Kamis, 31 Januari 2013

HIDUP DAN MATI





                                           KONTRAK HIDUP
AMPUNAN ALLAH

11.  Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau Telah mematikan kami dua kali dan Telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?"al-mukmin
Umur Manusia
Setidaknya ada 12 makna mati yaitu : 1). Sudah hilang nyawanya, tidak hidup lagi; 2). Tidak bernyawa, tidak pernah hidup; 3). Tidak berair; 4). Tidak berasa lagi; 5). Padam; 6). Tidak terus, buntu; 7). Tidak dapat berubah lagi, tetap; 8). Sudah tidak dipergunakan lagi; 9). Tidak ada gerak atau kejadian, seperti bubar; 10). Diam atau berhenti; 11). Tidak ramai; 12). Tidak bergerak.
Setiap makhluk yang mengalami mati pasti termasuk ke dalam 12 kategori ini. Orang bisa menilai setiap peristiwa kematian dengan mencocokan termasuk kategori mana. Ada yang mati sama dengan kategori kematian binatang atau tumbuhan, tapi ada yang memang layak dikategorikan matinya manusia.

Kita juga sadar, bahwa bila ajal tiba, maka segalanya sudah terputus dan berarti tidak ada lagi kesempatan beribadah kepada Allah. Agar penyesalan tidak sampai kita rasakan, maka selagi ada kesempatan, kita harus mampu menggunakan kesempatan tersebut sebaik mungkin, agar kita waktu ajal tiba kita sudah ada persiapan
1. Manusia harus mengerti arti penting hidup di dunia. Karena kehidupan manusia di dunia merupakan bekal manusia kelak mati.
2. Kematian pasti menimpa makhluk yang bernyawa dan tidak dapat ditebak oleh akal.
3. dengan mengingat mati manusia tidak hanya mengejar kemewahan dunia semata, tetapi bisa mengumpulkan bekal untuk pertanggungjawaban setelah mati.
4. perbanyak amal, sodakoh, berbuat baik sebelum kita mati.

Malaikat Penjabut Nyawa

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaan yang sempurna menciptakan malakul maut (malaikat pencabut nyawa) yang diberi tugas untuk mencabut ruh-ruh, dan dia memiliki para pembantu sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu’ kemudian hanya kepada Rabbmulah kamu akan dikembalikan.” (As-Sajdah: 11)
Asy-Syaikh Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari berkata: “Malakul maut adalah satu malaikat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri tugas untuk mencabut arwah hamba-hamba-Nya. Namun tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa nama malaikat itu adalah Izrail. Nama ini tidak ada dalam Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga tidak ada di dalam Sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menamainya malakul maut, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ
“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu’.” (As-Sajdah: 11)
Ibnu Abil Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: “Ayat ini tidak bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ. ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ أَلَا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (Al-An’am: 61-62)

Karena malakul maut yang bertugas mencabut ruh dan mengeluarkan dari jasadnya, sementara para malaikat rahmat atau para malaikat azab (yang membantunya) yang bertugas membawa ruh tersebut setelah keluar dari jasad. Semua ini terjadi dengan takdir dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, (maka penyandaran itu sesuai dengan makna dan wewenangnya).” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 602)



Bila Ajal Tiba ?

Tatkala ajal seorang hamba telah sampai pada waktu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan, dengan sebab yang Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan, pasti dia akan merasakan dahsyat, ngeri, dan sakit yang luar biasa karena sakaratul maut, kecuali hamba-hamba-Nya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala istimewakan. Mereka tidak akan merasakan sakaratul maut kecuali sangat ringan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Qaf: 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya kematian ada masa sekaratnya.” (HR. Al-Bukhari)
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmah-Nya telah memberitahukan sebagian gambaran sakaratul maut yang akan dirasakan setiap orang, sebagaimana diadakan firman-Nya:
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ. وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ. وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ. فَلَوْلَا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ. تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, sedangkan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (Al-Waqi’ah: 83-87)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Maka ketika nyawa sampai di tenggorokan’, hal itu terjadi tatkala sudah dekat waktu dicabutnya. ‘Padahal kamu ketika itu melihat’, dan menyaksikan apa yang dia rasakan karena sakaratul maut itu. ‘Sedangkan Kami (para malaikat) lebih dekat terhadapnya (orang yang akan meninggal tersebut) daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat mereka’ (para malaikat). Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan: Bila kalian tidak menginginkannya, kenapa kalian tidak mengembalikan ruh itu tatkala sudah sampai di tenggorokan dan menempatkannya (kembali) di dalam jasadnya?” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 4/99-100)

Khusnul Khathimah

Pertama mengucapkan syahadatain
Rasulullah bersabda :"barangsiapa yang pada akhir kalimatnya mengucapkan "La ilaaha illallah" maka ia dimasukkan kedalam surga" (HR. Hakim)

kedua, ketika wafat dahinya berkeringat
Ini berdasarkan hadits dari Buraidah Ibnul Khasib adalah Buraidah dahulu ketika di Khurasan, menengok saudaranya yang tengah sakit, namun didapatinya ia telah wafat, dan terlihat pada jidatnya berkeringat, kemudian ia berkata,"Allahu Akbar, sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda: Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya" (HR. Ahmad, AN-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu MAjah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan ath-Thayalusi dari Abdullah bin Mas'ud)

ketiga, wafat pada malam jum'at
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah "Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari jum'at atau pada malam jum'at kecuali pastilah Allah menghindarkannya dari siksa kubur" (HR. Ahmad)

keempat, mati syahid dalam medan perang
Mengenai hal ini Allah berfirman:
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup disisi Tuhan-Nya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahal orang-orang yang beriman" (Ali Imraan:169-171) Adapun hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang berkenaan dengan masalah ini sangat banyak dijumpai diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah bersabda:
"Bagi orang yang mati syahid ada 6 keistimewaan yaitu: diampuni dosanya sejak mulai pertama darahnya mengucur, melihat tempatnya didalam surga, dilindungi dari adzab kubur, dan terjamin keamanannya dari malapetaka besar, merasakan kemanisan iman, dikawinkan dengan bidadari, dan diperkenankan memeberikan syafa'at bagi 70 orang kerabatnya" (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad) 2. Seorang sahabat Rasulullah berkata: "Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata: Wahai Rasulullah mengapa orang mukmin mengalami fitnah dikuburan mereka kecuali yang mati syahid? beliau menjawab: Cukuplah ia menghadapi gemerlapnya pedang diatas kepalanya sebagai fitnah" (HR. an-Nasai)
catatan:
Dapatlah memperoleh mati syahid asalkan permintaannya benar-benar muncul dari lubuk hati dan penuh dengan keikhlasan, kendatipu ia tidak mendapatkan kesempatan mati syahid dalam peperangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: "Barang siapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan menyampaikannya derajat para syuhada sekalipun ia mati diatas ranjangnya"(HR. Imam Muslim dan al-Baihaqi)

kelima, mati dalam peperangan fisabilillah

Ada dua hadist Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
1. Rasulullah bersabda:"Apa yang kalian katagorikan sebagai orang yang mati syahid diantara kalian? mereka menjawab :Wahai Rasulullah yang kami anggap sebagai orang yang mati syahid adalah siapa sja yang mati terbunuh dijalan Allah. Beliau bersabda:Kalau begitu ummatku yang mati syahid sangatlah sedikit. Para sahabat kembali bertanya:Kalau begitu siapa sajakah dari mereka yang mati syahid wahai Rasulullah? beliau menjawab: Barangsiapa yang terbunuh dijalan Allah, yang mati sedang berjuang dijalan Allah, dan yang mati karena penyakit kolera, yang mati karena penyakit perut (yakni disebabkan penyakit yang menyerang perut seperti busung lapar, diare atau sejenisnya) maka dialah syahid dan orang-orang yang mati tenggelam dialah syahid "(HR. Muslim, Ahmad, dan al-Baihaqi)
2. Rasulullah bersabda: Siapa saja yang keluar dijalan Allah lalu mati atau terbunuh maka ia adalah mati syahid. Atau yang dibanting oleh kuda atau untanya lalu mati atau digigit binatang beracun atau mati diatas ranjangnya dengan kematian apapun yang dikehendaki Allah, maka ia pun syahid dan baginya surga" (HR. Abu Daud,al-Hakim, dan al-Baihaqi)

keenam , mati disebabkan penyakit kolera.
Tentang ini banyak hadits Rasulullah meriwayatkannya diantaranya sebagai berikut: 1. Dari Hafshah binti Sirin bahwa Anas bin MAlik berkata:"Bagaimana Yahya bin Umrah mati? Aku jawab: "Karena terserang penyakit kolera" ia berkata:Rasulullah telah bersabda: penyakit kolera adalah penyebab mati syahid bagi setiap muslim" (HR. Bukhari, ath-Thayalusi dan Ahmad) 2. Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang penyakit kolera. Lalu beliau menjawab;"Adalah dahulunya penyakit kolera merupakan adzab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kemudia Dia jadikan sebagai rahmat bagi kaum mukmin. Maka tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah kolera lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah tetapkan baginya pahala orang yang mati syahid"(HR. Bukhari, al-Baihaqi dan Ahmad)

kedelapan,mati karena tenggelam.

kesembilan, mati karena tertimpa reruntuhan/tanah longsor.
Dalil dari 2 point diatas adalah berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam: "Para syuhada itu ada lima; orang yang mati karena wabah kolera, karena sakit perut, tenggelam, tertimpa reruntuhan bangunan, dan syahid berperang dijalan Allah"
(HR.Imam Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad)

kesepuluh, perempuan yang meninggal karena melahirkan.
Ini berdasarkan hadits yang diberitakan dari Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menjenguk Abdullah bin Rawahah yang tidak bisa beranjak dari pembaringannya, kemudian beliau bertanya : "Tahukah kalian siapa syuhada dari ummatku? orang-orang yang ada menjawab:Muslim yang mati terbunuh" beliau bersabda:Kalau hanya itu para syuhada dari ummatku hanya sedikit. Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga)" (HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi) menurut Imam Ahmad ada periwayatan seperti itu melalui jalur sanad lain dalam Musnad-nya.

kesebelas, mati terbakar.

keduabelas, mati karena penyakit busung perut.
Tentang kedua hal ini banyak sekali riwayat, dan yang paling masyhur adalah dari Jabir bin Atik secara marfu': "Para syuhada ada 7: mati terbunuh dijalan Allah, karena penyakit kolera adalah syahid,mati tenggelam adalah syahid,karena busung lapar adalah syahid, karena penyakit perut keracunan adalah syahid,karena terbakar adalah syahid, dan yang mati karena tertimpa reruntuhan(bangunan atau tanah longsor) adalah syahid, serta wanita yang mati pada saat mengandung adalah syahid"
(HR. Imam Malik, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu MAjah dan Ahmad)

Ketigabelas, mati karena penyakit Tubercolosis (TBC).
Ini berdasarakan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
"Mati dijalan Allah adalah syahid, dan perempuan yang mati ketika tengah melahirkan adalah syahid, mati karena terbakar adalah syahid, mati karena tenggelam adalah syahid, mati karena penyakit TBC adalah syahid, dan mati karena penyakit perut adalah syahid"(HR.Thabrani)

keempatbelas, mati karena mempertahankan harta dari perampok.
Dalam hal ini banyak sekali haditsnya, diantaranya sebagai berikut:
1. "Barangsiapa yang mati karena mempertahankan hartanya (dalam riwayat lain; Barang siapa menuntut hartanya yang dirampas lalu ia terbunuh) adalah syahid" (HR. Bukhari, Muslim, Abu DAud, an-Nasa'i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
 2. Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi seraya berkata: "Ya, Rasulullah, beritahukanlah kepadaku bagaimana bila ada seseorang yang datang dan akan merampas hartaku" beliau menjawab: 'jangan engkau berikan' Ia bertanya; bagaimana kalau ia membunuhku? beliau menjawab; Engkau mati syahid. Orang itu bertanya kembali,Bagaimana kalau aku yang membunuhnya? beliau menjawab; ia masuk neraka"(HR. Imam Muslim, an-Nasa'i dan Ahmad)
3. Mukhariq berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi dan berkata :
"ada seorang laki-laki hendak merampas hartaku, beliau bersabda: Ingatkan dia akan Allah. Orang itu bertanya: bila tetap saja tak mau berdzikir? beliau menjawab: Mintalah tolong orang disekitarmu dalam mengatasinya.Orang itu bertanya lagi : Bila tidak saya dapati disekitarku seorangpun? Beliau menjawab:Serahkan dan minta tolonglah kepada penguasa.Ia bertanya: Bila penguasa itu jauh tempatnya dariku? beliau bersabda: berkelahilah dalam membela hartamu hingga kau mati dan menjadi syahid atau mencegah hartamu dirampas"
(HR. An-Nasa'i, dan Ahmad)

kelima belas dan keenam belas, mati dalam membela agama dan jiwa.
Dalam hal ini ada dua riwayat hadits sebagai berikut:
1.""Barangsiapa mati terbunuh dalam membela hartanya maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati dalam membela keluarganya maka ia mati syahid, dan barang siapa yang mati dlam rangka membela agama(keyakinannya) maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati mempertahankan darah (jiwanya) maka ia syahid"
(HR. Abu Daud, an-Nasa'i, at-tirmidzi, dan Ahmad)
2. "Barangsiapa mati dalam rangka menuntut haknya maka ia mati syahid"
(HR. An-Nasa'i)

ketujuhbelas, mati dalam berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah.
Dalam hal ini ada dua hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wasslam :
1."Berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah sehari semalam adalah lebih baik daripada berpuasa selama sebulan dengan mendirikan (shalat) pada malam harinya. Apabila ia mati, maka mengalirkan pahala amalannya yang dahulu dilakukannya dan juga rezekinya serta aman dari siksa kubur(fitnah kubur)"
(HR. Imam Muslim, an-Nasa'i, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad)
2. "setiap orang yang meninggal akan disudahi amalannya kecuali orang yang mati dalam berjaga-jaga dijalan Alllah, maka amalannya dikembangkan hingga tiba hari kiamat nanti serta terjaga dari fitnah kubur"
(HR. ABu Daud, Tirmidzi, Hakim, dan Ahmad)

kedelapan belas, orang yang meninggal pada saat mengerjakan amal shaleh.
Ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
"Barangsiapa mengucapkan 'laa ilaaha illallah' dengan berharap akan keridhaan Allah, dan diakhir hidupnya mengucapkannya, maka ia akan masuk surga. Dan, barangsiapa yang berpuasa sehari mengharap keridhaan Allah kemudian mengakhiri hidupnya dengannya (puasa), maka ia masuk surga. Dan barangsiapa bersedekah mencari ridha Allah dan menyudahinya dengan (sedekah) maka ia akan masuk surga"
(HR. Ahmad)

Mati Syahid

Allah memberikan kepada orang yang mati syahid dengan 7 keutamaan, yaitu:
1. Bau darahnya seperti aroma misk
“Demi dzat yang jiwaku ditanganNya! Tidaklah seseorang dilukai dijalan Allah-dan Allah lebih tahu siapa yang dilukai dijalanNya-melainkan dia akan datang pada hari kiamat : berwarna merah darah sedangkan baunya bau misk” (HR. Ahmad dan Muslim)
2. Tetesan darahnya merupakan salahsatu tetesan yang paling dicintai Allah.
“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas : tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah” (HR. At Tirmidzi - hadits hasan)
3. Ingin dikembalikan lagi kedunia (untuk syahid lagi)
4. Ditempatkan disurga firdaus yang tertinggi
5. Arwah Syuhada ditempatkan ditembolok burung hijau
6. Orang yang mati syahid itu hidup
7. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan
“Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (kesakitan) pembunuhan kecuali sebagaiman seorang diantara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i - hadits hasan)
Sakaratul Mautnya para Nabi
Apa yang terjadi pada para nabi ‘alaihimussalam berupa pedih dan rasa sakit menghadapi kematian serta sakaratul maut, memiliki dua faedah:

1. Agar makhluk mengetahui kadar sakitnya maut, meskipun hal itu adalah perkara yang tidak nampak. Terkadang, seseorang melihat ada orang yang meninggal tanpa adanya gerakan dan jeritan. Bahkan dia melihat sangat mudah ruhnya keluar. Alhasil, dia pun menyangka bahwa sakaratul maut itu urusan yang mudah. Padahal dia tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dirasakan oleh orang yang mati. Maka, tatkala diceritakan tentang para nabi yang menghadapi sakit karena sakaratul maut –padahal mereka adalah orang-orang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pula yang meringankan sakitnya sakaratul maut pada sebagian hamba-Nya– hal itu akan memupus anggapan bahwa dahsyatnya sakaratul maut yang dirasakan dan dialami oleh mayit itu benar-benar terjadi –selain pada orang syahid yang terbunuh di medan jihad–, karena adanya berita dari para nabi ‘alaihimussalam tentang perkara tersebut1.

2. Kadang-kadang terlintas di dalam benak sebagian orang, para nabi adalah orang-orang yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana bisa mereka merasakan sakit dan pedihnya perkara ini? Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuasa untuk meringankan hal ini dari mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَمَّا إِنَّا قَدْ هَوَّنَّا عَلَيْكَ
“Adapun Kami sungguh telah meringankannya atasmu.”
Maka jawabannya adalah:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ بَلَاءً فِي الدُّنْيَا الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ
“Sesungguhnya orang yang paling dahsyat ujiannya di dunia adalah para nabi, kemudian yang seperti mereka, kemudian yang seperti mereka.”2
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menguji mereka untuk menyempurnakan keutamaan-keutamaan serta untuk meninggikan derajat mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu bukanlah kekurangan bagi mereka dan bukan pula azab. (At-Tadzkirah, hal. 25-26)
Menyikapi Kematian

Dalam  keadaan  mati  mendadak,  sakarat  al-maut  itu hanya terjadi beberapa saat singkat, yang mengalaminya akan merasa sangat  sakit  karena  kematian  yang dihadapinya ketika itu diibaratkan oleh Nabi Saw.- seperti "duri yang berada  dalam
kapas,  dan  yang dicabut dengan keras." Banyak ulama tafsir menunjuk ayat Wa nazi'at gharqa (Demi malaikat-malaikat yang mencabut  nyawa  dengan  keras)  (QS  An-Nazi'at  [79]:  1), sebagai isyarat  kematian  mendadak.  Sedang  lanjutan  ayat
surat     tersebut     yaitu    Wan    nasyithati    nasytha (malaikat-malaikat yang mencabut ruh  dengan  lemah  lembut) sebagai   isyarat   kepada   kematian  yang  dialami  secara
perlahan-lahan.3

Kematian yang melalui proses lambat itu dan yang  dinyatakan oleh  ayat  di  atas  sebagai "dicabut dengan lemah lembut," sama keadaannya dengan proses yang  dialami  seseorang  pada saat  kantuk  sampai  dengan  tidur. Surat Al-Zumar (39): 42
yang  dikutip   sebelum   ini   mendukung   pandangan   yang mempersamakan  mati  dengan tidur. Dalam hadis pun diajarkan bahwasanya tidur identik dengan kematian. Bukankah doa  yang diajarkan  Rasulullah  Saw.  untuk  dibaca  pada saat bangun
tidur adalah:

 "Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami (membangunkan dari tidur) setelah mematikan kami (menidurkan). Dan kepada-Nya jua kebangkitan  (kelak)."

Pakar tafsir Fakhruddin Ar-Razi, mengomentari surat Al-Zumar
(39): 42 sebagai berikut:

   "Yang pasti adalah tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang  tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi."

Kalau  demikian.  mati  itu  sendiri  "lezat  dan   nikmat," bukankah   tidur   itu   demikian?  Tetapi  tentu  saja  ada faktor-faktor ekstern yang dapat menjadikan  kematian  lebih lezat dari tidur atau menjadikannya amat mengerikan melebihi
ngerinya   mimpi-mimpi   buruk   yang    dialami    manusia. Faktor-faktor  ekstern  tersebut muncul dan diakibatkan ole amal manusia yang diperankannya dalam kehidupan dunia ini

Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam   Ahmad   menjelaskan   bahwa,  "Seorang  mukmin,  saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh  malaikat  sambil menyampaikan  dan  memperlihatkan  kepadanya  apa yang bakal
dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya  kecuali  bertemu  dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya  dengan  orang  kafir  yang   juga   diperlihatkannya kepadanya  apa  yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak
ada sesuatu yang lebih dibencinya  daripada  bertemu  dengan Tuhan."

Dalam surat Fushshilat (41): 30 Allah berfirman,

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
 mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula bersedih, serta  bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah  kepada kamu.'"

Turunnya  malaikat  tersebut  menurut  banyak  pakar  tafsir adalah  ketika  seseorang  yang sikapnya seperti digambarkan ayat di atas sedang menghadapi  kematian.  Ucapan  malaikat, "Janganlah  kamu  merasa  takut"  adalah  untuk  menenangkan
mereka menghadapi maut  dan  sesudah  maut,  sedang  "jangan bersedih"   adalah   untuk  menghilangkan  kesedihan  mereka menyangkut persoalan dunia yang ditinggalkan  seperti  anak, istri, harta, atau hutang.

 Di  sisi  lain,  manusia  dapat  "menghibur"  dirinya menghadapi   kematian  dengan  jalan  selalu  mengingat  dan meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak  seorang pun  akan  luput  darinya,  karena  "kematian  adalah risiko hidup." Bukankah Al-Quran menyatakan bahwa,      "Setiap jiwa akan merasakan kematian?" (QS Ali  'Imran [3]: 183)      "Kami tidak menganugerahkan hidup abadi untuk  seorang manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu meninggal dunia mereka akan kekal abadi? (QSAl-Anbiya' [21]: 34) Keyakinan  akan  kehadiran  maut  bagi  setiap  jiwa   dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam  kegembiraan, semakin   besar   pengaruh   kegembiraan   itu   pada  jiwa;sebaliknya,  semakin  banyak  yang  tertimpa  atau  terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul." "Mahasuci Allah Yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya DiaMahamulia lagi Maha Pengampun" (QS Al-Mulk [67]:1-2).1 Demikian  terlihat  bahwa  kematian  dalam  pandangan  Islambukanlah  sesuatu  yang  buruk,  karena di samping mendorong manusia untuk  meningkatkan  pengabdiannya  dalam  kehidupan dunia  ini,  ia  juga merupakan pintu gerbang untuk memasukikebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati.wallah almusta’an Jakarta  1/2/2013
READ MORE - HIDUP DAN MATI

sedikih yang BERSYUKUR



                        HIDUP dengan  BERSYUKUR

"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat pemberian Ku) kepadamu." (Q.s. Ibrahim: 7)
Bersyukur kepada Allah adalah salah satu konsep yang secara prinsip ditegaskan di dalam Al-Qur'an pada hampir 70 ayat. Perumpamaan dari orang yang bersyukur dan kufur diberikan dan keadaan mereka di akhirat digambarkan. Alasan kenapa begitu pentingnya bersyukur kepada Allah adalah fungsinya sebagai indikator keimanan dan pengakuan atas keesaan Allah. Dalam salah satu ayat, bersyukur digambarkan sebagai penganutan tunggal kepada Allah:
MINTAK AMPUN
Hai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik yang kami berikan kepadamu. Dan bersyukurlah kepada Allah jika memang hanya dia saja yang kamu sembah. (Al-Baqarah: 172)
Syukur merupakan akhlak ketuhanan dan termasuk sebahagian dari maqom tertinggi seorang salik, pakaian orang-orang yang berma'rifat dan hiasan orang-orang yang didekatkan dan disampaikan ke pangkuan Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengam­puni kamu. Dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun" [Q.S.  At Taghobun: 17].
Makna Syukur                                                   
 
Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab.  Kata
ini  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1)
rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah  (menyatakan
lega, senang, dan sebagainya).

Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar
bahasa  Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran,
bahwa kata "syukur"  mengandung  arti  "gambaran  dalam  benak
tentang  nikmat  dan  menampakkannya  ke  permukaan." Kata ini
--tulis Ar-Raghib-- menurut sementara ulama berasal dari  kata
"syakara"  yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan
dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup --(salah  satu
artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.

Pengertian Syukur
syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, yang berarti berterima kasih kepada atau berati pujian atau ucapan terima kasih atau peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang . Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.
Dzunnun al-Mishri memberi tiga gambaran tentang manifestasi syukur dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, kepada yang lebih tinggi urutan dan kedudukannya, maka ia senantiasa menaatinya (bit-tha’ah). “Hai orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kalian …” (QS an-Nisa [4]: 59).
Kedua, kepada yang setara, kita mengejawantahnya dengan bil-hadiyyah. Saling tukar pemberian. Kita harus sering-sering memberi hadiah kepada istri atau suami, saudara, teman seperjuangan, sejawat dan relasi. Dengan cara itu, maka akan ada saling cinta dan kasih.
Ketiga, kepada yang lebih bawah dan rendah dari kita, rasa syukur dimanifestasikan dengan bil-ihsan. Selalu memberi dan berbuat yang terbaik. Kepada anak, adik-adik, anak didik, para pegawai, buruh, pembantu di rumah dan semua yang stratanya di bawah kita, haruslah kita beri sesuatu yang lebih baik. Jalinlah komunikasi dan berinteraksilah dengan baik, dan kalau hendak men-tasharuf-kan rezeki, berikan dengan sesuatu yang baik (QS as-Syu’ara [26]: 215 dan al-Baqarah [2]:195).
Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Madarijus Salikin (II/244) mengatakan,”Syukur itu berlandaskan pada lima kaidah. Syukur belum disebut sempurna tanpa lima hal berikut ini:
• Orang yang bersyukur harus tunduk kepada yang disyukuri
• Orang yang bersyukur harus mencintai yang disyukuri
• Orang yang bersyukur harus mengakui pemberian nikmat yang disyukuri
• Orang yang bersyukur harus memuji yang disyukuri atas nikmat tersebut
• Orang yang bersyukur harus menggunakan nikmat tersebut sebagaimana mestinya



Manfaat Syukur 
 
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur  kembali
kepada  orang  yang  bersyukur,  sedang Allah Swt. sama sekali
tidak memperoleh bahkan tidak  membutuhkan  sedikit  pun  dari
syukur makhluk-Nya.
 
Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka
sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan
sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)
 
Karena  itu  pula,  manusia  yang   meneladani   Tuhan   dalam
sifat-sifat-Nya,  dan  mencapai peringkat terpuji, adalah yang
memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang  diberi)  atau
ucapan terima kasih.
 
Al-Quran  melukiskan  bagaimana satu keluarga (menurut riwayat
adalah  Ali  bin  Abi  Thalib  dan  istrinya  Fathimah   putri
Rasulullah  Saw.)  memberikan  makanan  yang mereka rencanakan
menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga  orang  yang
membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,
 
Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima
kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).
 
Walaupun manfaat  syukur  tidak  sedikit  pun  tertuju  kepada
Allah,  namun  karena  kemurahan-Nya,  Dia menyatakan diri-Nya
sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan  Syakiran
Alima  (QS  An-Nisa'  [4]:  147),  yang keduanya berarti, Maha
Bersyukur  lagi  Maha  Mengetahui,  dalam  arti   Allah   akan
menganugerahkan  tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk
yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain  dijelaskan  oleh
firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas.
Diriwayatkan dari Sayyidina Anas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada suatu nikmat, meskipun masanya sudah lewat, dimana seorang hamba memperbaharui syukur atas nikmat tersebut, kecuali Allah SWT akan memperbaharui pahala untuknya. Dan tidak ada suatu musibah, meskipun masanya sudah lewat, di mana seorang hamba memperbaharui istirja' (membaca innaa lillaaHhi wa innaa ilaiHhi raaji'un), kecuali Allah SWT akan memperbaharui pahala untuknya. Mensyukuri atas nikmat akan meringankan beban yang berat, dan bersabar atas kesusahan dan kesulitan akan memelihara, menjaga dan mengumpulkan buah yang akan dipetik."
Manfaat dari shukur adalah menjadikan anugerah kenikmatan yang didapat menjadi langgeng, dan semakin bertambah. Ibn ‘Ata’illah memaparkan bahwa jika seorang salik tidak menshukuri nikmat yang didapat, maka bersiap-siaplah untuk menerima sirnanya kenikmatan tersebut. Dan jika dia menshukurinya, maka rasa shukurnya akan menjadi pengikat kenikmatan tersebut. Allah berfirman: لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ (Jika kalian bershukur [atas nikmat-Ku) niscaya akan kutambah [kenikmatan itu]).1
Jika seorang salik tidak mengetahui sebuah nikmat yang diberikan Allah kepada-Nya, maka dia akan mengetahuinya ketika nikmat tersebut telah hilang. Hal inilah yang telah diperingatkan oleh Ibn ‘Ata’illah.
Lebih lanjut Ibn ‘Ata’illah menambahkan hendaknya seorang salik selalu bershukur kepada Allah sehingga ketika Allah memberinya suatu kenikmatan, maka dia tidak terlena dengan kenikmatan tersebut dan menjadikan-Nya lupa kepada Sang Pemberi Nikmat.
Meskipun pada dasarnya semua kenikmatan pada hakikatnya adalah dari Allah, shukur kepada makhluk juga menjadi kewajiban seorang salik. Dia harus bershukur terhadap apa yang telah diberikan orang lain kepadanya, karena hal ini adalah suatu tuntutan shari‘at, seraya mengakui dan meyakini dalam hati bahwa segala bentuk kenikmatan tersebut adalah dari Allah.
Pengejawantahan shukur tetap harus dilandasi dengan menanggalkan segala bentuk angan-angan dan keinginan. Akal adalah kenikmatan paling agung yang diberikan Allah kepada manusia. Karena akal inilah manusia menjadi berbeda dari sekalian makhluk. Namun, dengan kelebihan akal ini pula manusia memiliki potensi untuk bermaksiat kepada Allah. Dengan akal ini manusia dapat berpikir, berangan-angan, dan berkehendak. Sehingga manusia memiliki potensi untuk mengangan-angankan dan menginginkan suatu bentuk kenikmatan yang akan diberikan oleh Allah. Hal inilah yang harus ditiadakan dalam pengejawantahan shukur.
Dari pemaparan di atas, tidak ada kemusykilan lagi, bahwa Allah SWT memuji hamba-hamba-Nya yang ta'at dan soleh dengan menyebutkan ketaatan mereka, dan ini juga termasuk kebaikan yang dilakukan oleh Allah. Seorang hamba juga dapat disebut syakur, karena memuja dan memuji Allah dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya, dan hal ini juga termasuk bentuk perbuatan baik yang agung. Maksudnya, bahwa kebaikan seorang hamba kepada Tuhannya adalah berbakti kepada Allah SWT, sedangkan kebaikan Allah Yang Maha Haq kepada hamba-Nya adalah memberi kenikmatan berupa pertolo­ngan untuk berbuat syukur kepada-Nya. Syukur seorang hamba; intipati yang utama adalah mengucapkan dengan lisan dan mengakui dengan hati atas nikmat-nikmat yang dianugerah­kan oleh Allah, disertai dengan sikap tenang dan teduhnya anggota badan.  

Macamnya Syukur

1.     Syukur dengan lisan, iaitu pengakuan seorang hamba atas nikmat yang disertai rasa tenang, teduh, merasa bodoh, hina dan nista.
2.     Syukur dengan badan dan anggota badan, iaitu pengabdian seorang hamba dengan memenuhi, mengabdi dan berkhidmah kepada Allah SWT.
3.     Syukur dengan hati, yaitu bersimpuhnya seorang hamba atas dasar kemuliaan, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurna­an Allah SWT, dengan selalu mejaga kemuliaanNya.
Syukur dengan lisan hanya sekedar syukur secara bahasa saja. Syukur dengan anggota badan merupakan syukur secara bahasa dan istilah, dengan memandang cakupannya pada anggota lahir dan anggota bathin. Sedangkan syukur dengan hati adalah dengan bersimpuhnya seorang hamba atas dasar rasa menyaksikan kemulia­an, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan  Allah SWT. Yakni, hatinya selalu menghadirkan dan melihat bahwa setiap anugerah dan kemuliaan itu datangnya dari Allah semata. Syaratnya adalah adanya kekuatan roja' (harapan) akan diterima di sisi Allah, yang disertai dengan selalu menjaga (aturan Allah) dan menyaksikan kemuliaan, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan Allah SWT, serta melaksanakan hakikat mengikuti Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW dengan penuh tanggung jawab dan tanpa adanya keinginan untuk diberi atau tidak. Sayyiduna Asy Syaikh Khoirun Nassaj RA berkata: "Harta warisan amal-amalmu adalah sesuatu yang layak pada semua perbua­tan­mu. Oleh kerana itu, carilah harta warisan anugerah dan kemuliaan-Nya, kerana hal itu jauh lebih utama bagimu."
Bersyukur Ala Shufi
Abu Bakr al Warraq berkata, "Syukur atas nikmat adalah memberikan musyahadah terhadap, anugerah tersebut dan menjaga penghormatan."
Hamdun al Qashshar menegaskan, "Bersyukur atas anugerah adalah bahwa engkau memandang dirimu sebagai parasit dalam syukur."
Al-junayd berkomentar, "Ada cacat dalam bersyukur, karena manusia yang bersyukur melihat peningkatan bagi dirinya sendiri; jadi ia sadar di sisi Allah swt. lebih dari bagian dirinya sendiri."
Abu Utsman berkata, "Syukur berarti mengenal kelemahan dari syukurnya itu sendiri."
Dikatakan, "Bersyukur atas kemampuan untuk bersyukur adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Dengan cara memandang bahwa rasa bersyukur Anda datang karena Dia telah memberikan taufik Nya. Dan taufiq Nya itu termasuk nikmat yang diperuntukkan bagi diri Anda. Jadi Anda bersyukur atas kesyukuran Anda, dan kemudian Anda bersyukur terhadap kesyukuran atas kesyukuran Anda, sampai tak terhingga."
Dikatakan, "Bersyukur adalah menisbatkan anugerah kepada pemiliknya yang sejati dengan sikap kepasrahan."

Al-junayd mengatakan, "Bersyukur adalah bahwa engkau tidak memandang dirimu layak menerima nikmat."
Ruwaym menegaskan, "Bersyukur adalah engkau menghabiskan seluruh kemampuanmu."
Al-junayd menjelaskan, "Suatu waktu, ketika aku masih berumur tujuh tahun, aku sedang bermain main di hadapan as-Sary, dan sekelompok orang yang sedang berkumpul di hadapannya, berbincang tentang syukur. Ia bertanya kepadaku, ‘Wahai anakku, apakah bersyukur itu?’ Aku menjawab, ‘Syukur adalah jika orang tidak menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat kepada Nya.’ Ia mengatakan, ‘Derajatmu di sisi Allah akan segera engkau peroleh melalui lidahmu, nak’!" Al-junayd mengatakan, ‘Aku senantiasa menangis mengingat kata kata as Sary itu."
Asy-Syibly menjelaskan, "Syukur adalah kesadaran akan Sang Pemberi nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri."
Dikatakan, "Syukur adalah kendali yang ada serta jerat bagi apa yang tiada."
Abu Utsman berkata, "Kaum awam bersyukur karena diberi makanan dan pakaian, sedangkan kaum khawash bersyukur atas makna makna yang datang di hati mereka."
Dikatakan bahwa Daud as. bertanya, "Ilahi, bagaimana aku dapat bersyukur kepacla Mu, sedangkan bersyukurku itu sendiri adalah nikmat dari Mu?" Allah mewahyukan kepadanya, "Sekarang, engkau benar benar telah bersyukur kepada Ku."
Banyak cara untuk bersyukur kepada Allah. Sala satunya dengan bersujud syukur. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ”Ketika seseorang mendapatkan sesuatu yang menyenangkan atau mendengar kabar gembira, maka ia menyungkur sujud sebagai ngkapan rasa syukur kepada Allah Ta’ala.”
Balasan Bagi yang Bersyukur
Marilah kita melihat, mempelajari  dan memikirkan perilaku Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau SAW melakukan solat sehingga kedua kaki mulia beliau bengkak agar menjadi hamba Allah yang banyak bersyukur. Beliau SAW ditanya: "Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu yang telah lewat dan yang akan datang ?" Beliau SAW menjawab: "Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur” [H.R. Bukhori-Muslim]. 
Bersyukur kepada Allah merupakan salah satu ujian dari Allah. Manusia dikaruniani banyak kenikmatan dan diberitahu cara memanfaatkannya. Sebagai balasannya, manusia diharapkan untuk taat kepada penciptanya. Namun manusia diberi kebebasan untuk memilih apakah hendak bersyukur atau tidak:
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya dengan beban perintah dan larangan. Karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus: Ada yang bersyukur, namun ada pula yang kafir. (Al-Insan: 2-3)

ALLAH menjanjikan balasan yang sangat besar bagi orang- orang yang bersyukur, yaitu menambahkan nikmat- nikmatNYA. Adapun yang dimaksud tambahan nikmat adalah adakalanya tambahan nikmat dunia, adakalanya tambahan nikmat sehat seluruh keluarganya, adakalanya tambahan nikmat itu berupa pengampunan dosa dan tambahan pahala, bahkan adakalanya tambahan nikmat itu semua yang diatas. Subhanallah, ALLAH memang benar- benar maha rohman dan maha rohim, sehingga tidak ada celah bagi hamba- hambaNYA untuk berburuk sangka kepadaNYA terlebih untuk mendustakanNYA.
Dan ingat pulalah ketika Tuhanmu memberikan pernyataan: "Jika kamu bersyukur pasti Kutambah nikmatKu kepadamu; sebaliknya jika kamu mengingkari nikmat itu, tentu siksaanku lebih dahsyat. (Ibrahim: 7) Karunia itulah yang disampaikan Allah sebagai berita gembira kepada hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan kebaikan. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu atas seruanku ini, kecuali hanya kasih sayang dalam kekeluargaan. Siapa yang mengerjakan kebaikan, Kami lipat gandakan kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Penilai. (Ash-Syura: 23) Kaum Luthpun telah mendustakan peringatan Tuhan. Kami hembuskan kepada mereka angin puyuh, kecuali kaum keluarga Luth, mereka telah kami selamatkan sebelum fajar menyingsing. Suatu anugrah dari kami. Demikianlah kami memberi ganjaran kepada siapa yang bersyukur. (Al-Qamar: 33-35)
Jakarta  31/112013

READ MORE - sedikih yang BERSYUKUR
 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman