BERTAQWA HIDUP
MENJADI MULIA ?
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
"Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal." (QS. Al-Baqarah: 197)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran: 102)
وَمَنْ يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ
جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-Thalaq: 2-3)
وَمَنْ يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
"Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (QS.
Al-Thalaq: 4)
Muqaddimah
Taqwa
berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayatan, yang berarti perlindungan. Taqwa
berarti melindungi diri dari segala kejahatan dan kemaksiatan.
Pengertian
taqwa diantaranya adalah “Imtitsalu awamirillah wa ijtinabu nawakhihi” atau
melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam suatu
riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar bin Khattab r.a. bertanya kepada sahabat
Ubay bin Ka’ab r.a. tentang taqwa. Ubay balik bertanya,
“Bukankah
anda pernah melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya”, jawab
Umar
“Apa yang
anda lakukan saat itu?”
“Saya
bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.”
“Itulah
taqwa.” kata Ubay bin Ka’ab r.a.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyatakan dalam
buku Ruhaniyatud Daiyah, “Taqwa lahir sebagai konsekuensi logis dari keimanan
yang kokoh,keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut
dengan azab Allah serta berharap atas limpahan karunia dan maghfirahnya.”
Sayyid Quthub juga berkata “Inilah bekal dan
persiapan perjalanan…bekal ketaqwaan yang selalu menggugah hati dan membuatnya
selalu terjaga,waspada,hati-hati serta selalu dalam konsentrasi penuh…Bekal
cahaya yang menerangi liku-liku perjalanan sepanjang mata memandang. Orang yang
bertqwa tidak akan tertipu oleh bayangan semu yang menghalangi pandangannya
yang jelas dan benar…Itulah bekal penghapus segala kesalahan,bekal yang
menjanjikan kedamaian dan ketentraman,bekal yang membawa harapan atas karunia
Allah;di saat bekal-bekal lain sudah sirna dan semua amal tak lagi berguna…”
Perintah Taqwa ?
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، "اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ" - رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح
Rasulullah SAW bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan susullah kejahatan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya. Dan pergaulihah manusia dengan akhak terpuji.’ (HR. Turmudzi dan ia berkata, ‘Ini adalah hadits hasan’ dan di sebagian kitab disebutkan sebagai hadits hasan shahih).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، "اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ" - رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح
Rasulullah SAW bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan susullah kejahatan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya. Dan pergaulihah manusia dengan akhak terpuji.’ (HR. Turmudzi dan ia berkata, ‘Ini adalah hadits hasan’ dan di sebagian kitab disebutkan sebagai hadits hasan shahih).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى
اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ
النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ - رواه الترمذي
Dari Abu
Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hal apakah yang
paling banyak memasukkan orang ke dalam surga? Beliau menjawab, ‘Takwa kepada
Allah dan akhlak yang baik.’ Lalu beliau ditanya tentang hal apakah yang paling
banyak memasukkan orang ke dalam neraka? Beliau menjawab, ‘Lisan dan kemaluan.’
(HR. Turmudzi)
عَنْ أَبِى
طَرِيْفٍ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ الطَّا ئِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ
رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِيْنٍ ثُمَّ رَأَى
أَتْقَى لِلَّه مِنْهَا فَلْيَأْتِ التِّقْوَى . رَوَاهُ مُسْلِمْ.
Dari Abu Tharif Adiy bin Hatim
- رَضِىَ الله عَنْهُ -,
katanya: Aku mendengar Rasulullah - صلّى الله عليه
وسلّم - bersabda: “Barangsiapa bersumpah
dengan sungguh-sungguh (untuk melakukan atau meninggalkan suatu perkara),
kemudian dia melihat hal yang lebih taqwa bagi Allah, maka hendaknya dia
mendatangi (hal yang) taqwa itu.” (HR Muslim)
اِتَّقُوْا اللَّهَ
وَصَلُّوْا خَمْسَكُمْ، وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ، وَأَدَّوْا زَكَاةَ
أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيْعُوا أُمَرَاءَكُمْ، تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
”Bertaqwalah kalian kepada Allah, shalatlah yang lima waktu,
puasalah di bulan kalian, tunaikan zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin
kalian, niscaya kalian akan memasuki surga Tuhan kalian.” (Tirmidzi
di Kitab Shalat, hadits hasan shahih).
Makna Taqwa ?
Para ulama
telah mejelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib
Al-Asfahani mendenifisikan : Taqwa
yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan
meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna dengan meninggalkan
sebagian yang dihalalkan
[Al-Mufradat Fi Gharibil Quran, hal
531]
Dalam
Minhajul abidin Al Ghazali membagi definisi taqwa menjadi tiga :
Pertama,
taqwa yang berarti takut, Alloh berfirman :واياي فاتقون (dan hanya kepadakulah kalian harus takut
).
Kedua, taqwa
bermakna taat, sesuai dengan firman Alloh Ittaqulloh Haqqo tuqootih, Ibnu Abbas
menafsirkannya dengan athiulloha haqqo thooatih.
Ketiga,
taqwa yang berarti tanziihul qulub 'anidz dzunuub ( membersihkan hati dari
segala dosa),
Imam al-Ghazali membuat
kesimpulan : Bahawa takwa itu ialah menjauhkan setiap apa yang ditakuti akan
membawa mudarat kepada agama. Bandingannya ialah berpantang bagi orang yang mengidapi penyakit. Ada pun
berpantang daripada melakukan perkara-perkara yang membawa kerosakan kepada
agama pula ialah "bertakwa".
Definisi taqwa yang terindah adalah yang diungkapkan oleh Thalq Bin Habib Al’Anazi:
العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ
“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap azab Allah”. (Siyar A’lamin Nubala, 8/175)
Definisi taqwa yang terindah adalah yang diungkapkan oleh Thalq Bin Habib Al’Anazi:
العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ
“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap azab Allah”. (Siyar A’lamin Nubala, 8/175)
Imam an
Nawawi rahimahullah berkata bahwa takwa adalah istilah
tentang melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan segala larangan.
Ibnu
Taimiyyah rahimahullah menyebutkan bahwa takwa artinya
melakukan perintah dan meninggalkan larangan.
Thuluq
ibnu Habib rahimahullah berkata tentang
takwa, “engkau melaksanakan ketaatan (melaksanakan perintah), di atas cahaya
dari Allah (ilmu), dengan berharap pahala dari Allah. Dan engkau meninggalkan
maksiat terhadap Allah, di atas cahaya Allah dari Allah, karena takut terhadap
hukuman Allah.”
Imam Ali bin Abi Thalib radliyallah ‘anhu berkata, “takwa
adalah al Khaufu minal Jalil (takut kepada Allah yang Mahaagung), al ‘Amal bil
Tanziili (mengamalkan al Qur’an dan al Sunnah), al Ridla bil Qalil (ridla atas
pembagian rizki yang sedikit), dan al isti’dad liyaum al Rahiil (mempersiapkan
diri untuk perjalanan di akhriat).”
Mencapai Derajat Taqwa ?
Dr. Abdullah
Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai derajat
taqwa, yaitu
1. Mu’ahadah
Mu’ahadah
berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah SWT, bahwa dia akan selalu
beribadah kepada Allah SWT. Seperti merenungkan bahwa sekurang-kurangnya 17
kali dalam sehari semalam dia membaca ayat surat Al Fatihah :5 “Hanya kepada
Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan”
2. Muraqabah
Muraqabah
berarti merasakan kebersamaan dengan Allah SWT dengan selalu menyadari bahwa
Allah SWT selalu bersama para makhluqNya dimana saja dan kapan saja. Beberapa
macam muraqabah diantaranya muraqabah kepada Allah dalam melaksanakan ketaatan
dengan selalu ikhlas kepadaNya; muraqabah dalam kemaksiatan adalah dengan
taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total; muraqabah dalam hal-hal
yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab kepada Allah dan bersyukur atas
segala nikmatNya; muraqabah dalam mushibah adalah dengan ridha atas ketentuan
Allah serta memohon pertolonganNya dengan penuh kesabaran.
3. Muhasabah
Muhasabah
sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat Al Hasyr: 18, bermakna
hendaknya seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal
perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau apakah
amalnya dirembesi sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan
hak-hak manusia?
Umar bin
Khattab r.a. berkata,”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah
diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan
yang agung (harikiamat). Di hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tiada
yang tersembunyi dari amal kalian barang sedikitpun.”
4. Mu’aqabah
Mu’aqabah
berarti memberikan sanksi kepada diri sendiri tatkala melakukan keburukan atau
lalai dalam melakukan kebaikan. Sanksi itu haruslah dengan sesuatu yang mubah,
tidak boleh dengan yang haram. Disebutkan, Umar bin Khattab pergi ke kebunnya.
Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar
berjamaah. Maka beliau berkata,”Aku pergi hanya untuk sebuah kebun,aku pulang
orang-orang sudah sholat Ashar. Kini kebunku aku jadikan shadaqah untuk
orang-orang miskin.”
Suatu ketika
Abu Thalhah sedang sholat, di depannya lewat seekor burung lalu ia melihatnya
dan lalai dari sholatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau sholat.
Karena kejadian tersebut beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang
miskin sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak kekhusyuannya.
5. Mujahadah
Makna
mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut ayat 69 adalah apabila
seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan
amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus
memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam
hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya
ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat
dalam dirinya.
Ikhtitam
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah berdoa,
اَلَّلهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan /
iffah , dan kekayaan.” (Muslim).
Sumber:1.Al-Qr’an Hadits
2.http://islamiyyah.mywibes.com
Jakarta 4/8/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar