Tokoh Sufi dan Ajarannya ?
كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًا فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِي عَرَفُوْنِي
Artinya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka aku menjadikan makhluk agar mereka mengenalKu”.
5.
Al-Hallaj
Al-hallaj
adalah seorang tokoh sufi yang mengembangkan paham al-hulul. Nama
lengkapnya adalah Husein Bin Mansyur al-Hallaj. Dia dilahirkan pada tahun 244
H/858 M di negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia
tinggal sampai dewasa di Waisith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia
pergi belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin
Abdullah al-Tustur di negeri Ahwaz. Selanjutnya, ia berangkat ke Bashrah dan
belajar pada seorang sufi bernama Amr al-Makki. Pada tahun 264 H, ia masuk kota
Baghdad dan belajar pada Junaid yang juga seorang sufi. Al-Hallaj pernah
menunaikan ibadah haji di Makkah selama tiga hari. Dengan riwayat hidup singkat
ini jelas bahwa ia memiliki dasar pengetahuan tentang tasawuf yang cukup
mendalam dan kuat.
Hulul
merupakan salah satu konsep didalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya
kesatuan antara kholiq dengan makhluk. Hulul berimplikasi kepada bersemayamnya
sifat-sifat ke-Tuhanan kedalam diri manusia atau masuk suatu dzat kedalam dzat
yang lainnya. Hulul adalah doktrin yang sangat menyimpang. Hulul ini telah
disalah artikan oleh manusia yang telah mengaku bersatu dengan Tuhan. Sehingga
dikatakan bahwa seorang budak tetaplah seorang budak dan seorang raja tetaplah
seorang raja. Tidak ada hubungan yang satu dengan yang lainnya sehingga yang
terjadi adalah hanyalah Allah yang mengetahui Allah dan hanya Allah yang dapat
melihat Allah dan hanya Allah yang menyembah Allah.
6.
Al-Muhasibi
al-muhasibi (w.
243 H/ 875 M) dilahirkan di basrah dan mengabiskan sebagain besar usianya di
Baghdad, nama lengkapnya adalah abu Abdullah al-harist at-muhasibi. ia
mengambangkan psiokologi moral yang paling ketat dan paling berpengaruh di
tradisi tasawuf. psikologi al-muhasibi bias ditemukan dalam karya-karya abu
tholib al-makki, yang mempengaruhi pemikiran abu hamdi al-ghozali. hingga saat
ini karya utama dari al-muhasibi adalah kitab al-ar’ayat lilhukukillah yang
mendalami berbagai bentuk idealisime tentang berbagai bentuk egeolisme.
Pandangan Al-Muhasibi tentang Ma’rifat
Al-muhasibi
mengatakan,ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang berdasar pada
kitab dan sunah.
Al-muhasibi
menjelaskan tahapan – tahapan maa’rifat sebagai berikut :
a. Taat, yaitu, wujud konkret ketaatan
hamba kepada Allah.
b. Aktivitas anggota tubuh yang telah
disinari oleh cahaya yang memenuhi hati
c. manusia akan menyaksikan berbagai
rahasia yang selama ini di simpan Allah
d. Apa yang dikatakan oleh sementara sufi
dengan fana yang menyebabkan baka’
4. Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’
khauf dan
raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna, bila berpegang
pada Al-Qur’an dan Assunah. dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dengan
ibadah dan janji serta ancaman Allah. Al-Muhasibi lebih lanjut mengatakan bahwa
Al-Qur’an jelas berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan. Al-Qur’an
jelas pula berbicara tentang surga dan Negara.
ia kemudian
mengutip ayat-ayat berikut :
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam
taman-taman (syurga) dan dimata air-mata air,Sambil mengambil apa-apa yang
dierikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di
dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. mereka sedikit sekali tidur
diwaktu malam, dan diakhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”
(QS. Adz-Dzariyat 15-17).
7. Ibn ‘Arabi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin
Abdullah Ath-Tha’I Al-Haitami. Lahir di mercia, Andalusia Tenggara, spanyol,
tahun 560 H. Di Seville(Spanyol), ia mempelajari Al-Qur’an, hadis, serta fiqh
pada sejumlah murid seorang faqih Andalusia terkenal, yaitu Ibn Hazm
Azh-Zhahiri.
Usia 30 tahun, ia mulai berkelana ke berbagai kawasan
Andalusia dan kawasan islam di bagian barat, di antara deretan guru-gurunya
adalah Abu Madyan Al-Ghauts At-Thalimsari dan Yasmin Musyaniyah.
Di antara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat
Al-Makiyyah yang ditulis pada tahun 1201 pada saat menaikkan ibadah haji. Karya
lainnya adalah Masyahid Al-Asrar, Mathali Al-Anwar AL-Illahiyah al-Isra ila
Maqam Al-Atsana.
Adapun ajaran-ajarannya adalah:
a. wahdat al-wujud
Wahdat Al-Wujud merupakan ajaran sentralnya. Namun,
istilah tersebut bukan berasal dari dia, tetapi dari ibn Taimiyah, tokoh yang
paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya tersebut. Menurut
Ibn Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam. Menurutnya
orang-orang yang mempunyai paham tersebut mengatakan bahwa wujud itu
sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang dimiliki oleh khalik adalah
juga mungkin al-wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang
mempunyai paham ini juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan,
tidak ada perbedaan.
Dari pengertian tersebut, Ibn Taimiyah menilai ajaran
sentral Ibn Arabi dari aspek tyasbihnya (penyerupaan khalik dan makhluk) saja,
tetapi belum menilainya dari aspek tanzihnya (penyucian khalik). Sebab, kedua
aspek tersebut terdapat dalam ajaran Ibn Arabi.
Menurut Ibn Arabi, wujud yang ada semua ini hanya satu
dan wujud makhluk pada hakikatnya wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antara
keduanya dari segi hakikat.adapun jika ada yang mengira bahwa antara keduanya ada perbedaan , hal itu
dilihat dari sudut pandang panca indra lahir dan akal yang terbatas
kemampuannya dalam menangkap hakikat
yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiyah yang segala sesuatu
berhimpun padanya. Hal ini tersimpul dalam ucapan ibn Arabi berikut:
سُبْحَانَ مَنْ اَظْهَرَ الاَشْيَاءَ وَهُوَ
عَيْنُهَا
Artinya: “ Maha suci Tuhan yang
telah menjadikan segala sesuatu dan Dia
sendiri adalah hakikat segala sesuatu itu.”
Menurut Ibn Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah
wujud allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara abid (menyembah)
dengan ma’bud (yang disembah). Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam hakikat
yang satu.
b. Haqiqah
Muhammadiyah
Dari konsep wahdat al-wujud di atas, muncul lagi dua
konsep, yaitu konsep al-hakikat al-Muhammadiyah dan konsep wahdat
al-adyan(kesamaan agama).
Menurut Ibn Arabi, Tuhan adalah pencipta alam semesta.
Adapun proses penciptaannya adalah sebagai berikut:
·
Tajjalii Dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah,
·
Tanazul Dzat Tuhan dari alam ma’ani ke alam (ta’ayyunat)
realitas-realitas
rohaniah, yaitu alam arwah yang mujarrad.
·
Tanazul pada realitas-realitas nafsiyah,
yaitu alam nafsiyah berpikir.
·
Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan msiteri,
yaitu alam mitsal(ide) atau khayal.
·
Alam materi,
yaitu alam indrawi.
Ibn Arabi menjelaskan pula bahwa terjadinya alam ini
tidak dapat dipisahkan dari ajaran hakikat Muhammadiyah atau Nur Muhammad.
Menurutnya tahapan-tahapan proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua
ajaran tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:
a. Wujud Tuhan
sebagai wujud mutlak, yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat pada sesuatu
apapun.
b. Wujud hakikat
Muhammadiyah sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan , lalu
muncul semua yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya.
Dengan demikian ibn arabi menolak ajaran yang
mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada(cretio ex nihilio). Ia mengatakan bahwa Nur Muhammad itu qadim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai
kesempurnaan ilmiah danamaliah yang terealisasikan pada diri para nabi semenjak
adam sampai Muhammad dan terealisasikan
dari Muhammad pada diri para pengikutnya, kalangan para wali, dan insan kamil (manusia sempurna). Kadang-kadang ia
menyebut hakikat Muhammadiyah dengan Quthb
dan terkadang dengan ruh Al-Khatam
c.
Wahdatul adyan
Adapun yang dimaksud dengan konsepnya, wahdat al-adyan
(kesamaan agama) Ibn Arabi mamandabg bahwa sumber agama adalah satu, yaitu
hakikat Muhammadiyah. Maka semua agama adalah tunggal dan semuanya itu
kepunyaan Allah.
k. Ibn Sab’in
Nama lengkapnya adalah Ibn Sab’in Abdul Haqq ibn
Ibrahim Muhammad Ibn Nashr. Di lahirkan tahun 614 H di Murcia. Ibn Sab’in
mempunyai asal usul Arab dan juga mempelajari ilmu-ilmu agama dari mazhab
maliki, ilmu-ilmu logika, dan filsafat. Di antara guru-gurunya adalah Ibn
dhihaq, yang terkenal dengan Ibn Al-Mir’ah (meninggal tahun 611 M), pensyarah
karya al-irsyad. Karena Al-mir’ah wafat sebelum Ibn Sab’in lahir, maka jelas
Ibn Sab’in menjadi muridnya hanya melalui kajiannnya pada karya-karya ibn
mir’ah.
Tahun 640 H, Ibn Sab’in dengan sebagian muridnya
meninggalkan Murcia menuju Afrika Utara.pertama-tama, Ibn Sab’in menjejakkan
kakinya di Ceuta. Di kota Ceuta ini, Ibn Sab’in banyak menelaah kitab-kitab
tasawuf serta memberiikan pengajaran. Pada tahun 6480 H Ibn Sab’in sampai di
kairo. Namun para fuqaha dunia islam mengutus seorang utusan ke mesir untuk
memperingatkan penduduk itu bahwa Ibn Sab’in adalah seorang atheis yang
menyatakan kesatuan khalik dengan makhluk. Kemudian dia pergi ke Mekah untuk
menyiarkan kembali ajarannya.
Ibn Sab’in meninggalkan karya sebanyak 41 buah, yang
menguraikan tasawufnya secara teoritis maupun praktis. Sebagian risalahnya
telah disunting Abdurrahman Badawi dengan judul Rasa’il Ibn Sab’in(1965 M),
Jawab shahih Shiqilliyah, telah disunting oleh Syaripuddin Yaltaqiya.
Adapun ajaran-ajaran Tasawufnya adalah :
a.
Kesatuan mutlak
Ibn Sab’in adalah seorang penggagas sebuah faham dalam
kalangan tasawuf filosofis, yang dikenal dengan faham kesatuan mutlak. Disebut
paham kesatuan mutlak karena paham ini berbeda dari paham-paham tasawuf yang memberi ruang lingkup pada
pendapat-pendapat tentang hal yang mungkin dalam suatu bentuk.
Dalam paham ini Ibn Sab’in menempatkan keTuhanan pada
tempat pertama. Wujud allah, menurutnya adalah asal segala yang ada pada masa
lalu, masa kini maupun masa depan. Sementara wujud materi yang tampak justru
dia rujukkan pada wujud mutlak yang rohaniyah. Ibn Sab’in terkadang
menyerupakan wujud dengan lingkaran, porosnya adalah wujud yang mutlak,
sementara wujud yang nisbi alias sempit berada dalam lingkaran.
Pemikiran-pemikiran Ibn Sab’in ini dia rujukkan dengan
dalil-dalil al-qur’an, yang diinterpretasikan secara filosofis ataupun khusus.
Misalnya dalam Q.S. Al-Hadid:13, Q.S. Al-Qhasas:88.
Artinya: pada hari ketika
orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang
beriman: "Tunggulah Kami supaya Kami dapat mengambil sebahagian dari
cahayamu". dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang
dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". lalu diadakan di antara mereka
dinding yang mempunyai pintu. di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah
luarnya dari situ ada siksa.(QS. Al-Hadid: 13)
Artinya: janganlah kamu sembah di
samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.(QS.Al-Qashash)
pendapatnya tentang kesatuan mutlak tersebut,
merupakan dasar dari paham khususnya tentang para pencapai kesatuan mutlak
ataupun pengakraban Allah. Inilah pribadi yang
melebihi mereka semua dengan pengetahuannya yang khusus, yaitu ilmu
pencapaian yang menjadi pintu gerbang kenabian. Sosok pribadi yang dari segi
hakikat rohaniahnya justru bersatu dengan nabi, yang mengendalikan semesta, dan
segala sesuatu pun didasarkan padanya.
Orientalis filsafat Ibn Sab’in terletak pada
perbandingan yang ia buat, antara lain alirannya tentang kesatuan wujud dengan
aliran-aliran fuqaha, teolog, filosof maupun sufi.
b.
Penolakan terhadap logika Aristotelian
Pahamnya tentang kesatuan mutlak, telah membuatnya
menolak logika Aristotelian. Oleh karenanya, dalam karyanya BuddAl-Arif, ia
berusaha menyusun suatu logika baru yang bercorak iluminatif, sebagai pengganti
logika yang berdasarkan pada konsepsi jamak.
Diantara kesimpulan-kesimpulan penting Ibn Sab’in
dengan logikanya adalah realitas-realitas logika itu alamiah adanya dalam jiwa
manusia, dan keenam kata logika ( genus, species, difference, proper, sccident,
person) yang memberi kesan adanya wujud yang jamak, hanya sekedar ilusi semata.
Ibn Sab’in juga mengembangkan pahamnya tentang kesatuan mutlak ke berbagai
bidang bahasaan filosofis. Misalnya, menurutnya jiwa dan akal budi tidak mempunyai wujudnya sendiri. Dan moral
menurutnya di tandai corak kesatuan
mutlak.
Yang menarik perhatian dari pendapat Ibn Sab’in ialah
bahwa latihan-latihan rohaniah praktis, yang bisa mengantar pada moral luhur,
tunduk pada konsepsinya tentang wujud seperti zikir seorang pencapai kesatuan
mutlak adalah ungkapan “tidak ada yang wujud selain Allah,” sebagai ganti “
tidak ada Tuhan selain Allah”. Si pendzikir dalam dzikir ini sendiri adalah
yang dzikir. Sementara tingkatan dan keadaan, yang merupakan buah dari dzikir,
juga tidak keluar dari ruang lingkup kesatuan
mutlak tersebut.
8. Al-Jili
Nama lengkapnya adalah abdul karim bin Ibrahim Al
Jilli. Lahir pada tahun 1365 M, di jillan (Gilan) wafat pada tahun 1417 M. ia
adalah seorang sufi terkenal dari Baghdad. Riwayat hidupnya tidak banyak
diketahui oleh para ahli sejarah. Tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia
pernah melakukan perjalanan ke india tahin 1378 M. lalu belajar tasawuf di
bawah bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani. Di samping itu, berguru pula pada Syeh
Syarif Isma’il Bin Ibrahim Al-Zabarti di
Zabid (Yaman) tahun1393-1403 M.
Adapun ajaran-ajaran tasawufnya adalah sebagai berikut:
a. Insan
kamil
Ajaran tasawuf yang terpentingnya adalah paham insan
kamil (manusia sempurna). Menurutnya, insane kamil adalah nuskhah atau copy
Tuhan, seperti yang disebutkan dalam hadis yang artinya:
“Alllah menciptakan adam dalam bentuk yang Maha
Rahman.”
Al-Jilli berpendapat bahwa nama dan sifat Ilahiah pada
dasarnya merupakan milik insane kamil sebagai suatu kemestian yang inheren
dengan esensinya. Lebih lanjut al-jilli
mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan Tuhan dengan insane kamil bagaikan
cermin. Insane kamil tidak dapat melihat dirinya, kecuali dengan cermin nama
Tuhan, sebagaimana Tuhan tidak dapat melihat diri-Nya, kecuali melalui cermin
insane kamil.
Kemudian al-jilli berkata bahwa duplikasi al-kamal
(kesempurnaan)pada dasarnya dimiliki oleh semua manusia. Intensitas al-kamal
yang paling tinggi terdapat dalam diri Nabi Muhammad SAW. Manusia lain, baik nabi ataupun wali bila
dibandingkan dengan nabi Muhammad bagaikan al-kamil(yang sempurna) dengan
al-akmal(yang paling sempurna) atau al-fadil(yang utama) dengan al-afdhal(yang
paling utama).
Menurut Al-berry, konsep insane kamil al-jilli dekat
dengan konsep al-hulul al-hallaj dan knsep ittihad ibn arabi, yaitu integrasi
sifat lahut dan nasut dalam suatu pribadi sebagai pancaran dari Nur Muhammad.
b.
Maqamat (Al-Martabah)
Berhubungan dengan insan kamil, Al-Jilli merumuskan
beberapa maqam yang harus di lalui seorang sufi. Dalam istilahnya, maqam itu
disebut Al-Martabah (jenjang/tingkatan), di antaranya adalah :
· Islam
Islam yang didasarkan pada lima rukun dalam pemahaman
kaum sufi tidak hanya dilakukan secara ritual, tetapi harus dipahami dan
dirasakan lebih dalam. Misalnya puasa, menurutnya puasa merupakan isyarat untuk
menghindari tuntutan jemanusiaan agar orang yang berpuasa memiliki sifat-sifat
ketuhanan, yaitu dengan cara mengosongkan jiwanya dari tuntutan-tuntutan
kemanusiaan dan mengisinya dengan sifat-sifat ketuhanan.
· Iman
Yakni membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun
iman dan melaksanakan dasar-dasar islam. Iman merupakan tangga pertama untuk
mengungkap tabir alam ghaib dan alat yang membantu seseorang mencapai maqam
yang lebih tinggi.
· Ash-shalah
Pada tingkatan ini, sorang sufi mencapai tingkatan
ibadah yang terus-menerus kepada Allah dengan perasaan khauf dan raja.
Bertujuan untuk mencapai nuqtah ilaihah pada lubuk hati sehingga sehingga
menaati syariat dengan baik.
· Ihsan
Menunjukan bahwa seorang sufi mencapai tingkat
menyaksikan efek (atsar) nama dari sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya merasa
seakan-akan berada di hadapan-Nya.dengan syarat-syarat harus bersikap istiqamah
dalam tobat, inabah, zuhud, tawakal, tafwidh, rida, dan ikhlas.
· Syahadah
Pada tingkatan ini, seorang sufi iradah yang
bercirikan mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih. Mengungat-Nya terus-menerus, dan
meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
· Shiddiqiyah
Istilah ini menggambarkan mencapai tingkat hakikat
ma’rifat yang diperoleh secara bertahap
dari ilmu al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan haqq al-yaqin. Jadi, menurutnya seorang
sufi yang telah mencapai derajat shiddiq mampu menyaksikan hal-hal yang ghaib
kemudian melihat rahasia-rahasia Tuhan sehingga mengetahui hakikat-Nya. Setelah
mengalami fana ia memperoleh baqa ilaih. Inilah batas pencapaian ilmu al-yaqin
Selanjutnya , ketikapenampakan sifat-sifat terjadi,
maka akan diperoleh ma’rifat dzat dari segi sifat. Hal ini berlangsung terus
hingga mencapai ma’rifat dzat dengan dzat. Namun, karena tidak merasa puas
dengan ma’rifat dzat dengan dzat, ia mencoba melepaskan sifat-sifat rububiyah
sehingga pada akhirnya terhiasi dengan sifat-sifat dan nama Tuhan. Tingkat
semacam inilah yang dinamakn haqq al-yaqin.
· Qurbah
Merupakan maqam yang memungkinkan seorang sufi dapat
menampakan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.
Demikianlah maqomat menurut pandangan al-jili. Dia
berpandangan bahwa mengetahui dzat yang maha tinggi itu secara kasyf
ilahi, yaitu kamu dihadapan-Nya dan Dia di hadapanmu tanpa hulul dan ittihad.
Sebab hamba adalah hamba dan Tuhan adalah Tuhan, tidak bisa disamakan. Oleh
karenanya hamba tidak mungkin jadi Tuhan dan tidak mungkin pula sebaliknya.
9. Ibn Masarah
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Abdullah Bin
Masarrah (269-319 H. ia merupakan salah seorang sufi sekaligus filosof dari
Andalusia. Ia memberiikan pengaruh yang besar
terhadap madzhab Al-Mariyyah. Bersamaan dengan ibn masarrah, di
Andalusia telah muncul tasawuf filosofi. Ia lebih banyak disebut-sebut sebagai filosof dari pada sufi. Pada mulanya ia merupakan penganut sejati
aliran mu’tazilah, lalu berpalingpada mazhab neoplatonisme. Oleh karena itu, ia
di anggap mencoba menghidupkan kembali filsafat yunani kuno.
Di antara ajaran-ajaran Ibn Masarrah adalah sebagai
berikut:
1. Jalan menuju
keselamatan jiwa adalah menyucikan jiwa,
zuhud dan mahabbah yang merupakan asal dari semua kejadian.
Di antara pemikiran ibn masarrah adalah bahwa jalan
keselamatan adalah penyucian diri, kezuhudan, tindakan mempriotaskan akal atas
panca indera dan berusaha kembali kepada cinta merupakan pokok utama kehadiran
manusia di alam semesta. Sebab, dengan cara itu, berbagai unsure kejadiannya
akan bersatu satu sama lainnya, sehingga terbentuklah suatu kesatuan(al-wahdah)
atau seluruh maujud akan berkumpul dalam kecintaan, kebencian, kasih saying,
dan keterpaksaan seperti asalnya. Namun ibn masarrah menganut pemikiran
Plotinus yaitu pemikiran tentang teori emanasi.
Konsep teori emanasi (al-faidh) ibn masarrah terdiri
atas lima unsure, unsure utama adalah unsur ruhani(anasir ruhaniyyah)
berdasarkan konsep hierarkis menurun yang dimulai dengan unsure pertama tau
materi pertam, yakni hakikat mental(al-haqqa’iq adz-dzihniyyah) pertama atau
materi pertama pembentuk planet-planet di alam semesta. Urutan berikutnya
adalah akal, jiwa dan tabiat.
2. Penakwilan ala phylum
atau aliran ismailiyyah terhadap ayat-ayat al-qur’an
Di antara pemikiran yang di anggap ciri khas ibn
masarrah adalah berpegang teguh pada prinsip penakwilan (ta’wil) sejalan dengan
pemikiran philon iskandar atau sekte
ismailiyyah. Ibn masarrah sangat banyak melakukan penakwilan atas ayat-ayat
al-qur’an dengan corak penakwilan sekte kebatinan. Ia menolak kebangkitan
jasmani di akhirat, menafikan pengetahuan Allah SWT tentang hal-hal particular
kecuali bila sudah terjadi.
3. Siksa neraka bukanlah
dalam bentuk yang hakikat.
Selain dari ketiga ajaran di atas, menurut ibnhazm,
kebanyakan pengikut ibn masarrah menyebutkan bahwa ibn masarrah berpendapat
kenabian adalah sebuah maqam yang bisa dicapai dengan usaha. Orang yang telah
mencapai puncak kesalihan dan kesucian jiwa, bisa mendapatkan maqam kenabian.
Menurutnya, kenabian pada dasarnya bukanlah sesuatu yang istimewa.
Sumber:1Al-Qur'an Hadits 2..http://fauzunnaimhukum.blogspot.com
3..http://anitapartupeker.blogspot.com
JAKARTA 19/4/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar