MEMAKNAI
KEMERDEKAAN ?
لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku),
maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS An-Nahl ayat 36)
كُلُّ
مَوْلُوْدٌ يُوْلَدُ عَلَى فِتْرَهُ فَاَبَوَّاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ
يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِسَا نِهِ
“Setiap anak terlahir dalam keadaan fitah, maka orang tunaya
yang menjadikannya seorang yahudi, nashrani, atau majusi” (Shohih Muslim).
Muqaddimah
Para ulama
telah sepakat bawah berjuang melawan penjajah demi mempertahankan Tanah Air masuk dalam kategori jihad fisabilillah.
Ketua Umum
Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori pun menyampaikan alasan kenapa
berjuang melawan penjajah masuk katagori jihad.
"Karena Islam mengajarkan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka. Islam antipenjajahan dan antiperbudakan," katanya kepada Republika, Kamis (13/8).
"Karena Islam mengajarkan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka. Islam antipenjajahan dan antiperbudakan," katanya kepada Republika, Kamis (13/8).
Dia
menceritakan, ketika komandan tentara Islam ditanya komandan Persia untuk apa
tentara Islam datang ke Persia? Rib'i sebagai komanda pasukan Persia menjawab
dengan tegas.
"Kami ingin membebaskan manusia dari penghambat menuju penghambaan terhadap Tuhannya manusia."
Untuk itu kata dia, ketika terjadi penjajahan di negeri mana saja, umat Islam diwajibkan untuk melawan penjajah dan membela orang atau bangsa sampai bisa merasakan kemerdekaan.
"Dan ketika umat Islam berjuang dan berniat untuk membela negara demi menegakkan kalimat Allah, mereka termasuk jihad fiisabilillah,” jelas Satori.
"Kami ingin membebaskan manusia dari penghambat menuju penghambaan terhadap Tuhannya manusia."
Untuk itu kata dia, ketika terjadi penjajahan di negeri mana saja, umat Islam diwajibkan untuk melawan penjajah dan membela orang atau bangsa sampai bisa merasakan kemerdekaan.
"Dan ketika umat Islam berjuang dan berniat untuk membela negara demi menegakkan kalimat Allah, mereka termasuk jihad fiisabilillah,” jelas Satori.
"Sejak
awal pendudukan Portugis sampai Belanda dan penjajahan Jepang, umat Islam
beriskap nonkoperatif tehadap penjajah," katanya ketika dihubungi Republika, Kamis (13/8).
Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Dr Yudi Latif menyebutkan ulama, kaum santri dan aktivis Islam miliki peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Dr Yudi Latif menyebutkan ulama, kaum santri dan aktivis Islam miliki peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Islam yang
diwakili oleh pemberontakan ulama dan kaum santri menjadi nyala api yang
mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Ruang publik pertama di nusantara ini
diawali pada jaringan keagamaan seperti masjid, surau, dan pesantren,” demikian
disampaikan dalam Pelatihan School for Nation Leader (SNL) dengan tema
“Pemimpin Muda dengan Jati Diri Ke-Indonesiaan”, pada 14 – 20 April 2015, di
Kawasan Wisata Djampang, Bogor.
“Faktor
penting yang memunculkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme adalah agama
Islam, dimana semangat egalitarianisme Islam mendobrak cara pandang feodalisme
yang begitu dominan di nusantara saat itu. Sejak awal tokoh-tokoh penting yang
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah para pejuang Islam,” ujar Yudi di
hadapan ratusan perwakilan aktivis dari 40 kampus dan perguruan tinggi di
seluruh Indonesia dalam sesi materi “Indonesia Negara Paripurna dan Lapis
Genealogi Intelejensia Muslim Indonesia”.
Islam dalam erti kata kesejahteraan, kedamaian dan
keamanan semuanya menjurus kepada maksud kemerdekaan. Hakikat ini dapat kita
lihat semasa perkembangan awal Islam di mana Rasulullah Sallallahu 'alaihi
Wasallam telah membawa kemakmuran kepada Negara Madinah dan memerdekakan Kota
Mekah daripada cengkaman kafir Quraisy. Begitu juga perkembangan di zaman
Khulafa' ar-Rasyidin yang banyak memerdekakan negara dari cengkaman
kekufuran.
Islam juga yang bersifat merdeka dalam erti kata yang lain
bermaksud bebas daripada keruntuhan akhlak dan kemurkaan Allah. Lantaran itu,
Islam talah berjaya menyelamatkan tamadun manusia daripada sistem perhambaan,
sama ada perhambaan sesama manusia ataupun perhambaan terhadap hawa nafsu yang
diselaputi oleh syirik, kekufuran, kemungkaran dan kemaksiatan.
Seorang penyair Arab yang bernama Ahmad Syauqi berkata
dalam syairnya yang bermaksud:
"Kekalnya bangsa kerana mulianya akhlak, runtuhnya bangsa kerana runtuhnya akhlak"
"Kekalnya bangsa kerana mulianya akhlak, runtuhnya bangsa kerana runtuhnya akhlak"
Ulama
bicara tentang Kemerdekaan ?
Sarekat
Islam adalah contoh nyata bagaimana
Islam dapat menyatukan bangsa ini. Organisasi keagaman seperti Nadhlatul Ulama,
diwakili para kiyai telah mendambakan kemerdekaan sebagai jalan untuk
kemaslahatan umat Islam. KH Wahab Hasbullah ketika ditanya mengenai
kemerdekaan, sehari sebelum NU berdiri tahun 1926, menjawab, ”Tentu, itu syarat
nomor satu, umat Islam menuju ke jalan itu, umat Islam kita tidak leluasa
sebelum Negara kita merdeka.”
Menurut M.
Natsir, ajaran Islamlah yang
menyebabkan dorongan-dorongan untuk merdeka. Ia menyatakan:
“Pada hakikatnya, ajaran Islam itu merupakan
suatu revolusi, yaitu revolusi dalam menghapuskan dan menentang tiap-tiap
eksploitasi. Apakah eksploitasi itu bernama, kapitalisme, imperialism,
kolonialisme komunisme atau fascism, terserah kepada yang hendak memberikan.
Demikianlah
semangan kemerdekaan yang hidup dan dibakar dalam jiwa kaum muslimin di Indonesia.
Semenjak berabad-abad semangat itu menjadi sumber kekuatan bangsa kita dan
semangat itu pulalah yang menghebat dan mendorong kita memproklamirkan
kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1945 itu.
Menurut Buya
Hamka, tidak mungkin tauhid dilepaskan
dalam perjuangan bernegara. Sebab pangkal pokok pandangan Islam adalah dua
kalimat syahadat. Menurut beliau:
“Akibat dua
kalimat syahadat itu bagi kehidupan Islam sangat besar dan sangat jauh. Karena
kalimat itu, tidaklah ada yang mereka sembah, melainkan Allah. Tidak ada
peraturan yang mereka akui, atau undang-undang yang mereka junjung tinggi,
melainkan peraturan dan undang-undang dari Allah.”
Namun
sayang. Piagam Jakarta tak terlaksana hingga saat ini.Kalimat“Dengan menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya” malah dihapuskan. Buya Hamka, sangat menyesalkan
peristiwa ini.
“Pendeknya,
sesudah sehari maksud berhasil (maksudnya proklamasi kemerdekaan-pen), partner
ditinggalkan, dan orang mulai jalan sendiri. Pihak Islam dibujuk dengan
janji-janji bahwa kepentingannya akan dijamin. Bersama dengan tujuh kalimat
itu, dihapuskkan pulalah kata yang diatas sekali, kata pembukaan yang termasuk
kalimat sakti dalam jiwa orang yang hidup dalam Islam, yaitu kalimat, ‘Dengan
Nama Allah Tuhan Yang Rahman dan Rahim. Sampai begitunya!”,sesal Buya Hamka
Kemerdekaan
dalam Islam ?
Apa makna kemerdekaan bagi kita? Sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia, umat Islam dapat mengambil makna kemerdekaan tersebut dari Alquran. Dalam kitab suci ini ditunjukkan berbagai kisah kemerdekaan orang-orang terdahulu yang dapat mengilhami kita, bagaimana seharusnya menjadi bangsa merdeka di era globalisasi.
Pertama, makna kemerdekaan dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim ketika ia membebaskan dirinya dari orientasi asasi yang keliru dalam kehidupan manusia. Dalam Surat Al-An’am Ayat 76-79 dikisahkan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan.
Apa makna kemerdekaan bagi kita? Sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia, umat Islam dapat mengambil makna kemerdekaan tersebut dari Alquran. Dalam kitab suci ini ditunjukkan berbagai kisah kemerdekaan orang-orang terdahulu yang dapat mengilhami kita, bagaimana seharusnya menjadi bangsa merdeka di era globalisasi.
Pertama, makna kemerdekaan dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim ketika ia membebaskan dirinya dari orientasi asasi yang keliru dalam kehidupan manusia. Dalam Surat Al-An’am Ayat 76-79 dikisahkan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan.
Kedua, makna
kemerdekaan juga dapat dipetik dari kisah Nabi Musa ketika membebaskan
bangsanya dari penindasan Firaun. Kekejaman rezim Firaun terhadap bangsa Israel
dikisahkan dalam berbagai ayat Alquran. Rezim Firaun merupakan representasi
komunitas yang menyombongkan diri dan sok berkuasa di muka bumi
(mustakbirun fi al-ardh).
Keangkuhan rezim penguasa ini membuat mereka tak segan membunuh dan memperbudak kaum laki-laki bangsa Israel dan menistakan kaum perempuannya. Keangkuhan inilah yang mendorong Musa tergerak memimpin bangsanya untuk membebaskan diri dari penindasan, dan akhirnya meraih kemerdekaan sebagai bangsa yang mulia dan bermartabat (QS Al-A’raaf:127, Al-Baqarah:49, dan Ibrahim:6).
Keangkuhan rezim penguasa ini membuat mereka tak segan membunuh dan memperbudak kaum laki-laki bangsa Israel dan menistakan kaum perempuannya. Keangkuhan inilah yang mendorong Musa tergerak memimpin bangsanya untuk membebaskan diri dari penindasan, dan akhirnya meraih kemerdekaan sebagai bangsa yang mulia dan bermartabat (QS Al-A’raaf:127, Al-Baqarah:49, dan Ibrahim:6).
Ketiga, kisah sukses Nabi Muhammad dalam mengemban misi profetiknya di muka bumi (QS Al-Maa’idah:3) menjadi sumber ilham yang tak pernah habis bagi bangsa Indonesia untuk memaknai kemerdekaan secara lebih holistik dan integral.
Ketika diutus 14 abad silam, Nabi Muhammad menghadapi sebuah masyarakat yang mengalami tiga penjajahan sekaligus: disorientasi hidup, penindasan ekonomi, dan kezaliman sosial.
Disorientasi hidup diekspresikan dalam penyembahan patung oleh masyarakat Arab Quraisy. Rasulullah berjuang keras mengajarkan kepada umat manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan ‘’tuhan-tuhan’’ yang menurunkan harkat dan derajat manusia (QS Luqman:13; Yusuf:108; Adz-Dzaariyaat:56; Al-Jumu’ah:2).
Penindasan ekonomi itu dilukiskan Alquran sebagai sesuatu yang membuat kekayaan hanya berputar pada kelompok-kelompok tertentu saja (QS Al-Hasyr:7). Rasulullah mengkritik orang-orang yang mengumpulkan dan menghitung-hitung harta tanpa memedulikan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi (QS Al-Humazah:1-4; Al-Maa’uun:2-3).
Ikhtitam
Dalam perjuangan sosial-politik yang bermuara pada kebangkitan nasional, umat Islam Indonesia berada pada barisan paling depan sebagai pelopor. Berdirinya Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 16 Oktober 1905 yang kemudian menjelma menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912 merupakan pelopor kebangkitan nasional. Namun ketika pertama kali dilakukan peringatan hari kebangkitan nasional ialah Boedi Oetomo (BO), sehingga peringatan kebangkitan nasional jatuh pada tanggal 20 Mei sebagai hari berdirinya perkumpulan BO, bukan tanggal 16 Oktober sebagai kelahiran SDI. Dari sini terkesan adanya upaya marginalisasi (peminggiran) - atau bahkan penghapusan - peran umat Islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia.
Mengapa kecenderungan itu terjadi? Padahal sesungguhnya fakta peran umat Islam dalam kebangkitan nasional itu benar adanya. Umat Islam di Indonesia sudah melakukan optimalisasi peran dalam menuju kebangkitan Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Tentu, kita juga tidak menepikan para pejuang yang telah berkorban untuk bangsa ini dari kepercayaan agama lain. Selanjutnya, yang harus kita lakukan sebagai ungkapan syukur atas nikmat kemerdekaan ini adalah mengisinya dengan amar ma'ruf nahi munkar. Kita teruskan semangat juang para pahlawan kita, dengan semangat juang karena Allah ta'ala. Wallahua'lam.
Dalam perjuangan sosial-politik yang bermuara pada kebangkitan nasional, umat Islam Indonesia berada pada barisan paling depan sebagai pelopor. Berdirinya Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 16 Oktober 1905 yang kemudian menjelma menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912 merupakan pelopor kebangkitan nasional. Namun ketika pertama kali dilakukan peringatan hari kebangkitan nasional ialah Boedi Oetomo (BO), sehingga peringatan kebangkitan nasional jatuh pada tanggal 20 Mei sebagai hari berdirinya perkumpulan BO, bukan tanggal 16 Oktober sebagai kelahiran SDI. Dari sini terkesan adanya upaya marginalisasi (peminggiran) - atau bahkan penghapusan - peran umat Islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia.
Mengapa kecenderungan itu terjadi? Padahal sesungguhnya fakta peran umat Islam dalam kebangkitan nasional itu benar adanya. Umat Islam di Indonesia sudah melakukan optimalisasi peran dalam menuju kebangkitan Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Tentu, kita juga tidak menepikan para pejuang yang telah berkorban untuk bangsa ini dari kepercayaan agama lain. Selanjutnya, yang harus kita lakukan sebagai ungkapan syukur atas nikmat kemerdekaan ini adalah mengisinya dengan amar ma'ruf nahi munkar. Kita teruskan semangat juang para pahlawan kita, dengan semangat juang karena Allah ta'ala. Wallahua'lam.
Sumber:1.https://www.islampos.com
2.http://www.hidayatullah.com
3.http://nadhirin.blogspot.com
4.http://khazanah.republika.co.id
Jakarta 13/8/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar