Rabu, 24 Juni 2015

HUKUM BACA AL-QUR'AN





BACA AL-QUR’AN DENGAN LANGGAM JAWA ?

Muqaddimah
Sebagai kitab suci umat Islam, bacaan Alquran harus benar-benar mencerminkan kesucian serta makna isinya sebagai wahyu dari Allah SWT.
“Membaca Alquran tidak sama dengan membaca Bahasa Arab. Ada tajwidnya dan makharizul huruf  yang tidak bisa ditawar. Ha, ya ha, nggak boleh jadi kha, a, ya a, nggak boleh jadi o,” kata Ketua PP Muhammadiyah Prof. Yunahar Ilyas seperti dimuat ROL (17/5).
Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
Hukum Langgam Jawa DLL ?
*Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj setuju dengan bacaan Alquran  dengan memakai langgam jawa, asalkan tidak menyalahi aturan bacaan Alquran  tajwid, mad, panjang pendeknya benar, pengucapan hurufnya (makhraj) benar, maka tidak menjadi masalah. “Selain itu yang terpenting adalah menata niat untuk tidak riya’ dan tidak untuk maksiat,” ujarnya
*Ketua Umum PP JQH NU, DR KH Muhaimin Zain mengatakan membaca Alquran  dengan memakai langgam jawa atau langgam lainya selama tidak keluar dari aturan tajwid, mahkrajnya tidak keliru dan tidak berubah maknanya, maka boleh-boleh saja (sah). “Tapi kalau cara membacaanya sudah keluar dari aturan tajwid dan maknanya berubah otomatis tidak boleh dan haram hukumnya,” ujarnya
Ia beralasan, karena mengubah satu kalimat huruf dalam Alquran  sama dengan mengubah makna Alquran . Apalagi dengan disengaja, jelas-jelas dilarang dan dosa hukumnya. “Jadi ngak boleh mengubah mahraj Alquran , apalagi hurufnya ,” ungkapnya
Catatan lainnya, kata Muhaimin Zain, dalam melantukan ayat suci Alquran  memakai langgam Jawa tidak satupun ayat atau huruf di dalam Alquran  yang keliru dan berubah. Kalau sampai berubah tentu tidak dibenarkan. “Tidak mendapat pahala justru mendapat dosa,” ujarnya
*Rais Majelis Ilmi JQH NU, KH Akhsin Sakho Muhammad menjelaskan, cara membaca Alquran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil shahih yang melarang hal demikian.
Hanya saja, dia melanjutkan, dirinya belum pernah mendengar //jawabul jawab// di dalam langgam Cina, atau pun di Indonesia. Tetapi jika sekadar langgam Jawa, Sumatera, Sunda, Melayu, dan lainnya, itu sah saja selama memperhatikan hukum bacaan semestinya. “Itu kreativitas budayanya,” kata dia.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, saat ini masyarakat Indonesia hanya mengenal satu pintu dalam mendengarkan cara melantunkan Alquran. Seluruhnya terangkum dalam tujuh varian lagu Alquran, yakni Bayyati, Shaba, Nahawand, Hijaz, Rost, Sika, dan Jiharka.
Sejarah pelantunan Alquran dengan lagu tersebut berasal dari Iran. Banyak orang Arab yang mempelajarinya ke Persia, Iran. Meskipun ada 40 jenis cara membaca Alquran, tapi yang dinilai layak hanya tujuh ini. “Tingkatan dan variasi nadanya berbeda-beda.”” ungkapnya.
Polemik ini mengemuka saat Muhammad Yasser Arafat melantunkan Surah An-Najm 1-15 dengan cengkok atau langgam Jawa. pada peringatan Isra Miraj di Istana Negara, Jumat (15/5) lalu. Acara itu dihadiri Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim, beberapa pejabat, dan sejumlah duta besar negara Arab.

Menurut mantan ketua umum Muhammadiyah tersebut, yang dilarang dalam Islam adalah mempermainkan isi Al-Quran. Jika hanya membaca Al Quran dengan langgam lokal tak pernah dipermasalahkan.

*"Jadi jangan reaksioner, pikir positif, kalau tidak baik coba dijelaskan apa alasannya," tegas Buya.
Sebelumnya, pakar pengajaran Al-Quran dari Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia, Ahmad Annuri menuduh pemerintah melakukan liberalisasi agama Islam.

*Menurut Ahmad, cara membaca Al-Quran seperti di Istana Negara itu tidak boleh terjadi lagi dan harus dihentikan. Sebab, kata dia, hal itu kakalluf atau memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim untuk baca Al-Quran, dan yang paling fatal ketika ada kesalahan niat.

"Yaitu merasa perlu menonjolkan citra rasa lagu ke-Nusantara-an atau keindonesiaan dalam membaca Al-Quran," kata Ahmad

Menurut Ahmad Annuri, langkah itu membangun sikap hubbul wathoniyyah yang salah, seolah bahwa lagu Nusantara untuk membaca Quran adalah sesuatu yang layak dan sah-sah saja. Cara membaca Al-Quran seperti itu, kata dia, akan merusak kelaziman.

Dia pun bertanya, andaikata lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' saat acara kenegaraan dinyanyikan dengan langgam Jawa atau suku yang lain? "Apakah orang Indonesia terima?." Contoh lain, ujar dia, bagaimana jika imam salat membaca Al-Fatihah dengan langgam Jawa? Jadi, dia menegaskan, pembacaan Quran dengan langgam etnis lokal lebih besar mudarat daripada manfaatnya.
*Ketua Umum Pemimim Pusat (PP) Muhamadiyah, Din Syamsuddin berharap langgam Jawa dalam membaca Alquran tidak menjadi isu kontroversial yang menimbulkan pro kontra berlebihan.
Meski tidak ada larangannya, Din mengimbau agar pemerintah tidak berpretensi terhadap langgam daerah sebagai pilihan bangsa Indonesia. "Hal itu memecah belah kita, kita sudah punya banyak masalah," kata Din saat ditemui Republika, Kamis(21/5).
Meski demikian, Din menjelaskan, kriteria dalam membaca Alquran harus sesuai dengan tajwid serta mahrajnya sehingga huruf dapat benar panjang dan pendeknya. Hal itu, jelas Din, demi mencegah perubahan arti ketika membacakannya. "Jangan sampai pelanggaman itu merubah arti itu menjadi fatal," ujar Din.
*Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
“Nanti muncul juga kayaknya bacaan Alquran versi seriosa, ada versi dangdut, versi Melayu, versi rock. Itu kan bisa menghilangkan kesucian Alquran, bisa jadi orang lupa, ini nyanyi apa bacaan Alquran,” terang dia.
*Wakil Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen mengungkapkan membaca Alquran dengan menggunakan langgam Jawa di Istana Negara, telah mempermalukan Indonesia di kancah internasional. Tengku merasa banyak kesalahan, baik dari segi tajwid, fashohah, dan lagunya.
Menurutnya, pembacaan ayat-ayat Alquran dengan menggunakan langgam Jawa adalah hal konyol. Menurutnya, dalam Alquran sudah dijelaskan kitab suci itu diturunkan dengan huruf dan bahasa Arab asli.
Jadi membacanya juga mesti sesuai pada saat Alquran diturunkan ke bumi. “Ibadah itu sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya. Dalam Alquran dijelaskan bahwa Alquran itu diturunkan dalam lisan Arab asli. Nabi juga mengatakan Alquran untuk dialek Quraisy, jadi membacanya harus dengan cara bagaimana Alquran itu diturunkan,” papar Tengku seperti dilansir ROL (17/5).
Sumber:1.http://politik.rmol.co 2.http://www.eramuslim.com
3.http://khazanah.republika.co.id
Jakarta 25/6/2015

1 komentar:

  1. Terimah kasih ilmunya,
    Bisa menambah wawasan....

    oia salam kenal
    dari
    Pedagang Al Quran Readpen PQ15

    BalasHapus

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman