Petunjuk
Al Quran dan As Sunnah ?
*Ringkasan
dari satu pembahasan yang ditulis oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya
Haqiqat At Tashawwuf, pembahasan: Mauqif Ash Shufiyyah Min Al ‘Ibadah wa Ad Din
(hal.17-38)
dengan sedikit perubahan
Orang-orang
ahli Tasawuf -khususnya yang ada di zaman sekarang- mempunyai prinsip dasar dan
metode khusus dalam memahami dan menjalankan agama ini, yang sangat
bertentangan dengan prinsip dan metode Ahlusunnah wal Jamaah, dan menyimpang
sangat jauh dari Al Quran dan As Sunnah. Mereka membangun keyakinan dan tata
cara peribadatan mereka di atas simbol-simbol dan istilah-istilah yang mereka
ciptakan sendiri, yang dapat kita simpulkan sebagai berikut.
Pertama, mereka membatasi ibadah hanya pada aspek Mahabbah (kecintaan) saja dan
mengenyampingkan aspek-aspek yang lainnya, seperti aspek Khauf (rasa takut) dan Raja’ (harapan), sebagaimana yang
terlihat dalam ucapan beberapa orang ahli tasawuf, “Aku beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla bukan karena aku
mengharapkan masuk surga dan juga bukan karena takut masuk neraka!?”.
Kedua,
orang-orang ahli tasawuf umumnya dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah
tidak berpedoman kepada Al Quran dan As Sunnah, tapi yang mereka jadikan
pedoman adalah bisikan jiwa dan perasaan mereka dan ajaran yang digariskan oleh
pimpinan-pimpinan mereka, berupa Thariqat-thariqat bid’ah, berbagai macam zikir
dan wirid yang mereka ciptakan sendiri, dan tidak jarang mereka mengambil
pedoman dari cerita-cerita (yang tidak jelas kebenarannya), mimpi-mimpi, bahkan
hadits-hadits yang palsu untuk membenarkan ajaran dan keyakinan mereka. Inilah
landasan ibadah dan keyakinan ajaran Tasawuf.
Ketiga, termasuk
doktrin ajaran Tasawuf adalah keharusan berpegang teguh dan menetapi
zikir-zikir dan wirid-wirid yang ditentukan dan diciptakan oleh guru-guru
thariqat mereka, yang kemudian mereka menetapi dan mencukupkan diri dengan
zikir-zikir tersebut, beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla dengan selalu
membacanya, bahkan tidak jarang mereka mengklaim bahwa membaca zikir-zikir
tersebut lebih utama daripada membaca Al Quran, dan mereka menamakannya dengan
“zikirnya orang-orang khusus”.
Keempat, sikap Ghuluw (berlebih-lebihan/ekstrem)
orang-orang ahli Tasawuf terhadap orang-orang yang mereka anggap wali dan
guru-guru thariqat mereka, yang bertentangan dengan aqidah Ahlusunnah wal
Jamaah, karena di antara prinsip aqidah Ahlusunnah wal Jamaah adalah berwala
(mencintai/berloyalitas) kepada orang-orang yang dicintai Allah ‘azza wa jalla dan membenci
musuh-musuh Allah ‘azza wa
jalla. Allah ‘azza wa
jalla berfirman:
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَيُقِيمُونَ
الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
“Sesungguhnya
wali (kekasih/penolongmu) hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).” (QS. Al
Maaidah: 55).
Kelima, termasuk
doktrin ajaran Tasawuf yang sesat adalah mendekatkan diri (?) kepada Allah ‘azza wa jalla dengan nyanyian, tarian,
tabuhan rebana dan bertepuk tangan, yang semua ini mereka anggap sebagai amalan
ibadah kepada Allah ‘azza wa
jalla. DR Shabir Tha’imah berkata dalam kitabnya Ash Shufiyyah, Mu’taqadan wa Masakan,
“Saat ini tarian sufi modern telah dipraktekkan pada mayoritas
thariqat-thariqat sufiyyah dalam pesta-pesta perayaan ulang tahun beberapa
tokoh mereka, di mana para pengikut thariqat berkumpul untuk mendengarkan
nada-nada musik yang terkadang didendangkan oleh lebih dari dua ratus pemain
musik pria dan wanita, sedangkan para murid senior dalam pesta ini duduk sambil
mengisap berbagai jenis rokok, dan para tokoh senior beserta para pengikutnya
membacakan beberapa kisah khurafat (bohong) yang terjadi pada sang tokoh yang
telah meninggal dunia…”.
Keenam, juga
termasuk doktrin ajaran Tasawuf yang sesat adalah apa yang mereka namakan
sebagai suatu keadaan/tingkatan yang jika seseorang telah mencapainya maka dia
akan terlepas dari kewajiban melaksanakan syariat Islam. Keyakinan ini muncul
sebagai hasil dari perkembangan ajaran Tasawuf, karena asal mula ajaran Tasawuf
-sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnul Jauzi- adalah melatih jiwa dan
menundukkan watak dengan berupaya memalingkannya dari akhlak-akhlak yang jelek
dan membawanya pada akhlak-akhlak yang baik, seperti sifat zuhud, tenang, sabar, ikhlas dan jujur.
Pendek kata, ajaran Tasawuf berdiri di atas landasan-landasan berikut:
• Membagi agama menjadi lahir yang diketahui oleh orang-orang awam dan batin yang hanya dimengerti oleh kaum khos (orang-orang khusus saja)
• Memegangi kasyf dan dzauq dalam penetapan masalah-masalah aqidah dan ibadah
• Melegalkan praktek syirik dan bahkan melakukan pembelaan untuknya
• Menshahihkan hadits melalui jalan kasyf
• Beramal berdasarkan hasil mimpi
• Beribadah dengan dasar dzauq dan wajd
• Menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu dan mengamalkannya.
• Membiasakan dzikir jama'i dan beribadah dengan menari-nari diiringi oleh suara-suara alunan bunyi seruling dan alat-alat musik lainnya. Bahkan penulis kitab Ihya Ulumuddin menulis satu bab di dalamnya dukungannya terhadap ‘ibadah’ dengan tarian dan musik disertai penjelasan tentang adab-adab dan menetapkan bahwa musik lebih menggelorakan hati daripada al-Qur`ân dari tujuh aspek. [al-Ihyâ:2/325-328].
Sumber:1.http://almanhaj.or.id 2http://muslim.or.id
jakarta 26/11/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar