Senin, 26 Oktober 2015

HARI SANTRI




22 OKTOBER 2015 HARI SANTRI ?


كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“ Diwajibkan atas kalian berperang padahal hal itu kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal hal itu baik bagi kalian dan boleh jadi kalian menyenangi sesuatu padahal hal itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui dan kalian tidak mengetahui”. [QS. Al Baqarah :216].
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“ Tidak selayaknya orang-orang yang beriman itu berangkat semua ke medan perang, mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan untuk mendalami ilmu dan memberikan peringatan kepada kaumnya jika mereka kembali supaya mereka mendapat peringatan.” (QS.
ِAt Taubah :122)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللهِ صّلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَ لَمْ يُحَدَّثْ نَفْسَهُ بِالْغَزْوِ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنَ النِّفَاقِ
Dari Abu Hurairah ia berkata,” Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“ Siapa mati dan ia belum pernah berperang atau belum berniat ikut perang maka ia mati dalam salah satu cabang dari kemunafikan.”
(al-Hadits)
Muqaddimah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peresmian Hari Santri Nasional di Mesjid Istiqlal Jakarta, Kamis (22/10) mengatakan penetapan tersebut merupakan bentuk penghargaan pemerintah terhadap peran para santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Mengingat peran tokoh-tokoh santri seperti Kyai Hasyim Ashari, Kyai Ahmad Dahlan dan lainnya. Untuk itu dengan seluruh pertimbangan, Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional," kata Presiden Jokowi.
Presiden menyebutkan, sejarah telah mencatat bahwa para santri telah mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut.
"Dengan kesadaran itu saya meyakini, penetapan Hari Santri Nasional tidak akan menimbulkan sekat-sekat sosial ataupun memicu polarisasi antar santri dengan non santri. Tapi sebaliknya akan memperkuat semangat kebangsaan, akan mempertebal rasa cinta tanah air. Akan memperkokoh integrasi bangsa serta memperkuat tali persaudaraan kita. Semangat ini adalah semangat menyatukan dalam keberagaman, semangat menjadi satu untuk Indonesia," kata Presiden Jokowi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, penetapan Hari Santri ini merujuk pada dikeluarkannya Resolusi Jihad para ulama dan tokoh santri pada masa perang kemerdekaan.
"Hari Santri merujuk pada keluarnya Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 yang memantik terjadinya peristiwa heroik 10 November 1945. Resolusi Jihad adalah seruan ulama santri, yang mewajibkan setiap muslim Indonesia untuk membela tanah air dan mempertahankan NKRI," kata Menteri Lukman Hakim Saifuddin.
Penetapan Hari Santri ?
Presiden Joko Widodo dianggap telah menepati janji dengan menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Saat Kampanye Pilpres, mantan Wali Kota Solo itu memang berjanji akan menetapkan Hari Santri Nasional.
"Tapi 1 Muharram tidak strategis karena landasan ideologis, historis dan kultural yang tidak relevan. Hingga Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar Hari Santri digeser pada 22 Oktober, dengan referensi historis fatwa Kiai Hasyim Asy'ari yang dikenal dengan Resolusi Jihad," kata Maman kepada Okezone, Kamis (22/10/2015).
Alasan tersebut sangat tepat karena peristiwa Resolusi Jihad Kiai Hasyim Ashari tidak mendapat ruang yang luas dalam narasi historis negeri ini. Politik pengetahuan dalam rekonstruksi sejarah meminggirkan peran kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan. Padahal, peristiwa heroik berupa perjuangan 10 November 1945 tidak akan menjadi monumental, apabila tidak ada Resolusi Jihad.
"Resolusi Jihad yang disampaikan Kiai Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 merupakan akar inspirasi dan semangat pemuda-santri untuk terjun dalam laga pertarungan melawan barisan militer penjajah pada 10 Nopember 1945," tandas Alumni Ponpes Sunan Ampel, Jombang ini.
Mengapa Hari Santri ?
Pendeklarasian tersebut adalah bagian dari janji kampanye Jokowi dan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden lalu. Hari Santri ditetapkan untuk menghormati perjuangan kelompok santri yang tak lepas dari upaya meraih kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan ketika itu tak hanya dengan mengangkat bambu runcing, tetapi juga melalui perjuangan tokoh-tokoh Islam, seperti Hasyim Asyari, Ahmad Dahlan, dan HOS Cokroaminoto.
"Tapi 1 Muharram tidak strategis karena landasan ideologis, historis dan kultural yang tidak relevan. Hingga Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar Hari Santri digeser pada 22 Oktober, dengan referensi historis fatwa Kiai Hasyim Asy'ari yang dikenal dengan Resolusi Jihad," kata Maman kepada Okezone, Kamis (22/10/2015).
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhamadiyah Din Syamsuddin menilai keputusan Jokowi tidak berpengaruh besar apabila Hari Santri bukan hari libur nasional.

"Buat apa ada Keppres (Keputusan Presiden) kalau masih tidak jadi hari libur nasional? Toh tanpa ada Keppres juga banyak pihak yang memperingatinya," ujarnya saat ditemui wartawan pada acara di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/10/2015).

"Hari nasional itu merupakan momentum untuk lompatan ke depan. Seperti memperingati hari kemerdekaan. Kalau (hari santri) ini agak romantis ke belakang, ke depannya enggak tahu," kata Din.
"Saya lebih cenderung jika hari santri itu dikaitkan dengan lembaga pendidikan pesantren, lebih kepada menjadi hari pendidikan Islam. Itu lebih bermakna," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
"Sayangnya ini tidak dibicarakan dengan tokoh-tokoh lainnya, ormas Islam. Tidak sekadar menyetujui, tapi apa formatnya sehingga Hari Santri tidak sekedar mengingat hari Resolusi Jihad," tandasnya.
Keberatan PP Muhammadiyah itu juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden Jokowi. Berikut kutipan isinya:

"Dalam pandangan kami penetapan Hari Santri potensial menimbulkan sekat-sekat sosial, melemahkan integrasi nasional, dan membangkitkan kembali sentimen keagamaan lama yang selama ini telah mencair dengan baik. Selama ini, umat Islam -termasuk di dalamnya Muhammadiyah- berusaha meminimalkan bahkan jika mungkin menghilangkan sekat-sekat tersebut karena secara politik dan historis sangat kontra produktif serta bertentangan dengan semangat persatuan bangsa.

Penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober juga dapat menimbulkan kontroversi, membangkitkan sektarianisme, dan secara historis dapat mengecilkan arti perjuangan umat Islam yang berjuang membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bung Karno secara pribadi adalah seorang santri. Karena itu penetapan Hari Santri pada 22 Oktober dapat menafikan peran para santri dan kalangan Islam yang tidak terlibat dalam peristiwa 22 Oktober.

Sehubungan dengan hal tersebut PP Muhammadiyah berkeberatan dengan penetapan Hari Santri. Kalaupun pada akhirnya harus menetapkan hari bagi kalangan Islam tertentu sebagai janji politik sebaiknya dicarikan nama yang lebih tepat dan bersifat spesifik tanpa mereduksi aspirasi umat Islam secara keseluruhan.
"
Ikhtitam
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron: 104).
Sumber:1.http://nasional.sindonews.com 3.http://nasional.kompas.com
4.http://news.okezone.com 5.http://www.voaindonesia.com
Jakarta 26/10/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman