IBADAH HAJI DAN
UMRAH ?
ولله
على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيلا ومن كفر فإن الله غني عن العالمين
“ Dan الله mewajibkan
ke atas manusia mengerjakan haji , bagi sesiapa yang mampu sampai kepadanya .
Dan barang siapa mengingkari ( kewajiban haji ), maka sesungguhnya الله Maha Kaya ( tidak berhajat kepada sesuatu ) dari
semesta alam . “ ( Aali `Imran : 97)
تابعوا بين الحج
والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة
“Sandingkanlah haji dan umrah, karena keduanya
menghilangkan kefaqiran dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan
karat pada besi, emas, dan perak” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi
no. 810, Ahmad 1/387. Di shahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1200)
Muqaddimah
Tentu saja hukumnya tidak terlarang. Sebab banyak para shahabat ridwanullahialaihim yang sebelumnya pernah ikut haji bersama Rasulullah SAW, kemudian sepeninggal beliau SAW, mereka mengerjakan ibadah haji kembali.
Istri-istri Rasulullah SAW yang sudah menjadi janda sepeninggal beliau SAW, juga tercatat pernah kembali melakukan ibadah haji. Umar bin Al-Khattab yang pernah haji bersama Rasulullah SAW, kemudian juga pernah tercatat mengulangi ibadah haji.
Maka hukum mengulangi ibadah haji sunnah tentu tidak terlarang dan dikerjakan oleh banyak shahabat Nabi SAW.
Fiqih Skala Prioritas ?
Namun ketika kita memandang dari sudut pandang yang lain, misalnya fiqih skala prioritas (fiqih aulawiyat), maka lain lagi ceritanya. Sebab dalam fiqih prioritas kita diajarkan bagaimana seni mendahulukan hal-hal tertentu dari yang lainnya dengan alasan yang lebih kuat.
Dalam kasus seorang yang kaya dan mampu, memang dia berhak pergi haji berkali-kali. Tetapi kalau di sekelilingnya ada banyak orang miskin yang kelaparan, padahal keimanan mereka terancam akibat kemiskinan yang mereka derita, maka seharusnya uang untuk bolak-balik pergi haji itu bisa lebih diprioritaskan untuk membantu mereka yang miskin. Toh urusan kewajiban haji sudah selesai, tinggal kewajiban kepada tetangga yang miskin.
Begitu juga ketika kapasitas dan daya tampung tempat-tempat haji hari ini sudah semakin tidak memungkinkan, maka sungguh menjadi sangat bijaksana ketika mereka yang sudah pernah haji untuk memberikan kesempatan kepada yang belum berhaji.
Tentu saja hukumnya tidak terlarang. Sebab banyak para shahabat ridwanullahialaihim yang sebelumnya pernah ikut haji bersama Rasulullah SAW, kemudian sepeninggal beliau SAW, mereka mengerjakan ibadah haji kembali.
Istri-istri Rasulullah SAW yang sudah menjadi janda sepeninggal beliau SAW, juga tercatat pernah kembali melakukan ibadah haji. Umar bin Al-Khattab yang pernah haji bersama Rasulullah SAW, kemudian juga pernah tercatat mengulangi ibadah haji.
Maka hukum mengulangi ibadah haji sunnah tentu tidak terlarang dan dikerjakan oleh banyak shahabat Nabi SAW.
Fiqih Skala Prioritas ?
Namun ketika kita memandang dari sudut pandang yang lain, misalnya fiqih skala prioritas (fiqih aulawiyat), maka lain lagi ceritanya. Sebab dalam fiqih prioritas kita diajarkan bagaimana seni mendahulukan hal-hal tertentu dari yang lainnya dengan alasan yang lebih kuat.
Dalam kasus seorang yang kaya dan mampu, memang dia berhak pergi haji berkali-kali. Tetapi kalau di sekelilingnya ada banyak orang miskin yang kelaparan, padahal keimanan mereka terancam akibat kemiskinan yang mereka derita, maka seharusnya uang untuk bolak-balik pergi haji itu bisa lebih diprioritaskan untuk membantu mereka yang miskin. Toh urusan kewajiban haji sudah selesai, tinggal kewajiban kepada tetangga yang miskin.
Begitu juga ketika kapasitas dan daya tampung tempat-tempat haji hari ini sudah semakin tidak memungkinkan, maka sungguh menjadi sangat bijaksana ketika mereka yang sudah pernah haji untuk memberikan kesempatan kepada yang belum berhaji.
Jumlah Umrah
Nabi saw ?
Sepanjang
hidupnya, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak 4 kali.
Dari Ibnu
Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengerjakan umrah sebanyak empat kali. (Yaitu)
umrah Hudaibiyah, umrah Qadha`, umrah ketiga dari Ji’ranah, dan keempat (umrah)
yang bersamaan dengan pelaksanaan haji beliau.” (HR. Tirmidzi, no 816 dan dan
Ibnu Majah no. 2450)
Menurut
Ibnul Qayyim, dalam masalah ini tidak ada perbedaan pendapat (Zadul Ma’ad, 2:89). Setiap umrah
tersebut, beliau kerjakan dalam sebuah perjalanan tersendiri. Tiga umrah secara
tersendiri, tanpa disertai haji. Dan sekali bersamaan dengan haji.
Pertama,
umrah Hudhaibiyah tahun 6 H. Beliau dan para sahabat yang berbaiat di bawah syajarah (pohon), mengambil miqat
dari Dzul Hulaifah Madinah. Pada perjalanan umrah ini, kaum musyrikin
menghalangi kaum muslimin untuk memasuki kota Mekah. Akhirnya, terjadilah
perjanjian Hudaibiyah. Salah satu pointnya, kaum muslimin harus kembali ke
Madinah, tanpa bisa melaksanakan umrah yang sudah direncanakan. Kemudian, kaum
muslimin mengerjakan umrah lagi pada tahun berikutnya. Dikenal dengan umrah
qadhiyyah atau qadha pada tahun 7 H. Selama tiga hari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berada di Mekah. Dan ketiga, umrah Ji’ranah pada tahun 8 H. Yang terakhir, saat
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengerjakan haji wada’. Semua umrah yang beliau kerjakan terjadi pada bulan
Dzul Qa‘dah.
Hukum Haji Berulang ?
Ketentuan Umum
Yang dimaksud dengan Haji Berulang dalam ketentuan ini adalah haji yang dilakukan tidak dalam status hukum haji wajib. Haji wajib yang dimaksud adalah sesuai dengan firman Allah فريضة من الله
Ketentuan Hukum
1. Kewajiban melakukan ibadah haji hanya satu kali seumur hidup. Seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji satu kali berarti sudah terpenuhi kewajibannya. Jika seseorang sudah pernah haji sekali kemudian dia mengulangi haji untuk kedua kalinya dan seterusnya, maka hukumnya Sunnah.
2. Menghalangi seseorang yang hendak melakukan kewajiban ibadah haji hukumnya haram. Orang yang sudah melaksanakan ibadah haji wajib, diharuskan memberi kesempatan kepada orang lain untuk melaksanakan haji wajib.
Ketentuan Umum
Yang dimaksud dengan Haji Berulang dalam ketentuan ini adalah haji yang dilakukan tidak dalam status hukum haji wajib. Haji wajib yang dimaksud adalah sesuai dengan firman Allah فريضة من الله
Ketentuan Hukum
1. Kewajiban melakukan ibadah haji hanya satu kali seumur hidup. Seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji satu kali berarti sudah terpenuhi kewajibannya. Jika seseorang sudah pernah haji sekali kemudian dia mengulangi haji untuk kedua kalinya dan seterusnya, maka hukumnya Sunnah.
2. Menghalangi seseorang yang hendak melakukan kewajiban ibadah haji hukumnya haram. Orang yang sudah melaksanakan ibadah haji wajib, diharuskan memberi kesempatan kepada orang lain untuk melaksanakan haji wajib.
3.
Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur pelaksanaan perjalanan
ibadah haji bagi calon jamaah haji agar memperoleh kesempatan, dan mengatur
serta membatasi jamaah haji yang sudah melaksanakan ibadah haji wajib dengan
aturan khusus.
Ikhtitam
" Bersegeralah kamu kerjakan ` ibadah
haji, kerana tidak seorang pun diantara kamu yang tahu apa yang akan terjadi
kepadanya nanti.” ( HR
Ahmad bin Hanbal rahiahullaah dari Ibnu Abbas Radhiallaahu `anhuma ) .
Bahkan dalam hadith lain Rasulullah Sallallaahu `alaihi wasallam
seakan-akan mengecam orang yang menunda `ibadah hajinya. Rasulullah Sallallaahu
`alaihi wasallam bersabda :
" Sesiapa yang tidak dalam keadaan sakit, tidak dalam
kesulitan yang mendesak atau tidak dihalangi penguasa yang zalim tetapi dia
tidak mengerjakan ` ibadah hajinya, jika dia mati maka terserah kepadanya
memilih samada ingin mati dalam keadaan beragama Yahudi atau Nasrani ." (
HR Sa'id bin Mansur, Ahmad bin Hanbal, Abu Ya'la, dan Al-Baihaqi Rahimahumullah
dari Abu Umamah Radhiallaahu `anhu tetapi salah seorang periwayatnya dhaif).
Sumber:1.http://www.suara-islam.com
2.http://www.konsultasisyariah.com
3.http://www.rumahfiqih.com
Jakarta 31/8/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar