Jumat, 05 Juni 2015

PUASA MEMBENTUK TAQWA





PENCAPAIAN DERAJAT TAQWA ?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾ [آل عمران: 102] .
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Alloh sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan memeluk agama Islam.”(Ali Imran:102)
اِتَّقُوْا اللَّهَ وَصَلُّوْا خَمْسَكُمْ، وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ، وَأَدَّوْا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيْعُوا أُمَرَاءَكُمْ، تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
Bertaqwalah kalian kepada Allah, shalatlah yang lima waktu, puasalah di bulan kalian, tunaikan zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan memasuki surga Tuhan kalian.” (Tirmidzi di Kitab Shalat, hadits hasan shahih).

Muqaddimah
Para ulama rahimahullah telah mejelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Asfahani mendenifisikan : “Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan” [Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an, hal 531]
Sedangkan Imam An-Nawawi mendenifisikan taqwa dengan “Menta’ati perintah dan laranganNya”. Maksudnya menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala [Tahriru AlFazhil Tanbih, hal 322]. Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani “ Taqwa yaitu menjaga diri dari siksa Allah dengan menta’atiNya. Yakni menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya” [Kitabut Ta’rifat, hl.68]
Karena itu siapa yang tidak menjaga dirinya dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang yang bertaqwa. Maka orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua tangannya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, berarti ia tidak menjaga dirinya dari dosa.
Perintah bertaqwa ?
-QS.Ali Imran [3]: 102: Perintah bertaqwa dan mati dalam Islam
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾ [آل عمران: 102] .
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Alloh sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan memeluk agama Islam.”
QS.An-Nisa'[4]:1 Perintah bertaqwa dan manusia berasal dari satu jiwa, memelihara hubungan silaturrahmi.
﴿ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴾ [النساء: 1] .
“Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Robb kalian yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya, kemudian dari pada keduanya Alloh mengembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) namaNya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Alloh senantiasa menjaga dan mengawasi kalian.”
-QS. Al-Ahzab[]:71-72: Perintah bertaqwa dan berkata benar
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ﴾ [الأحزاب: 70، 71].
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepada Alloh dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Alloh akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang menta’ati Alloh dan RosulNya maka sungguh dia telah mendapat kemenangan yang besar.”
Hadits tentang Taqwa ?
1. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa ada yang bertanya kepada Rasulullah,
يا رَسُول اللَّهِ مَنْ أَكْرَمُ النَّاسِ؟ قَالَ: أَتْقَاهُمْ قَالُوْا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: فَيُوْسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ بْنِ نَبِيِّ اللَّهِ بْنِ نَبِيِّ اللَّهِ بْنِ خَلِيْلِ اللَّهِ قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُوْنِي؟ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الإسْلاَمِ إِذَا فَقِهُوْا
“Ya Rasulullah, siapakah orang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertaqwa di antara mereka.” Orang itu berkata lagi, ‘Bukan tentang ini kami bertanya.’ Beliau menjawab, ‘Yusuf bin Nabi Allah bin Nabi Allah bin Khalilullah.’ Mereka bertanya, ‘Bukan tentang ini kami bertanya.’ Beliau menjawab, ‘Apakah kalian bertanya tentang kantong-kantong daerah Arab? Sebaik-baik kalian di Jahiliyah adalah yang terbaik di dalam Islam jika mereka berilmu.” (Muttafaq Alaihi).
Faqihu, dengan Ha di dhammah, artinya mengerti hukum-hukum syariah Islam.
2. Abu Sa’id RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW,
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌُ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوْا الدَّنْيَا، وَاتَّقُوْا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (menyenangkan) dan Allah mengangkat kalian sebagai pimpinan di dunia. Maka Dia akan melihat apa yang kalian kerjakan. Maka bertaqwalah kalian dalam hal dunia dan bertaqwalah dalam hal wanita. Fitnah pertama yang menimpa Bani Israel adalah wanita.” (Muslim).
3. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah berdoa,
اَلَّلهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, iffah, dan kekayaan.” (Muslim).
4. Abu Thuraif ‘Adi bin Hatim At-Tha’i meriwayatkan,
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِيْنٍ ثُمَّ رَأَى أَتْقَى اللهِ مِنْهَا فَلْيَأْتِ التَّقْوَى
“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa bersumpah lalu melihat ada sesuatu yang lebih (bernilai) taqwa kepada Allah hendaknya ia mengambil ketaqwaan itu.” (Muslim).
5. Abu Umamah Shadi bin ‘Ajlan Al-Bahili RA berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW berpidato di Haji Wada’,
اِتَّقُوْا اللَّهَ وَصَلُّوْا خَمْسَكُمْ، وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ، وَأَدَّوْا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ، وَأَطِيْعُوا أُمَرَاءَكُمْ، تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
Bertaqwalah kalian kepada Allah, shalatlah yang lima waktu, puasalah di bulan kalian, tunaikan zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan memasuki surga Tuhan kalian.” (Tirmidzi di Kitab Shalat, hadits hasan shahih).
Makna Taqwa ?
Ahli tafsir di kalangan para sahabat, yakni Ibnu Abbas t mengartikannya sebagai berikut:
أن يطاع فلا يعصى وأن يشكر فلا يكفر وأن يذكر فلا ينسى ويقال أطيعوا الله كما ينبغي
“Mematuhi Allah sehingga tidak bermaksiat, bersyukur kepada Allah sehingga tidak kufur nikmat dan mengingat Allah sehingga tidak melupakan-Nya. Sebagian juga mengartikannya sebagai mentaati Allah sebagaimana mestinya.”
Ada beberapa arti mengenai kata "Takwa" yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, di antaranya adalah sebagai berikut :

Sebagaimana di dalam firman Allah SWT. arti takwa mempunyai arti "Taubat", yakni di dalam surat Al Hujarah ayat 41 artinya adalah :

"Dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa". Takwa mempunyai makna "Ketaatan dan ibadah", sesuai dengan firman Allah SWT. yang artinya adalah sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". (QS. 3 : 102).

Takwa berarti "Bersih hati dari dosa", firman Allah SWT.: "Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itu adalah orang-orang yang telah mendapatkan kemenangan". (QS. An-Nur : 52).


Dari ketiga dalil tersebut di atas maka yang dimaksudkan oleh tokoh-tokoh Shufi adalah yang terakhir, sehingga mereka mengambil sebuah kesimpulan bahwa Takwa itu adalah terpeliharanya hati dari berbagai dosa, yang memungkinkan akan terjadi karena adanya keinginan yang kuat untuk meninggalkannya, maka dengan demikian manusia akan terpelihara dari segala kejahatan.

Kecuali hanya kepada Allah SWT., maka kepada segala apapun, seorang hamba tidak akan takut, itulah yang dimaksud dengan takwa menurut Nashr Abadzi. Di samping itu juga Nashr menerangkan satu hal lagi yaitu : "Barangsiapa yang selalu bertakwa, maka ia akan merasa keberatan sekali untuk meninggalkan akhirat" sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

Artinya : "Desa akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertakwa, apakah kalian semua tidak berpikir". (QS. Al-An'am: 32).

"Barangsiapa yang selalu menginginkan agar takwanya benar, maka dia harus meninggalkan semua perbuatan dosa". (Menurut pendapat Sahal).

Allah akan memudahkan hatinya untuk berpaling dari kemewahan dunia, barangsiapa yang mampu untuk merealisasikan takwa, menurut sebagian dari para Ulama'.

Takwa menurut Abu Bakar Muhammad Ar-Rudzabari adalah meninggalkan segala sesuatu yang dapat menjauhkan! diri dari Allah SWT., sedangkan menurut dari Dzun Nun yang dimaksud dengan takwa ialah: orang yang tidak mengotori jiwa secara lahir dengan suatu hal-hal yang bertentangan dan tidak mengotori jiwa batin dengan interaksi sosial di dalam kondisi demikian, seseorang itu akan selalu kontak dengan Allah SWT. dan dapat berkomunikasi dengan Allah.

Takwa itu terbagi menjadi dua bagian, menurut pendapat ini Ilmu Atha' yakni : Takwa lahir adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Takwa lahir batin adalah niat dan ikhlas. sehingga di dalam hal seperti ini Dzun Nun Al-Misri mengedapankan pendapatnya dalam bentuk syair ada kehidupan yang sejati kecuali dengan kekuatan hati mereka yang selalu merindukan takwa dan menyukai dzikir ketenangan telah merasuk ke dalam jiwa yakin dan baik sebagaimana bayi yang masih menetek lelah merasuk ke dalam pangkuan.

Adapun pendapat dari Abdullah Ibnu Abbas ra. menerangkan bahwa orang yang bertakwa itu ialah :
  • Orang yang selalu berhati-hati dalam ucapan dan perbuatannya agar tidak mendapatkan suatu murka dan siksa Allah juga meninggalkan dorongan hawa nafsu.
  • Orang yang selalu mengharapkan suatu rahmat dari Allah dengan jalan meyakini dan juga melaksanakan semua ajaran yang telah diturunkan Allah.
Menurut satu pendapat yang lain bahwa takwa itu dapat dibagi menjadi beberapa bentuk ialah :
  • Takwa orang awam karena menghindarkan diri dari syirik.
  • Takwa orang yang istimewa karena menghindarkan diri dari perilaku maksiat.
  • Takwa para wali karena menghindarkan diri dari perbuatan jelek.
  • Takwa para Nabi karena menghubungkan diri dengan berbagai aktivitas yang di dalamnya terkandung takwa.
Telah dituturkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. bahwa sebaik-baik orang di dunia ini adalah orang yang dermawan dan juga sebaik-baik orang di akhirat nanti adalah orang yang takwa.

Balasan Allah swt bagi orang Bertaqwa ?
Artinya : Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri” [Al-A’raf : 96]
“Artinya : Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan : “Niscaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkannya dari segala arah” [Tafsir Abi As-Su’ud, 3/253]
[a] Janji Allah untuk membuka “baarakata” (keberkahan) bagi mereka. “al-baarakata” adalah bentuk jama’ dari “al-barakat”. Imam Al-Baghawi berkata, “Ia berarti mengerjakan sesuatu secara terus menerus [Tafsir Al-Baghawi, 2/183]. Atau seperti Imam Al-Khazin, “Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu” [Tafsir Al-Khazin, 2/266]
Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid Ridha berkata : “Adapun orang-orang yang beriman maka apa yang dibukakan untuk mereka adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka senantiasa bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan karuaniaNya. Lalu mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di akhirat” [Tafsir Al-Manar, 9/25]
Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan hal itu dengan ucapannya : Makna “al-barakat” adalah kebaikan yang murni yang tidak ada konsekuensinya di akhirat. Dan ia adalah sebaik-baik jenis nikmat” [Tafsir At-Tahrir wa Tanwir, 9/22]
[b] Kata berkah disebutkan dalam bentuk jama’ sebagaimana firman Allah.
“Artinya : Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah”. Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur untuk menunjukkan banyaknya berkah sesuai dengan banyaknya sesuatu yang diberkahi. [Op. cit, 9/22]
“Artinya : Berbagai keberkahan dari langit dan bumi”. Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berbagai tanaman dan buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan dan pengurusan Allah. [At-Tafsirul Kabir, 12/185. Lihat pula, Tafsirul Khazin 2/266 dan Tafsir At-Tahrir wa Tanwir, 9/22]
Ikhtitam
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ۗ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴿١٦﴾
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taghabun: 16)
Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib KW tentang apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa itu adalah :

1. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut kerana adanya neraka.

2. Beramal dengan apa yang diturunkan yakni Al-quran iaitu bagaimana Al-quran menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari seorang manusia.

3. Redha dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rezeki. Bila mendapat rezeki yang banyak, siapa pun akan redha tapi bagaimana bila sedikit? Yang perlu disedari adalah bahawa rezeki tidak semata-mata wang ringgit dan harta.

4. Orang yang menyiapkan diri untuk “perjalanan panjang”, maksudnya adalah hidup sesudah mati.

Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://islamiwiki.blogspot.com
3.https://pencerahqolbu.wordpress.com
JAKARTA 5/6/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman