Jumat, 05 Juni 2015

HAKEKAT PUASA




MEMAKNAI PUASA ?


كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Seluruh amal manusia dilipatgandakan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Allah U berkata : “Kecuali amalan Shaum. Sesungguhnya dia hanya untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Dia meninggalkan syahwat dan makannya ikhlash karena Aku.” [Muslim]
(( وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ))
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena dorongan iman dan mengharap (pahala) maka pasti Allah ampuni dosa-dosanya yang telah lalu . [Muttafaqun ‘alaihi]
Muqaddimah
Puasa dalam bahasa Al-Qur’an adalah Al-Shiyam, yang makna generiknya adalah Al-Imsak yang artinya “ menahan “. Secara istilah, puasa diartikan sebagai “menahan makan dan minum serta sesuatu yang merusaknya mulai fajar hingga terbenam matahari”. Pengertian ini secara materil, kita yang berpuasa dilarang melakukan perbuatan yang secara materil berhubungan aktifitas kebendaan seperti makan, minum dan berhubungan badan (seksualitas). Tetapi makna tersebut sesungguhnya hanya pada wilayah kebendaan yang bersifat memberikan kepuasan yang bersifat fisik semata secara mikro. Sedangkan Al-Shiyam secara makro diartikan sebagai upaya menahan diri dari hal yang membatalkan secara kebendaan, maupun hala-hal yang merusaknya secara spiritual seperti perkataan kotor, perbuatan terlarang, dusta, pandir, jahil dengan seluruh kawan-kawannya, berikut melakukan amalan-amalan wajib dan sunnat yang berkaitan dengannya. Pengertian Shiyam seperti inilah yang dikehendaki oleh Allah SWT, sehingga kepada orang-orang beriman dipanggil untuk melakukannya (Al-Shiyam) sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah; 183. Sudah pasti orang-orang beriman yang melakukan shiyam seperti tersebut diatas menjadi manusia beriman yang muttaqin sebagai tujuan diwajibkannya shiyam.
Makna Shaum ?
Secara lughowi (bahasa) Ash-Shaum (الصَّوْمُ) bermakna (الإِمْسَاكُ) yang artinya menahan.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla :
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا
“Sesungguhnya aku telah bernadzar shaum untuk Ar-Rahman, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” [Maryam : 26]
Shahabat Anas bin Malik dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :  صَوْمًا maknanya adalah  صَمْتًا  yaitu menahan diri dari berbicara.
‘Ibarah (ungkapan) para ‘ulama berbeda dalam mendefinisikan ash-shaum secara tinjauan syar’i, yang masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Sehingga kami pun sampai pada kesimpulan bahwa definisi ash-shaum secara syar`i adalah :
إِمْسَاكُ الْمُكَلَّفِ عَنِ اْلمُفَطِّرَاتِ بِنِيَّةِ التَّعَبُّدِ للهِ مِنْ طُلُوعِ اْلفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ
Usaha seorang mukallaf untuk menahan diri dari berbagai pembatal ash-shaum disertai dengan niat beribadah kepada Allah,  dimulai sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Seputar Puasa ?
1. Hukum shaum.
Shaum ada yang sunnah dan ada yang wajib. Shaum yang wajib adalah shaum Ramadhan (QS al-Baqarah [2]: 183-185). Shaum wajib yang lain adalah shaum nadzar.
Shaum Ramadhan adalah ibadah yang sangat istemewa. Selain memiliki keutamaan secara umum di atas, Ramadhan sendiri juga memiki keutamaan tambahan. Di antaranya: (puasa) Ramadhan menjadi penebus dosa di antara dua Ramadhan, ketika masuk Ramadhan pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, setan dan jin-jin durhaka dibelenggu, pahala umrah di bulan Ramadhan setara ibadah haji bahkan haji bersama Nabi saw. Nabi saw. juga bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan seraya mengharap keridhaan Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR al-Bukhari, an-Nasa’i, Ibn Majah, Ahmad dan Ibn Hibban).
Adapun shaum sunnah di antaranya: shaum dawud, shaum tiga hari dalam satu bulan (shaum tanggal 13, 14, 15 tiap bulan atau puasa tiga hari Senin dan Kamis), shaum Senin-Kamis, shaum pada bulan-bulan haram (Rajab, Dzulqa’idah, Dzulhijjah dan Muharam), shaum enam hari padai bulan Syawal, shaum Hari Arafah, shaum Asyura (tanggal 10 Muharam), shaum di bulan Sya’ban.
Sebaliknya, ada shaum yang dilarang. Di antaranya adalah: shaum hari syak, berpuasa sepanjang tahun (shawm ad-dahr) selain lima hari yang dilarang, shaum pada hari Idul Fithri dan Idul Adha, shaum pada Hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah), shaum wishal (puasa secara berkesinambungan sehari semalam atau lebih tanpa berbuka), shaunm perempuan yang sedang hadih atau nifas, dan shaum sunah seorang istri tanpa seizin suaminya.
2. Niat shaum.
Shaum sebagai ibadah tidak sah kecuali dengan niat. Untuk shaum sunnah, niat tidak harus dilakukan pada malam harinya, tetapi boleh berniyat shaum sunnah pada siang hari selama belum makan, minum atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Adapun untuk shaum wajib harus diniatkan pada malam harinya. Ummul Mukminin Hafshah menceritakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Siapa saja yang tidak membulatkan tekad (berniat) untuk berpuasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa bagi dirinya (HR Ibn Khuzaimah, Abu Dawud, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi).
At-Tirmidzi berkomentar: makna hadis ini menurut ahlul ‘ilmi adalah tidak ada puasa bagi orang yang tidak membulatkan tekad untuk berpuasa sebelum terbit fajar pada Ramadhan, atau pada puasa meng-qadha’ Ramadhan atau pada puasa nadzar. Jika ia tidak berniat pada malam harinya maka ia tidak mendapat pahala. Adapun shaum sunnah maka boleh seseorang berniat setelah subuh dan itu adalah pendapat asy-Syafii, Ahmad dan Ishaq.
3. Berpuasa dan berbuka Ramadhan karena melihat Hilal.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّىَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوْا ثَلاَثِيْنَ
Berpuasa kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal. Jika hilal itu tertutup atas kalian maka genapkan bulan tiga puluh hari (HR Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi).
Menetapkan adanya hilal cukup dengan kesaksian satu orang Muslim yang adil. Ibn Abbas berkata, “Seorang Arab badui pernah datang kepada Nabi saw., lalu ia berkata, “Aku melihat hilal tadi malam.” Nabi bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya?” Dia menjawab, “Ya, benar.” Nabi kemudian bersabda, “Fulan, berdirilah dan umumkan kepada orang-orang agar berpuasa besok.” (HR Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban).
Ibn Umar ra. juga menuturkan:
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّى رَأَيْتُهُ، فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِالصِّيَامِ
Orang-orang berusaha melihat hilal. Lalu aku memberitahu Rasulullah saw. bahwa aku melihat hilal itu. Kemudian beliau pun berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa (HR Abu Dawud, ad-Darimi, al-Baihaqi, Ibn Hibban dan al-Hakim).
4. Rukhshah untuk tidak shaum Ramadhan.
Wanita yang haid dan nifas haram untuk shaum Ramadhan, tetapi ia harus meng-qadha’-nya pada waktu lain. Adapun wanita yang sedang hamil apabila khawatir atas dirinya atau yang menyusui apabila khawatir atas anaknya boleh untuk tidak shaum Ramadhan, tetapi tetap harus meng-qadha’-nya pada waktu lain. Anas bin Malik ra. menuturkan:
رَخَّصَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْحُبْلَى الَّتِى تَخَافُ عَلَى نَفْسِهَا أَنْ تُفْطِرَ وَلِلْمَرْضِعِ الَّتِى تَخَافُ عَلَى وَلَدِهَا
Rasulullah saw. telah memberi rukhshah untuk wanita hamil yang khawatir atas dirinya untuk berbuka dan untuk wanita menyusui yang khawatir atas anaknya (HR Ibn Majah dan Ibn Adi).
Orang yang sedang safar dan sakit juga boleh tidak shaum, tetapi juga harus meng-qadha’-nya pada waktu lain. Adapun orang yang sama sekali tidak mampu shaum, misalnya, karena tua-renta, sakit-sakitan, dsb, boleh tidak shaum dan cukup membayar fidyah.
5. Yang membatalkan shaum.
Yang membatalkan shaum antara lain: terputusnya niat, makan, minum, haid, nifas, jimak, muntah dengan sengaja, dan menghirup sesuatu melalui hidung hingga masuk ke kerongkongan atau tenggorokan. Karena itu, bentuk pengobatan dengan memasukkan sesuatu masuk langsung ke paru-paru atau saluran pencernaan adalah membatalkan shaum; namun jika tidak maka tidak membatalkan shaum. Begitu pula ciuman, bermesraan selama bukan jimak, berbekam, bercelak, siwak, bohong, ghibah dan berlaku bodoh kepada pihak juga tidak membatalkan puasa. Wallâh a’lam bi ash-shawâb wa ahkam. [Yahya Abdurrahman]
Tingkatan Puasa ?
Dari makna yg hakiki inilah para ulama membagi Shiyam --pada tatanan aplikasinya menjadi 3 (tiga) tingkatan.
Tingkat pertama: Shaumul-'Awaam;artinya: Shaumnya org. awam; yg. pelaksanaan Shaumnya hanya dilandasi oleh pengertian sekedar menahan makan dan minum. Artinya, mrk. memahami makna Shaum adalah (cukup) sekedar menahan lapar dan haus. Sebuah pemahaman yg amat dangkal sekali.
Al-Ghazali mengatakan inilah Shaum yg tdk memberikan hasil, tdk ada peningkatan iman dan taqwa bagi pelakunya, sebagaimana sabda Nabi saw.:"Kam Min Sha-im, Wa Laisa Lahu Illal-'Athasy Wal-Ju'":artinya:"Banyak org yg melakukan Shaum, tapi tdk ada hasil apa2 kecuali --hanya-- haus dan lapar saja". Inilah Shaumul-'Awwam.
Puasa tingkat kedua: Shaumul-Khawash; artinya: Puasanya org2 yg istimewa, yaitu puasa yg dilaksanakan dgn pengertian menahan diri dari makan dan minum, dan dibarengi dgn melakukan kontrol yg ketat terhadap omongan dan kelakuan agar tdk terjerumus kpd omongan dan kelakuan yg diharamkan oleh agama (insya Allah akan kita bahas). Puasa pada tingkatan inilah yang dapat mencapai target, yaitu: TAQWA.

Puasa tingkat ketiga: Shaumul-Khawashil-Khawash;artinya: Puasanya org yg sangat2 istimewa, yaitu puasa yg tdk terbatas pada menahan lapar dan haus serta melakukan kontrol ketat terhadap omongan dan kelakuan, tapi masih ditambah lagi dgn menahan hati utk tetap berdzikir kpd Allah, tdk memberi ruang bagi masalah2 duniawi. Inilah puncak tertinggi dalam pelaksanaan Shaum.
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://hizbut-tahrir.or.id
3.http://kajianahadpagi.blogspot.com
JAKARTA 5/6/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman