Rabu, 29 Juni 2016

MALAM YANG INDAH




TANDA –TANDA  LAILATUL  QADAR
Lalu bagaimanakah tanda-tanda yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini? Nabi SAW pernah mengabarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tanda malam lailatul qadar, yaitu:
1. Udara dan Suasana Pagi yang Tenang
Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Lailatul Qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah.”
2. Cahaya Mentari Redup
Ada juga hadits nabi yang menginformasikan ciri malam Qadar adalah bila ada cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya. Dasarnya dari hadits Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Keesokan hari malam Qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan,” (HR. Muslim)
3. Terkadang Terbawa dalam Mimpi
Malam itu terbawa dalam mimpi, seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum.
“Dari sahabat Ibnu Umar radliyallahu’anhuma bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi saw diperlihatkan malam Qadar dalam mimpi (oleh Allah SWT) pada 7 malam terakhir (Ramadhan) kemudian Rasulullah saw berkata,”Aku melihat bahwa mimpi kalian (tentang lailatul Qadar) terjadi pada 7 malam terakhir. Maka barang siapa yang mau mencarinya maka carilah pada 7 malam terakhir,”(HR Muslim)
4. Bulan Nampak Separuh Bulatan
Ada juga yang menyebutkan bahwa malam itu bulan nampak separuh bulatan, sebagaimana hadits berikut ini :

Abu Hurairah radliyallahuanhu berkata, ”Kami pernah berdiskusi tentang lailatul Qadar di sisi Rasulullah SAW, beliau berkata, “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan,” (HR. Muslim)
5. Malam dengan Ciri Tertentu
Ciri yang lain dari malam Qadar adalah malam itu terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan). Dasarnya adalah hadits Ubadah bin Shamit radhiyallahuanhu berikut ini :
“Malam itu adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu,” (HR. Ahmad).
Juga ada hadits yang senada dari hadits Watsilah bin al-Asqa’ dari Rasulullah SAW::
“Lailatu-Qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan),” (HR. At-Thabrani)[1]
6. Lezatnya Ibadah
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa ciri malam Qadar adalah bila orang-orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.
Namun, dari sekian banyak riwayat yang menunjukkan bahwa malam Lailatul Qadar ini mempunyai tanda dan alamat yang bisa diketahui dan dirasakan, tidak berarti bahwa setiap orang dapat mengatahui dan merasakannya.
Seorang muslim yang menghidupkan malam-malam Ramadhannya, memungkinkan baginya mendapatkan malam Qadar itu tanpa ia ketahui tanda malam mulia tersebut.
Jadi mengetahui tanda malam Qadar itu bukan sesuatu yang pasti dan dapat dirasakan oleh semua orang yang menghidupkan malam tersebut.
Imam Thobari mengatakan: “Itu (tanda-tanda Lailatul Qadar) tidak mesti, seorang muslim bisa saja mendapatkan malam mulia tersebut dan ia tidak melihat atau mendengar sesuatu dari tanda-tanda itu”.
Wallahu a’lam bishshawab.[]
Sumber: Dilansir dari penjelasan Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA selaku pengasuh rubrik konsultasi fiqih dalam rumahfiqih.com
[1] Al-Imam Ath-Tabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir jilid 22 hal. 59 dengan sanad hasan
JAKARTA 30/6/2016
READ MORE - MALAM YANG INDAH

LAILATUL QADAR




MALAM 1000 BULAN

Umat Islam meyakini bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Malam ganjil yang diyakini datang di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ini merupakan waktu yang diharapkan oleh seluruh umat Islam. Karena apabila kita melakukan amal kebaikan pada malam itu, seolah-olah kita telah melakukan ibadah yang nilainya setara dengan 1.000 bulan atau 83 tahun.

Keinginan untuk mendapatkan hikmah dan berkah Lailatul Qadar ini bukanlah sesuatu yang tidak beralasan. Rasulullah Saw sendiri menyeru kepada umatnya untuk menyongsong malam seribu bulan ini.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).

Malam yang istimewa itu masih merupakan tanda tanya, dan tidak diketahui secara pasti kapan datangnya. Namun, menjelang akhir Ramadhan, Rasulullah SAW biasanya lebih fokus beribadah, terutama sepuluh malam terakhir. Hal ini sebagaimana yang disebutkan ‘Aisyah:

“Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah,” (HR Al-Bukhari).

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah Saw sedang duduk i’tikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan. Para sahabat pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah.

Ketika Rasulullah berdiri shalat, para sahabat juga menuanaikan shalat. Ketika beliau menegadahkan tangannya untuk berdoa, para sahabat pun serempak mengamininya.

Saat itu langit mendung tidak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 dari bulan Ramadhan.

Disaat Rasulullah Saw dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan. Salah seorang sahabat ada yang ingin membatalkan shalatnya, ia bermaksud ingin berteduh dan lari dari shaf, namun niat itu digagalkan karena dia melihat Rasulullah Saw dan sahabat lainnya tetap sujud dengan khusuk tidak bergerak.

Air hujan pun semakin menggenangi masjid dan membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berada di dalam masjid tersebut, akan tetapi Rasulullah Saw dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya.

Beliau basah kuyup dalam sujud. Namun sama sekali tidak bergerak. seolah-olah beliau sedang asyik masuk kedalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang masuk kedalam suatu alam keindahan. Beliau sedang diliputi oleh cahaya Ilahi.

Beliau takut keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau bergerak dari sujudnya. Beliau takut cahaya itu akan hilang jika beliau mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali di dalam sujudnya. Beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Ketika Rasulullah Saw mengangat kepala dan mengakhiri shalatnya, hujan pun berhenti seketika.

Anas bin Malik, sahabat Rasulullah Saw bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil pakaian kering untuk Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan berkata “Wahai anas bin Malik, janganlah engkau mengambilkan sesuatu untukku, biarkanlah kita sama-sama basah, nanti juga pakaian kita akan kering dengan sendirinya”.

Apa yang dilakukan Rasulullah Saw ini menunjukkan betapa banyak hikmah dan rahasia di balik malam seribu bulan. Semoga malam yang tersisa di bulan Ramadhan ini mampu kita manfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
JAKARTA 30/6/2016
READ MORE - LAILATUL QADAR

PENGHUNI SURGA




 SURGA MERINDUKAN MANUSIA
Surga rindu terhadap 4 (empat) golongan manusia, diantaranya :
1. Orang yang gemar membaca Al-Quran,
2. Orang yang memelihara lisan dari ucapan yang keji dan mungkar,
3. Orang yang memberi makan yang sedang kelaparan (puasa),
4. Orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.
Berdasarkan hadist di bawah ini:
قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم: ألجنّة مشتاقة لأربعة نفر : تالي القرآن وحافظ اللّسان ويطعم الجيعان وصوم رمضان
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Surga akan merindukan 4 golongan, yakni orang yang gemar membaca Al-Qur’an, orang yang pandai menjaga ucapannya, orang yang mau memberikan kepada mereka yang sedang lapar, dan orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan”.
Golongan pertama adalah golongan manusia yang suka membaca dan mempelajari Al-Quran. Sebagaimana nasehat nabi Muhammad SAW., yang mengamanahkan umatnya untuk belajar tanpa peduli umur dari lahir hingga masuk ke liang lahat. Satu-satunya bacaan yang berpahala hanyalah membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an dengan lancar maka setiap huruf akan mendapatkan pahala 1. Dan bagi yang belum lancar membacanya akan mendapatkan pahala 2 per huruf.
Orang yang rajin membaca Al-Qur’an, terutama di bulan suci Ramadhan, pahala yang diberikan Allah SWT., bagi yang membaca Al-Qur’an ini dihitung 1 huruf saja pahalanya 700 kali.
” Tiada hari tanpa membaca Al-Qur’an. Dan sebaik-baiknya bacaan itu adalah Al-Qur’an”. Maka dari itu, perbanyaklah membaca Al-Qur’an, apalagi dibulan yang penuh keberkahan ini, semua pahala akan dilipat gandakan.
Golongan kedua adalah golongan orang yang bisa menjaga lisannya sebagaimana hadist nabi yang berbunyi, Akan selamatlah manusia yang bisa menjaga mulutnya”. Lisan dapat menyebabkan orang saling bemusuhan dan bercerai berai. Maka alangkah baiknya bila bulan Ramadhan ini dapat dimanfaatkan untuk belajar menjaga lisan.
Menjaga lidah, dari mengucapkan sesuatu yang bisa menyakitkan hati orang yang mendengarnya, hendaklah kita hindarkan, demikian juga perbuatan kita. Karena semua perbuatan kita di dunia ini semuanya akan dipertanggung jawabkan disisi Allah SWT., di akhirat nanti.
Golongan ketiga yang dirindukan surga Allah adalah golongan orang yang gemar memberi makan orang yang lapar dan berpuasa. Ibadah puasa mengajarkan manusia untuk mengerti dan memahami apa yang dirasakan saudaranya. Memberikan makan kepada orang yang berbuka puasa juga berpahala sangat besar. Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW., “Orang yang memberi makan orang yang berpuasa akan memperoleh pahala seperti orang yang puasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang itu.”
Memberikan makan bagi orang yang kelaparan, ini satu kesempatan baik bagi kita umat Islam yang diberikan Allah kelebihan rezki, untuk rajin bersedekah terutama memberi makanan berbuka puasa untuk orang-orang yang berpuasa.
Golongan keempat yang dirindukan Allah adalah golongan orang-orang yang ikhlas berpuasa di bulan Ramadhan. Sebuah riwayat menceritakan betapa para sahabat nabi merasa sedih dan menangis karena akan ditinggal bulan Ramadhan. Para sahabat tersebut berdoa agar bulan Ramadhan dapat berlangsung sepanjang tahun. Dengan riwayat tersebut dapat disimpulkan betapa besarnya berkah dan anugrah yang ditawarkan Allah melalui bulan Ramadhan.
JAKARTA 29/6/2016
READ MORE - PENGHUNI SURGA

PENGHUNI NERAKA





LIMA CIRI PENGHUNI NERAKA

MISI Rasulullah adalah memberi kabar gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia, tanpa terkecuali (QS. Saba’: 28). Oleh karenanya, kita menemukan sangat banyak hadits yang berisi kabar gembira seperti jaminan kemenangan Islam dan keindahan surga; atau berisi peringatan seperti pasti hancurnya kebatilan dan kengerian neraka. Sebagian hadits beliau bahkan memberikan rincian cukup detil, sehingga semakin mudah diamalkan.
Di antara rincian detil yang pernah beliau ungkapkan adalah ciri-ciri calon penghuni neraka. Dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Iyadh bin Himar al-Mujasyi’ie, diantaranya beliau menyebutkan sifat lima golongan yang kelak akan menjadi penghuni neraka. Mari kita teliti satu per satu, semoga kita bisa mengintrospeksi diri dan menghindarinya.
Pertama, orang lemah yang tidak berakal. Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, yang dimaksud adalah orang yang tidak memiliki akal yang bisa mencegahnya dari segala sesuatu yang tidak pantas. Dalam Mirqatul Mafatih, Mulla ‘Ali Al-Qari menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak punya keinginan selain memenuhi isi perutnya dengan segala cara, tidak perduli halal maupun haram. Keinginan terbesar mereka tidak pernah beranjak naik dari tingkatan hewani ini, baik dalam urusan agama maupun duniawinya. Perkara ini senada dengan firman Allah:
ذَلِكَ مَبْلَغُهُم مِّنَ الْعِلْمِ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى
“Maka berpalinglah engkau (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan dia tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. an-Najm: 30).
Kedua, pengkhianat. Teks haditsnya menjelaskan bahwa orang ini memang tidak tampak nyata sifat khianatnya, namun dia punya keinginan ke arah sana. Jika ada kesempatan, meskipun sangat kecil, niscaya dia akan berkhianat juga. Na’udzu billah. Oleh karenanya, Rasulullah pernah menyatakan bahwa satu diantara tiga tanda orang munafik adalah suka berkhianat. Allah juga pernah menyinggung sifat orang semacam ini dalam firman-Nya:
وَلاَ تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنفُسَهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّاناً أَثِيماً
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لاَ يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطاً
“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. Mereka bisa bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bisa bersembunyi dari Allah, dan Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 107-108).
Ketiga, penipu. Dalam hadits itu disebutkan: “Seseorang yang tidak memasuki waktu pagi maupun sore melainkan ia pasti menipumu, baik dalam urusan hartamu maupun keluargamu.” Tidak salah lagi, orang ini pasti penipu tulen, tembus dari permukaan kulit sampai tulang sungsumnya! Bayangkan, tidak pagi tidak sore, pekerjaannya melulu hanya menipu, menipu, dan menipu, dalam segala hal. Adakah kebaikan yang bisa diharapkan darinya? Apakah Allah bersedia mengasihi dan menghindarkan orang semacam ini dari neraka?
Keempat, pembohong atau orang pelit. Sebagian riwayat menyebut “pembohong”, sedangkan riwayat lainnya menyitir “orang pelit”. Mana pun dari keduanya yang tepat, sama saja buruknya. Dikatakan dalam sebuah hadits: “Ada tiga hal yang membuat (seseorang) binasa, yaitu sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, dan ketakjubannya pada diri sendiri.” (Riwayat al-Bazzar dan al-Baihaqi, dengan sanad hasan li-ghairihi). Adapun tentang berbohong, kita sudah diberitahu bahwa ia adalah satu diantara tiga ciri kemunafikan. Padahal, Allah telah menyatakan bahwa orang munafik kelak akan berada di kerak neraka, yakni yang paling dahsyat siksaannya (QS. an-Nisa’: 145). Na’udzu billah.
Kelima, orang yang berakhlak buruk dan banyak berkata/berbuat keji. Tidak sedikit ayat atau hadits yang menganjurkan akhlak terpuji, dan sebaliknya melarang dari akhlak tercela. Bentuknya bisa bermacam-macam, karena memang variasinya pun sangat luas. Maka, ketika menggambarkan sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Anas bin Malik berkata, “Beliau bukanlah orang yang suka mencaci, bukan orang yang suka berkata/berbuat kotor, dan bukan pula orang yang suka melaknat.” (Riwayat Bukhari).
Diceritakan pula bahwa ada seseorang yang mencela Usamah bin Zaid dengan celaan yang sangat buruk. Ketika itulah Usamah berkata, “Sungguh engkau telah menyakitiku. Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwasannya Allah membenci orang yang keji dan suka berkata/berbuat keji. Dan sungguh, engkau ini orang yang keji dan suka berkata/berbuat keji.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban. Hadits hasan).
Bila logikanya kita balik, kelima sifat diatas bisa diperjelas oleh hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairah: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang apa yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga? Beliau menjawab, “Ketakwaan dan akhlak yang baik.” (Riwayat al-Hakim. Menurut adz-Dzahabi: hadits shahih). Maksudnya, kelima sifat diatas seluruhnya merupakan kebalikan dari ketakwaan dan akhlak mulia, yaitu: tidak berpegang pada nilai-nilai kebajikan, suka menipu, gemar berkhianat, pembohong, pelit, dan banyak berbuat keji; sehingga buahnya pun berkebalikan dari surga, yaitu neraka. Semoga Allah membimbing kita semua untuk menjauhinya. Amin. Wallahu a’lam.
jakarta 29/6/2016
READ MORE - PENGHUNI NERAKA
 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman