PAHALA IBADAH
YANG TERHABUS ?
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا
وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya : “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS.
Al Kahfi : 110) –(Madarijus Salikin juz II hal 89 – 90)
الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
(Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan kesyirikan terhadap-Mu dalam keadaan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun yang aku tidak mengetahuinya)(HR Bukhari)
Muqaddimah
Secara bahasa, riya’ berasal dari kata ru’yah
(الرّؤية), maknanya penglihatan. Sehingga menurut bahasa arab hakikat
riya’ adalah orang lain melihatnya tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya.
Al Hafizh
Ibnu Hajar menyatakan, “Riya’ ialah
menampakkan ibadah dengan tujuan agar dilihat manusia, lalu mereka memuji
pelaku amal tersebut.”
Pernahkah
ukhti mendengar tentang sum’ah? Sum’ah berbeda dengan riya’, jika riya’ adalah
menginginkan agar amal kita dilihat orang lain, maka sum’ah berarti kita ingin
ibadah kita didengar orang lain. Ibnu Hajar menyatakan: “Adapun sum’ah sama dengan riya’. Akan tetapi
ia berhubungan dengan indera pendengaran (telinga) sedangkan riya’ berkaitan
dengan indera penglihatan (mata).”
Amalan yang
dikerjakan dengan ikhlas akan mendatangkan pahala. Lalu bagaimana dengan amalan
yang tercampur riya’? Tentu saja akan merusak pahala amalan tersebut. Bisa
merusak salah satu bagiannya saja atau bahkan merusak keseluruhan dari pahala
amalan tersebut.
“Kesyirikan
itu lebih samar dari langkah kaki semut.” Lalu Abu Bakar bertanya, “Wahai
Rasulullah, bukankah kesyirikan itu ialah menyembah selain Allah atau berdoa
kepada selain Allah disamping berdoa kepada selain Allah?” maka beliau
bersabda.”Bagaimana engkau ini. Kesyirikan pada kalian lebih samar dari langkah
kaki semut.” (HR Abu
Ya’la Al Maushili dalam Musnad-nya,
tahqiq Irsya Al Haq Al Atsari, cetakan pertama, tahun 1408 H, Muassasah Ulum Al
Qur’an, Beirut, hlm 1/61-62. dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Targhib, 1/91)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengkhawatirkan bahaya riya’ atas umat Islam melebihi kekhawatiran beliau
terhadap bahaya Dajjal. Disebutkan dalam sabda beliau: “Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang
lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal.” Kami menyatakan, “Tentu!”
beliau bersabda “Syirik khafi (syirik yang tersembunyi). Yaitu seseorang
mengerjakan shalat, lalu ia baguskan shalatnya karena ia melihat ad seseorang
yang memandangnya.”
Ujian Dunia ?
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ
أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang
di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara
mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al Kahfi : 7)
Imam Al
Qurthubi mengatakan bahwa makna ayat diatas bisa dilihat pada sabda Rasulullah
saw, ”Sesungguhnya dunia itu hijau lagi manis. Dan Allah telah menjadikan
kalian sebagai khalifah didalamnya dan Dia swt melihat apa yang kalian
kerjakan.” Dan sabdanya saw yang lain, ”Sesungguhnya yang paling aku takutkan
terhadap kalian adalah apa yang Allah keluarkan bagi kalian berupa kembang dunia.’
Ada yang bertanya,’Apa itu kembang dunia? Beliau saw menjawab,’kenikmatan
bumi.” Dikeluarkan oleh Muslim dan yang lainnya dari Hadits Abi Said al Khudri.
Artinya bahwa dunia adalah nikmat dirasakan dan mengagumkan pandangan seperti
buah-buahan yang lezat dan mengangumkan orang yang melihat maka itu Allah swt
menjadikannya sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya untuk melihat siapa-siapa yang
paling baik amalnya dari mereka tidak ada celah bagi hamba-hamba-Nya untuk
membenci perhiasan Allah kecuali yang telah mendapatkan pertolongan-Nya.
Untuk itu
Umar mengatakan—sebagaimana disebutkan Bukhori—, ”Wahai Allah sesungguhnya kami
tidak sanggup kecuali menyenangi apa yang telah Engkau telah hiasi buat kami.
Wahai Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu agar aku menafkahkannya sesuai
dengan haknya.” Maka dia pun berdoa kepada Allah agar Dia swt membantunya agar
bisa menafkahkannya sesuai dengan haknya. Inilah makna sabdanya saw.”Barangsiapa
mengambilnya dengan kebaikan jiwa maka orang itu diberkahi didalamnya dan
barangsiapa yang mengambilnya dengan kepongkahan maka ia seperti orang yang
makan namun tidak (pernah) kenyang.”
Pembatal-Pembatal
Pahala ?
1. Kufur,
Syirik, Murtad dan Nifaq.2. Riya’3. Mengungkit-ungkit Kebaikan Disertai
Menyakiti (Hati) Orang Yang Diberi Kebaikan.4. Mendustakan Takdir.5.
Meninggalkan Shalat Ashar.6. Bersumpah Atas Nama Allah7. Menentang Rasul Dengan
Perkataan atau Perbuatan.8. Berbuat Bid’ah Dalam Agama.9. Melanggar Batasan
Allah Dalam Keadaan Rahasia.10. Merasa Senang Dengan Pembunuhan Orang Mukmin.11.
Tinggal Bersama Orang-Orang Musyrik di Negeri Harbi.12. Mendatangi Dukun dan
Peramal.13. Durhaka Kepada Kedua Orang Tua.14. Pecandu Khamr.15. Berkata Dusta
dan Beramal Dengannya16. Memelihara Anjing, Kecuali Untuk Menjaga Ternak dan
Tanaman Serta Anjing Untuk Berburu.17. Budak Yang Kabur, Sampai Ia Kembali
Kepada Majikannya.
18. Wanita
Yang Durhaka Kepada Suaminya Sampai Ia Kembali Taat.19. Orang Yang Menjadi Imam
dan Makmum Benci Kepadanya20. Menghajr (Isolir) Seorang Mukmin tanpa Alasan
Syar’i.( https://peribadirasulullah.wordpress.com)
Perkara yang Menggugurkan amal ibadah ?
Berikut ini adalah penggugur-penggugur amalan, di antaranya:
1. Syirik Dan Riddah (Kemurtadan).
Keduanya jelas menjadi penghalang diterimanya sebuah amalan di hadapan Allah Azza wa Jalla , sebaik dan seindah apapun amalan itu, karena Allah Azza wa Jalla membenci syirik dan kemurtadan serta tidak menerima segala jenis kebaikan apapun dari mereka manakala mereka mati dalam kondisi demikian.
Tentang syirik, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau -wahai Muhammad - dan kepada (nabi-nabi) yang sebelum engkau: "Jika kamu berbuat syirik (kepada Allah ), niscaya akan gugur terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi [az-Zumar/39:65][4]
Dan tentang bahaya kemurtadan, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang gugur sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya [al-Baqarah/2:217] [5]
2. Riya’
Ma`qil bin Yasâr menuturkan sebuah kisah, "Aku pernah bersama Abu Bakar ash-Shidiq Radhiyallahu anhu pergi menuju Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Wahai Abu Bakar, pada kalian ada syirik yang lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut”. Abu Bakar bertanya, “Bukankah syirik adalah seseorang telah menjadikan selain Allâh sebagai sekutu bagi-Nya?”… Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allâh, Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya Subhanahu wa Ta’ala, syirik (kecil) lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut. Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu (doa) yang jika engkau mengucapkannya, maka akan lenyaplah (syirik tersembunyi itu) baik sedikit maupun banyak? Ucapkanlah:
الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
(Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan kesyirikan terhadap-Mu dalam keadaan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun yang aku tidak mengetahuinya)[6]
3. Mendatangi Dukun, Peramal Dan Sejenisnya.
Berikut ini adalah penggugur-penggugur amalan, di antaranya:
1. Syirik Dan Riddah (Kemurtadan).
Keduanya jelas menjadi penghalang diterimanya sebuah amalan di hadapan Allah Azza wa Jalla , sebaik dan seindah apapun amalan itu, karena Allah Azza wa Jalla membenci syirik dan kemurtadan serta tidak menerima segala jenis kebaikan apapun dari mereka manakala mereka mati dalam kondisi demikian.
Tentang syirik, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau -wahai Muhammad - dan kepada (nabi-nabi) yang sebelum engkau: "Jika kamu berbuat syirik (kepada Allah ), niscaya akan gugur terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi [az-Zumar/39:65][4]
Dan tentang bahaya kemurtadan, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang gugur sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya [al-Baqarah/2:217] [5]
2. Riya’
Ma`qil bin Yasâr menuturkan sebuah kisah, "Aku pernah bersama Abu Bakar ash-Shidiq Radhiyallahu anhu pergi menuju Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Wahai Abu Bakar, pada kalian ada syirik yang lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut”. Abu Bakar bertanya, “Bukankah syirik adalah seseorang telah menjadikan selain Allâh sebagai sekutu bagi-Nya?”… Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allâh, Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya Subhanahu wa Ta’ala, syirik (kecil) lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut. Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu (doa) yang jika engkau mengucapkannya, maka akan lenyaplah (syirik tersembunyi itu) baik sedikit maupun banyak? Ucapkanlah:
الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
(Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan kesyirikan terhadap-Mu dalam keadaan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun yang aku tidak mengetahuinya)[6]
3. Mendatangi Dukun, Peramal Dan Sejenisnya.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun dan mempercayai ucapannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap (syariat) yang diturunkan kepada Muhammad [7]
Dalam lafazh lain, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidaklah diterima shalatnya sepanjang empat puluh hari [8]
4. Durhaka Terhadap Kedua Orang Tua, Mengungkit-Ungkit Sedekah Yang Diberikan, Mendustakan Takdir.
Pelaku tiga perbuatan ini diancam dengan gugurnya pahala amalan yang mereka kerjakan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا : عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدَرِ
Ada tiga golongan manusia yang Allâh tidak akan menerima dari mereka amalan wajib (fardhu), dan tidak pula amalan sunnat (nafilah) mereka pada hari Kiamat kelak; seorang yang durhaka kepada orang tuanya, seorang yang menyebut-nyebut sedekah pemberiannya, dan seorang yang mendustakan takdir [9]
5. Bergembira Atas Terbunuhnya Seorang Mukmin
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang Mukmin dan berharap pembunuhannya, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima darinya amalan wajib (fardhu) maupun amalan sunnat (nafilah)”.[10]
11. Kedurhakaan Isteri Kepada Suaminya
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ada tiga golongan manusia, shalat mereka tidak melampaui telinga mereka; budak yang kabur dari majikannya sampai dia kembali, seorang isteri yang melewati malam hari dalam keadaan suaminya murka kepadanya, seorang imam bagi sekelompok kaum padahal mereka membencinya”.[16]
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun dan mempercayai ucapannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap (syariat) yang diturunkan kepada Muhammad [7]
Dalam lafazh lain, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidaklah diterima shalatnya sepanjang empat puluh hari [8]
4. Durhaka Terhadap Kedua Orang Tua, Mengungkit-Ungkit Sedekah Yang Diberikan, Mendustakan Takdir.
Pelaku tiga perbuatan ini diancam dengan gugurnya pahala amalan yang mereka kerjakan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا : عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدَرِ
Ada tiga golongan manusia yang Allâh tidak akan menerima dari mereka amalan wajib (fardhu), dan tidak pula amalan sunnat (nafilah) mereka pada hari Kiamat kelak; seorang yang durhaka kepada orang tuanya, seorang yang menyebut-nyebut sedekah pemberiannya, dan seorang yang mendustakan takdir [9]
5. Bergembira Atas Terbunuhnya Seorang Mukmin
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang Mukmin dan berharap pembunuhannya, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima darinya amalan wajib (fardhu) maupun amalan sunnat (nafilah)”.[10]
11. Kedurhakaan Isteri Kepada Suaminya
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ada tiga golongan manusia, shalat mereka tidak melampaui telinga mereka; budak yang kabur dari majikannya sampai dia kembali, seorang isteri yang melewati malam hari dalam keadaan suaminya murka kepadanya, seorang imam bagi sekelompok kaum padahal mereka membencinya”.[16]
Footnote
[4]. Lihat juga QS. al-An'âm/6: 88,
at-Taubah/8:17
[5]. Lihat juga QS. al-A`râf : 147, Al-Mâidah : 5
[6]. HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul -Mufrad (takhrij Imam al-Albâni no: 716)
[7]. Hadits shahîh. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 5939
[8]. HR. Muslim no: 5782
[9]. Hadits ini hasan,. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 3065
[10]. Shahîh Sunan Abu Dâwud no: 4270
[5]. Lihat juga QS. al-A`râf : 147, Al-Mâidah : 5
[6]. HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul -Mufrad (takhrij Imam al-Albâni no: 716)
[7]. Hadits shahîh. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 5939
[8]. HR. Muslim no: 5782
[9]. Hadits ini hasan,. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 3065
[10]. Shahîh Sunan Abu Dâwud no: 4270
[16]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no:
360
Sumber:1.http://almanhaj.or.id 2http://www.eramuslim.com
3.http://muslimah.or.id
Jakarta 29/10/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar