KAJIAN SURAT AL-ASHR ?
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ
لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Muqaddimah
Kata ‘Ashr’ di ayat
bisa juga diartikan waktu ‘Ashr atau shalat Ashar. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
bersumpah dengan masa yang mencakup malam dan siang; yang merupakan tempat
terjadinya perbuatan hamba dan amal mereka, bahwa setiap manusia akan rugi,
yakni tidak beruntung sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya. Kerugian
ada beberapa macam; ada kerugian yang mutlak dan ada kerugian yang hanya
sebagiannya saja. Kerugian yang mutlak adalah kerugian di dunia dan akhirat; di
dunia mendapatkan kesengsaraan, kebingungan dan tidak mendapatkan petunjuk,
sedangkan di akhirat mendapatkan neraka jahannam. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
meratakan kerugian kepada semua manusia kecuali orang yang memiliki empat
sifat; iman, amal saleh, saling menasihati untuk kebenaran dan saling
menasihati untuk kesabaran
Seandainya
Allah menjadikan hujjah hanya dengan surat Al ‘Ashr ini, maka itu sudah menjadikan
hujjah kuat pada manusia. Jadi manusia semuanya berada dalam kerugian kecuali
yang memiliki empat sifat: (1) berilmu, (2) beramal sholeh, (3) berdakwah, dan
(4) bersabar.
Imam Syafi’i
rahimahullah pernah berkata,
هذه السورة لو ما أنزل الله حجة على
خلقه إلا هي لكفتهم
“Seandainya
Allah menjadikan surat ini sebagai hujjah pada hamba-Nya, maka itu sudah
mencukupi mereka.” Sebagaimana hal ini dinukil oleh Syaikh Muhammad At Tamimi
dalam Kitab Tsalatsatul Ushul.
Tafsir Ayat ?
وَالْعَصْرِ﴿١﴾
“Demi
masa.”
Para
ulama menafsirkan kata “al-’Ashr” di sini dimaksudkan beberapa hal. Pertama:
Waktu (Masa). Menurut Ibn Abbas, kata ‘Ashr di sini sangatlah tepat jika
ditafsirkan sebagai waktu. Sebab, Allah swt memang sangat memberikan perhatian
kepada perputaran orbit waktu. Banyak orang rugi akibat tidak memahami hakikat
waktu dengan menghabiskannya secara sia-sia. Kedua: Kata ‘Ashr di sini berarti
shalat Ashar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim,
Rasulullah saw dikabarkan telah bersabda, “Jagalah shalat-shalatmu, dan shalat
Ashar” Ketiga: zaman Nabi saw. Kita tahu, periode kehidupan Nabi saw adalah
periode terbaik sejarah peradaban manusia. Keempat, sebagian ulama
menafsirkannya sebagai Tuhan pemilik waktu. Ketika Allah swt berfirman, “demi
masa” hendaklah dipahami sebagai “Demi Tuhan, pemilik peredaran waktu.”
Allah
swt kemudian berfirman,
إِنَّ
الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴿٢﴾
“Sesungguhnya
manusia itu benar-benar berada dalam kerugian”
Ayat
ini merupakan jawaban dari sumpah Allah tentang waktu. Secara bahasa, Allah swt
menggunakan dua penegasan sekaligus dalam ayat ini. Yaitu, kata “inna” dan
huruf “lam” pada kata “fi”. Hal ini menunjukkan bahwa manusia, sebagai objek
dialog wahyu Allah kepada rasul-Nya, acap lengah dengan waktu yang dimilikinya.
Sehingga Allah tegaskan bahwa orang seperti itu akan benar-benar hidup dalam
kerugian. Menurut Ibn Abbas, ketika ayat ini diturunkan oleh Allah swt,
orang-orang yang tengah disoroti adalah sekelompok kaum Musyrikin Mekah. Mereka
itu adalah al-Walid bin al-Mughirah, Ash bin Wail, Al-Aswad bin Abdul Muthalib,
dan Aswad bin Abdul Yagust. Tokoh-tokoh musyrikin Mekah ini selalu asyik
berleha-leha tanpa menyadari perubahan kerut muka di wajahnya, uban menguasai
kepalanya dan kesehatan badan yang mulai menurun akibat dimakan usia.
إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ﴿٣﴾
kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati
supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
Metaforsis
ini mungkin bisa lebih menjelaskan bagaimana surah ini dijelaskan langsung oleh
Rasulullah saw. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ubay bin Ka’ab berkata,
Aku membaca (surah al-ikhlas) di hadapan Rasulullah saw. Kemudian aku bertanya,
apa maksudnya wahai Nabi Allah? Beliau saw menjawab, “Al-’Ashr adalah janji
dari Allah swt. Tuhanmu tengah berjanji dengan menyebut penggalan akhir waktu
di siang hari. “Innal Insana Lafi Khusrin” : Abu Jahal, “illa ladzina amanu” :
Abu Bakar, “wa-amilus shalihat” : Umar bin al-Khattab, “Watawasau bil haq” :
Utsman bin Affan, dan “Watawasau bis-shabr” : Ali bin Abi Thalib. (Hadits
Mawquf). Semoga bermanfaat.
Berdakwah kepada Allah ?
Berdakwah,
mengajak manusia kepada Allah ta’ala, adalah tugas para Rasul dan merupakan
jalan orang- orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Allah ta’ala
berfirman,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٠٨)
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٠٨)
“Katakanlah,
“inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108).
Jangan anda tanya mengenai keutamaan berdakwah ke jalan Allah. Simak firman Allah ta’ala berikut,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Jangan anda tanya mengenai keutamaan berdakwah ke jalan Allah. Simak firman Allah ta’ala berikut,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?” (QS. Fushshilat : 33).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Demi Allah,
sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang dengan perantara
dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah” (HR. Bukhari nomor 2783).
Oleh karena
itu, dengan merenungi firman Allah dan sabda nabi di atas, seyogyanya seorang
ketika telah mengetahui kebenaran, hendaklah dia berusaha menyelamatkan para
saudaranya dengan mengajak mereka untuk memahami dan melaksanakan agama Allah
dengan benar.
Sangat aneh,
jika disana terdapat sekelompok orang yang telah mengetahui Islam yang benar,
namun mereka hanya sibuk dengan urusan pribadi masing-masing dan “duduk manis”
tanpa sedikit pun memikirkan kewajiban dakwah yang besar ini.
Pada hakekatnya orang yang lalai akan kewajiban berdakwah masih berada dalam kerugian meskipun ia termasuk orang yang berilmu dan mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian dikarenakan ia hanya mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan terhadap agamanya. Ia tidak mau memikirkan bagaimana cara agar orang lain bisa memahami dan melaksanakan ajaran Islam yang benar seperti dirinya. Sehingga orang yang tidak peduli akan dakwah adalah orang yang tidak mampu mengambil pelajaran dari sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Pada hakekatnya orang yang lalai akan kewajiban berdakwah masih berada dalam kerugian meskipun ia termasuk orang yang berilmu dan mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian dikarenakan ia hanya mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan terhadap agamanya. Ia tidak mau memikirkan bagaimana cara agar orang lain bisa memahami dan melaksanakan ajaran Islam yang benar seperti dirinya. Sehingga orang yang tidak peduli akan dakwah adalah orang yang tidak mampu mengambil pelajaran dari sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
”Tidak
sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, hingga ia senang apabila
saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi.” (HR. Bukhari nomor 13).
Jika anda merasa senang dengan hidayah yang Allah berikan berupa kenikmatan mengenal Islam yang benar, maka salah satu ciri kesempurnaan Islam yang anda miliki adalah anda berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah seberapapun kecilnya sumbangsih yang anda berikan.
Jika anda merasa senang dengan hidayah yang Allah berikan berupa kenikmatan mengenal Islam yang benar, maka salah satu ciri kesempurnaan Islam yang anda miliki adalah anda berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah seberapapun kecilnya sumbangsih yang anda berikan.
Bersabar dalam Dakwah ?
Kriteria
keempat adalah bersabar atas gangguan yang dihadapi ketika menyeru ke jalan
Allah ta’ala. Seorang da’i (penyeru) ke jalan Allah mesti menemui rintangan
dalam perjalanan dakwah yang ia lakoni. Hal ini dikarenakan para dai’ menyeru
manusia untuk mengekang diri dari hawa nafsu (syahwat), kesenangan dan adat
istiadat masyarakat yang menyelisihi syari’at [Hushulul ma’mul hal. 20].
Hendaklah
seorang da’i mengingat firman Allah ta’ala berikut sebagai pelipur lara ketika
berjumpa dengan rintangan. Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (٣٤)
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (٣٤)
”Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) para rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan
(yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap
mereka” (QS. Al-An’am : 34).
Seorang da’i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dakwahnya dan bersabar terhadap gangguan yang ia temui. Allah ta’ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya (yang artinya),
Seorang da’i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dakwahnya dan bersabar terhadap gangguan yang ia temui. Allah ta’ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya (yang artinya),
”Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)” (QS. Luqman :17).
Pada akhir
tafsir surat Al ‘Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,
فَبِالِأَمْرَيْنِ اْلأَوَّلِيْنَ، يُكَمِّلُ اْلإِنْسَانُ نَفْسَهُ، وَبِالْأَمْرَيْنِ اْلأَخِيْرِيْنَ يُكَمِّلُ غَيْرَهُ، وَبِتَكْمِيْلِ اْلأُمُوْرِ اْلأَرْبَعَةِ، يَكُوْنُ اْلإِنْسَانُ قَدْ سَلِمَ تعل مِنَ الْخُسَارِ، وَفَازَ بِالْرِبْحِ [الْعَظِيْمِ]
فَبِالِأَمْرَيْنِ اْلأَوَّلِيْنَ، يُكَمِّلُ اْلإِنْسَانُ نَفْسَهُ، وَبِالْأَمْرَيْنِ اْلأَخِيْرِيْنَ يُكَمِّلُ غَيْرَهُ، وَبِتَكْمِيْلِ اْلأُمُوْرِ اْلأَرْبَعَةِ، يَكُوْنُ اْلإِنْسَانُ قَدْ سَلِمَ تعل مِنَ الْخُسَارِ، وَفَازَ بِالْرِبْحِ [الْعَظِيْمِ]
”Maka dengan
dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya
sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (berdakwah dan bersabar),
manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat
kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan
keuntungan yang besar” [Taisiir Karimir Rohmaan hal. 934].
Ikhtitam
Dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an, Sayyid Qutb mengatakan,
“Pada surah yang hanya memiliki tiga ayat ini terkandung suatu manhaj yang
menyeluruh tentang kehidupan umat manusia sebagaimana yang dikehendaki Islam. Ia meletakkan suatu konstitusi Islami dalam kehidupan
seorang muslim, tentang hakikat dan tujuan hidupnya yang meliputi kewajiban dan
tugas-tugasnya. Suatu bukti bahwa surah ini merupakan mukjizat Allah yang tiada
seorang pun dapat melakukannya.” Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah
berkata, “Seandainya saja al-Qur’an tidak diturunkan, niscaya satu surah ini
cukup menjadi petunjuk manusia. Karena di dalamnya terkandung seluruh pesan-pesan
al-Qur’an.”
Sumber:1.http://www.dakwatuna.com 2.http://muslim.or.id
3.http://rumaysho.com 4.http://www.tafsir.web.id
Jakarta 19/11/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar