Kamis, 14 Juli 2016

KAMI SEMBAH






HANYA ENGKAU KAMI SEMBAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢)الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.
6. Tunjukkanlah kami[10] jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.


Muqaddimah
Surat Al Faatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat ini adalah surat yang pertama diturunkan secara lengkap di antara surat-surat yang ada dalam Al Quran, ia termasuk golongan surat Makkiyyah. Surat ini disebut Al Faatihah (Pembukaan), karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al Quran. Allah subhaanahu wa Ta'ala memulai kitab-Nya dengan surat ini, karena surat ini menghimpun tujuan dan maksud Al Qur'an. Oleh karena itu, surat ini dinamakan Ummul Quran (induk Al Quran) atau Ummul Kitaab (induk Al Kitab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al Quran. Oleh karena itu, diwajibkan membacanya pada setiap shalat. Al Hasan Al Basri berkata, "Sesungguhnya Allah menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam kitab-kitab terdahulu di dalam Al Qur'an, kemudian Dia menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam Al Qur'an di dalam surat Al Mufashshal (surat-surat yang agak pendek), dan Dia menyimpan ilmu-ilmu yang ada dalam surat Al Mufashshal di dalam surat Al Fatihah. Oleh karena itu, barang siapa yang mengetahui tafsirnya, maka ia seperti mengetahui tafsir semua kitab-kitab yang diturunkan." (Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu'abul Iman). Mencakupnya isi surat Al Fatihah terhadap semua ilmu yang ada di dalam Al Qur'an ditunjukkan oleh Az Zamakhsyari, yaitu karena di dalam Al Fatihah terdapat pujian bagi Allah yang sesuai, terdapat peribadatan kepada-Nya, terdapat perintah dan larangan serta terdapat janji dan ancaman, sedangkan ayat-ayat Al Qur'an tidak lepas dari semua ini. Dengan demikian, semua isi Al Qur'an merupakan penjelasan lebih rinci terhadap masalah yang yang disebutkan secara garis besar dalam surat Al Fatihah.
Surat ini dinamakan pula As Sab'ul matsaany (tujuh yang berulang-ulang) karena ayatnya ada tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat. Tentang keutamaan surat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِأَخْيَرَ سُوْرَةٍ فِي اْلقُرْآنِ  {  الحمد لله رب العالمين  }
"Maukah aku beritahukan kepadamu surat yang terbaik dalam Al Qur'an? Yaitu Al Hamdulillahi rabbil 'aalamin." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 2592)

Tafsir Ayat Ke Lima
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta pertolongan.”
Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di antara bentuk ibadah adalah do’a, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka isti’anah atau meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah alasan atau hikmah di balik penyebutan kata isti’anah sesudah disebutkannya kata ibadah di dalam ayat ini?
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”
Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan isti’anah kepada Allah dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan bisa tercapai.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
Na'budu diambil dari kata 'ibaadah yang artinya kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena keyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya disertai rasa cinta dan berharap kepada-Nya. Ditambahkan rasa cinta, karena landasan yang harus ada pada seseorang ketika beribadah itu ada tiga: rasa cinta kepada Allah Ta’ala, rasa takut dan tunduk kepada Allah Ta’ala dan rasa berharap. Oleh karena itu, kecintaan saja yang tidak disertai dengan rasa takut dan kepatuhan, seperti cinta terhadap makanan dan harta, tidaklah termasuk ibadah. Demikian pula rasa takut saja tanpa disertai dengan cinta, seperti takut kepada binatang buas, maka itu tidak termasuk ibadah. Tetapi jika suatu perbuatan di dalamnya menyatu rasa takut dan cinta maka itulah ibadah. Dan tidaklah ibadah itu ditujukan kecuali kepada Allah Ta'ala semata.
Dalam ayat ini terdapat dalil tidak bolehnya mengarahkan satu pun ibadah (seperti berdo'a, ruku', sujud, thawaf, istighatsah/meminta pertolongan), berkurban dan bertawakkal) kepada selain Allah Ta'ala.
 Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri. Dalam ayat ini terdapat obat terhadap penyakit ketergantungan kepada selain Allah Ta'ala, demikian juga obat terhadap penyakit riya', 'ujub (bangga diri) dan sombong. Disebutkannya isti'anah kepada Allah Ta'ala setelah ibadah memberikan pengertian bahwa seseorang tidak dapat menjalankan ibadah secara sempurna kecuali dengan pertolongan Allah Ta'ala dan menyerahkan diri kepada-Nya. Ayat ini menunjukkan lemahnya manusia mengurus dirinya sendiri sehingga diperintahkannya untuk meminta pertolongan kepada-Nya Berdasarkan ayat ini juga bahwa beribadah dan meminta pertolongan kepada-Nya merupakan sarana memperoleh kebahagiaan yang kekal dan terhindar dari keburukan. Perbuatan dikatakan ibadah jika diambil dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan diniatkan ikhlas karena Allah Ta'ala.
Perlu diketahui bahwa isti'anah (meminta pertolongan) terbagi dua:
- Isti’anah tafwidh, meminta pertolongan dengan menampakkan kehinaan, pasrah dan sikap harap, ini hanya boleh kepada Allah saja, syirk hukumnya bila mengarahkan kepada selain Allah.
- Isti’anah musyarakah, meminta pertolongan dalam arti meminta keikut-sertaan orang lain untuk turut membantu, maka tidak mengapa kepada makhluk, namun dengan syarat dalam hal yang mereka mampu membantunya
Sumber:1.http://www.tafsir.web.id
2.https://muslim.or.id
Jakarta 14/7/2016
READ MORE - KAMI SEMBAH

Jumat, 01 Juli 2016

ISTIQAMAH BERAGAMA




MEMAHAMI ISTIQAMAH

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)
عَنْ عَمْرٍو وَقِيْلَ أَبِيْ عَمْرَةَسُفْيَانَ بْنِ عَبْدِاللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهَ , قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ , قُلْ لِيْ فِيْ اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً , لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًاغَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ , ثُمَّ اسْتَقِمْ . رواه مسلم
Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu ‘Amrah Sufyân bin ‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata : “Aku berkata, ‘Ya Rasulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain engkau.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla,’ kemudian istiqâmahlah.’”
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” [Fushshilat/41:30]
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [Hûd/11:112]
Pengertian Istiqâmah
Menurut bahasa, istiqâmah artinya adalah al-i’tidâl (lurus). Dikatakan aqâmasy syai-a was taqâma artinya lurus dan mapan.
Sedang menurut syari’at, istiqâmah adalah meniti jalan lurus yaitu agama yang lurus (Islam) tanpa menyimpang ke kanan atau ke kiri. Istiqâmah mencakup melakukan seluruh ketaatan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi dan meninggalkan seluruh yang dilarang.[6]
Qâdhi ‘Iyâdh rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, mereka mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dan beriman kepada-Nya kemudian berlaku lurus, tidak menyimpang dari tauhid, dan selalu iltizâm (konsekuen dan konsisten) dalam melakukan ketaatan kepada-Nya sampai mereka meninggal.”[8]
Imam al-Qusyairi rahimahullah berkata, “Istiqâmah adalah sebuah derajat, dengannya berbagai urusan menjadi sempurna dan berbagai kebaikan dan keteraturan bisa diraih. Barangsiapa yang tidak istiqâmah dalam kepribadiannya maka dia akan sia-sia dan gagal. Dikatakan, ”Istiqâmah tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang besar, karena ia keluar dari hal-hal yang dianggap lumrah, meninggalkan adat kebiasaan, dan berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla dengan jujur.”[9]
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Para ulama menafsirkan istiqâmah dengan ” لُزُوْمُ طَاعَةِ اللهِِ ” artinya tetap konsekuen dan konsisten dalam ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.”[10]
Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
[1] Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
[2] Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
[3] Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.2 Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya tidak saling bertentangan.
Kiat Menggapai Istiqâmah
Di antara kiat yang dapat mengantarkan kepada istiqâmah dalam berbagai kondisi, perkataan, dan perbuatan ialah:
1. Taubat nasûha.
2. Murâqabatullâh, yaitu selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla, baik ketika tidak terlihat orang lain maupun saat terlihat.
3. Muhâsabah, yaitu menginstrospeksi segala amal perbuatan yang telah dikerjakan.
4. Mujâhadah, yaitu berjuang sungguh-sungguh menggembleng jiwa dalam ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla
6. Berbagai Wasilah (Cara) Agar Tetap Teguh Di Atas istiqâmah
Agar tetap istiqâmah, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya :
1. Ikhlas dalam beramal dan mutâba’ah (mengikuti contoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ).
2. Menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah di masjid.
3. Berani dalam melakukan amar ma’rûf dan nahi munkar.
4. Menuntut ilmu syar’i.
5. Takut kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengingat siksa Neraka yang sangat pedih.
6. Mencari teman yang shalih.
7. Menjaga hati, lisan, dan anggota badan dari yang diharamkan.
8. Mengetahui langkah-langkah setan.
9. Senantiasa berdzikir dan berdo’a agar diteguhkan di atas istiqâmah.
Di antara do’a yang sering dibaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu.”[25]
https://rumaysho.com

https://almanhaj.or.id
JAKARTA 1/7/2016
READ MORE - ISTIQAMAH BERAGAMA

LEBARAN 2016 BERSAMA




LEBARAN 2016 SEPAKAT BERSAMA
Maklumat PP Muhammadiyah, Awal Puasa 6 Juni 2016


Yogyakarta- Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Maklumat NOMOR:01/MLM/I.0/E/2016 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1437 Hijriah. Dalam Maklumat penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti tersebut, awal Ramadan akan dimulai pada 6 Juni 2016.
Idul Fitri atau tanggal 1 Syawal 1437 Hijriah akan jatuh pada hari Rabu, 6 Juli 2016, dan Idul Adha bertepatan pada hari Senin 12 September 2016. Berikut hasil lengkap hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1437 Hijriah.
RAMADAN 1437 H
1.  Ijtimak jelang Ramadan 1437H terjadi pada hari AhadLegi, 5 Juni 2016 M pukul 10:01:51WIB.
2.  Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta ( f= -07°48¢  dan l= 110°21¢BT) = +04°01¢58²(hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat terbenam Matahari itu Bulan berada di atas ufuk.
3.  1 Ramadan 1437 Hjatuh pada hari Senin Pahing, 6 Juni 2016 M.

SYAWAL 1437 H
1.  Ijtimak jelang Syawal 1437 H terjadi pada hari Senin Kliwon, 4 Juli2016 M pukul 18:03:20WIB.
2.  Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta ( f= -07°48¢  dan l= 110°21¢BT) = -01°19¢13²(hilal belum wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat terbenam Matahari itu Bulan berada di bawah ufuk.
3.  1 Syawal 1437 Hjatuh pada hari RabuPahing, 6 Juli2016 M.
ZULHIJAH 1437 H
1.  Ijtimak jelang Zulhijah 1437 H terjadi pada hari Kamis Wage, 1 September 2016 M pukul 16:05:40 WIB.
2.  Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta ( f= -07°48¢  dan l= 110°21¢BT ) = -0°29¢17²(hilal belum wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat terbenam Matahari itu Bulan berada di bawah ufuk.
3.  1 Zulhijah 1437 Hjatuh pada hari SabtuLegi,3 September 2016 M.
4.  Hari Arafah (9 Zulhijah 1437 H)hari AhadWage,  11 September 2016 M.
5.  Iduladha (10 Zulhijah 1437 H)hari SeninKliwon, 12September 2016 M.
Rencananya pagi ini, Muhammadiyah akan memberikan keterangan pers mengenai Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang akan dilaksanakan di Aula PP Muhammadiyah, Jl. Cik Di Tiro, No. 23 Yogyakarta. (mac)
Hari Raya Idul Fitri Muhammadiyah / NU / Pemerintah / Kemenag RI 1 Syawal 1437/2016
Muhammadiyah: Rabu, 6 Juli 2016
NU: Rabu, 6 Juli 2016
Kemenag RI / Pemerintah (Sidang isbat): Rabu, 6 Juli 2016
jakarta 1/7/2016
READ MORE - LEBARAN 2016 BERSAMA
 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman