Menggerakkan Telunjuk Saat Tasyahud ?
Muqaddimah
Permasalahan
satu ini sering jadi perdebatan di kalangan para ikhwah. Apakah dalam tasyahud
mesti menggerakkan jari telunjuk, atau jarinya dalam keadaan diam saja. Untuk
masalah yang satu ini, kami cuma menukil penjelasan dari salah seorang ulama
saja tentang status hadits menggerak-gerakkan jari. Kami tidak sampai berpanjang
lebar dalam membahas hal ini karena ternyata di dunia maya juga sudah dibahas
oleh ustadz lainnya. Sehingga kami cukupkan dengan penjelasan singkat dari
ulama Mesir, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah dalam kitab beliau Syarh
‘Ilalil Hadits. Semoga bermanfaat.
Syaikh
Musthofa Al ‘Adawi berkata,
Mengenai
ziyadah (tambahan) lafazh “yuharrikuhaa” (يحركها) yaitu pada hadits yang membicarakan isyarat dengan telunjuk
ketika tasyahud, hadits tersebut diriwayatkan dalam beberapa kitab. Sumbernya
adalah dari ‘Ashim bin Kulaib, dari ayahnya. Dari Wail bin Hujr, ia berkata,
“Aku
katakan, “Sungguh, aku memperhatikan shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, bagaimana beliau melakukan shalat.” Ia berkata, “Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan menghadap kiblat,
lalu bertakbir, lalu ia mengangkat kedua tangannya hingga sejajar kedua
telinga, dan meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangan
kirinya.” Kemudian saat akan ruku’ beliau mengangkat kedua tangannya seperti
itu juga. Ketika sujud, beliau meletakkan kepalanya dengan posisi berada di
depannya. Kemudian setelah itu beliau duduk iftirosy (menduduki kakinya
yang kiri). Lantas ketika itu beliau letakkan tangan kirinya di atas paha
kirinya, sedangkan siku kanannya diletakkan di atas paha kanannya. Beliau
menggenggam dua jarinya dan membuat lingkaran. Aku melihatnya berkata seperti itu.
Yaitu beliau membentuk lingkaran dengan jari jempol dan jari tengah (menurut
salah satu riwayat). Lalu beliau berisyarat dengan jari telunjuk.
Perkataan
kita sekarang adalah pada lafazh “asyaro bis-sabaabah”, artinya beliau
berisyarat dengan jari telunjuk. Mayoritas perowi meriwayatkan hadits seperti
itu, yaitu dikatakan “beliau berisyarat dengan jari telunjuk”. Sebagian perowi
berkata lagi, “Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan berdoa dengannya.”
Adapun
Zaidah bin Qudamah, beliau meriwayatkan
hadits dengan lafazh, “Kemudian beliau mengangkat
jarinya, maka aku melihat beliau menggerak-gerakkan jarinya lantas beliau
berdoa dengannya.” Zaidah rahimahullah bersendirian dalam
meriwayatkan hal ini berbeda dengan perowi yang lain. Bedanya beliau adalah
karena adanya tambahan lafazh “yuharrikuhaa”, artinya beliau menggerak-gerakkan
jarinya.
Zaidah
bin Qudamah itu tsiqoh (kredibel) dan orang yang mulia, semoga Allah merahmati
beliau. Beliau juga dipandang sebagai orang yang tsiqoh (kredibel) dan muthqin
(kokoh hafalannya). Akan tetapi, mayoritas perowi tidak menyebutkan sebagaimana
yang disebutkan oleh Zaidah. Sehingga dari sini kita diamkan tambahan yang
dibuat oleh Zaidah yaitu tambahan “yuharrikuhaa”, artinya beliau
menggerak-gerakkan jarinya. Berikut adalah tabel sebagai penjelas yang kami
maksudkan. Wabillahit taufiq.
Sebagaimana
yang Anda lihat, Zaidah hanya bersendirian dalam meriwayatkan lafazh
“yuharrikuha” (beliau menggerak-gerakkan jarinya).
Ibnu
Khuzaimah rahimahullah berkata, “Tidak ada dalam satu riwayat yang
menyebutkan “yuharrikuha” kecuali dari riwayat Zaidah di mana beliau
(bersendirian) menyebutkannya.”
Al Baihaqi rahimahullah berkata, “Boleh jadi yang
dimaksud dengan yuharrikuha (menggerak-gerakkan jari) adalah hanya berisyarat
dengannya, bukan yang dimaksud adalah menggerak-gerakkan jari. Sehingga jika dimaknai seperti ini maka jadi sinkronlah
dengan riwayat Ibnu Az Zubair. Wallahu a’lam.”
Aku
(Syaikh Mushthofa Al ‘Adawi) berkata, “Riwayat Ibnu Az Zubair yang dikeluarkan
oleh Muslim hanya menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya berisyarat saja dan tidak disebutkan menggerak-gerakkan jari. [1]
Kapan Mengangkat telunjuk jari ?
Abu Abdillah Al-Khurasyi Al-Maliki (wafat th.1101 H) raimahullah
berkata, “Dari awal tasyahhud hingga akhirnya, yaitu asyhadu an
laa ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu dan
sesuai dengan yang mereka sebutkan sampai selesai salam walaupun panjang tasyahhud
tersebut”. Perkataanya selesai, diambil dari Syarhu Mukhtashor Kholil
(1/288).
Dan ulama syafi’iyyah menyetujui mereka,
yaitu isyarat telunjuk ketika syahadatain, akan tetapi mereka
memberikan penjelasan tambahan secara rinci dan detail yang barangkali tidak
ditemukan dalilnya. Mereka mengatakan, “Permulaan mengangkat jari telunjuk
adalah ketika sampai pengucapan huruf hamzah dari ucapannya di syahadatain,
yaitu (illlallah).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
“Dari semua ucapan dan sisi pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa,
disunnahkan mengisyaratkan telunjuk tangan kanannya lalu mengangkatnya ketika
sampai huruf hamzah dari ucapannya (Laa ilaaha
illalllahu)”. Perkataannya
selesai, diambil dari kitab Al-Majmu’ syarhul Muhadzdzab (3/434).
Ada juga di
antara ulama yang mengatakan bahwa isyarat telunjuk tersebut dimulai dari
awal tasyahhud. Semua tasyahhud hakikatnya adalah do’a dan
terdapat suatu riwayat dalam hadits bahwa beliau berdo’a dengannya.
Adapun di awal tasyahhud (Attahiyyaatulillaah) ini adalah pujian
mengawali do’a, maka hakikatnya pujian tersebut termasuk bagian do’a dan bukan
keluar dari bagian do’a.
Syaikhul
Islam rahimahullah berkata, “Disunnahkan
isyarat telunjuk dalam tasyahhud dan do’a” (Ikhtiyaraat, /38).
Pendapat Imam Madzhab ?
1. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat mengangkat jari telunjuk
pada kata nafï (peniadaan) saat dua kalimat syahadat, yaitu saat
mengucapkan “Laa” dan meletakkannya (jari telunjuk) itu kembali ke
semula pada kata itsbat (peneguhan), yaitu pada kata “Illa”
2. Para ulama Syafi’i berpendapat mengangkat jari telunjuk saat mengucapkan “Illallah”
3. Para ulama Maliki berpendapat menggerakkan jari telunjuk ke kanan dan kiri hingga selesai shalat.
4. Para ulama Hambali berpendapat memberikan isyarat dengan
telunjuknya setiap kali menyebutkan nama Allah dan tidak
menggerakkannya.
Ikhtitam
Hadits-hadits yang menjelaskan tentang keadaan jari
telunjuk ketika tasyahud ada tiga jenis :
Pertama: Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa jari telunjuk tidak digerakkan sama sekali. Hadits-haditsnya lemah dan dihukumi syâdz oleh para Ulama.
Kedua : Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan.
Ketiga: Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa jari telunjuk hanya sekedar diisyaratkan (menelunjuk) dan tidak dijelaskan apakah digerak-gerakkan atau tidak.
Pertama: Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa jari telunjuk tidak digerakkan sama sekali. Hadits-haditsnya lemah dan dihukumi syâdz oleh para Ulama.
Kedua : Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan.
Ketiga: Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa jari telunjuk hanya sekedar diisyaratkan (menelunjuk) dan tidak dijelaskan apakah digerak-gerakkan atau tidak.
Membandingkan dengan riwayat-riwayat lainnya dan
merajihkan bahwa tambahan lafazh ini dihukumi syâdz, karena menyelisihi riwayat
dua puluh dua orang rawi yang mana kedua puluh dua orang rawi ini semua
meriwayatkan dari ‘Ashim bin Kulaib bin Syihab dari ayahnya dari Wail bin
Hujur. Kedua puluh dua rawi tersebut
tidak ada yang menyebutkan lafadz yuharrikuha (digerak-gerakkan). Sehingga
riwayat Zâidah bin Qudâmah yang menyebutkan lafadz yuharikuha
(digerak-gerakkan) adalah syâdz.
Sekali
lagi ini adalah masalah khilafiyah, jadi kami pun menghargai pendapat lainnya.
Namun demikianlah pendapat yang kami pegang berdasarkan penelitian dari
hadits-hadits yang ada sesuai dengan keterbatasan ilmu yang ada pada kami.
Catatan
yang perlu diperhatikan, tidaklah usah merasa aneh jika ada yang tidak
menggerak-gerakkan jari ketika tasyahud. Sebagaimana tidak perlu merasa aneh
jika ada yang menggerak-gerakkan jari karena sebagian ulama berpendapat seperti
ini. Namun sebaik-baik pendapat yang diikuti adalah yang berpegang pada
pendapat yang kuat. Jika yakin bahwa hadits menggerak-gerakkan jari itu lemah
karena menyelisihi banyak perowi yang lebih tsiqoh, maka sudah
sepatutnya yang diikuti adalah yang yakin yaitu tidak menggerak-gerakkan jari.
Namun ingat, tetaplah tolelir dengan pendapat lainnya karena masalah ini masih
dalam tataran khilafiyah (silang pendapat antara para ulama). Wallahu a’lam
bish showab.
Footnote
[1] Syarh ‘Ilalil Hadits, Syaikh Musthofa
Al ‘Adawi, Maktabah Makkah, 168-170
Sumber:1.http://almanhaj.or.id 2.http://muslim.or.id
3.http://rumaysho.com
Jakarta 25/11/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar