BANGGA DENGAN
GOLONGANNYA ?
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. [TQS Ali
Imron (3):104]
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا
لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“yaitu orang-orang yang memecah
belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”.[TQS al-Ruum
(30): 32], dan masih banyak ayat-ayat yang memiliki pengertian senada, misalnya
Al-Maidah (5):53; al-Mu`minuun (23):54], dan sebagainya.
“Ada enam kebajikan bagi orang muslim atas muslim yang lainnya, yaitu: apabila ia bertemu dengannya hendaknya ia mengucapkan salam, memenuhi undangannya apabila ia mengundang, membaca tasymit apabila ia bersin, menjenguknya apabila ia sakit, mengiringi jenasahnya apabila ia mati dan mencintainya seperti mencintai diri sendiri.” (HR. Ahmad)
“Ada enam kebajikan bagi orang muslim atas muslim yang lainnya, yaitu: apabila ia bertemu dengannya hendaknya ia mengucapkan salam, memenuhi undangannya apabila ia mengundang, membaca tasymit apabila ia bersin, menjenguknya apabila ia sakit, mengiringi jenasahnya apabila ia mati dan mencintainya seperti mencintai diri sendiri.” (HR. Ahmad)
Muqaddimah
Allah SWT
berfirman yang artinya, “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada sisi mereka (masing-masing).” (Al-Mu’minun: 53)
وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
” dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”. [TQS Al Hadiid (57):23]
Dan taatlah kepada Allah dan
rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar
(QS. Al-Anfaal [8]: 46)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama
kamu semua, agama yang satu”
Yaitu agama kalian –wahai para Nabi– adalah agama yang satu, dan ajaran yang satu yaitu menyeru untuk beribadah hanya kepada Allah I, tidak ada sekutu bagi-Nya (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248). Maka lafadz ‘umat’ yang dimaksud dalam ayat ini adalah agama.
Yaitu agama kalian –wahai para Nabi– adalah agama yang satu, dan ajaran yang satu yaitu menyeru untuk beribadah hanya kepada Allah I, tidak ada sekutu bagi-Nya (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248). Maka lafadz ‘umat’ yang dimaksud dalam ayat ini adalah agama.
Makna Memecah belah Agama ?
Yaitu, para umat menjadikan agama mereka yang
satu menjadi beberapa agama, setelah mereka diperintahkan untuk bersatu.
(Tafsir Al-Qurthubi, 12/129)
“Tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).”
Yaitu setiap kelompok suka dengan kesesatan yang ada padanya karena mereka menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang diberi petunjuk. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248)
Yaitu setiap kelompok suka dengan kesesatan yang ada padanya karena mereka menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang diberi petunjuk. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248)
Al-Allamah As-Sa’di t berkata: “Sesungguhnya ini adalah umat
kalian, yaitu jamaah kalian –wahai sekalian para rasul– adalah jamaah yang
satu, yang bersepakat di atas satu agama, dan Rabb kalian pun hanyalah satu.
Maka bertakwalah kalian kepada-Ku, dengan menjalankan perintah-Ku dan menjauhi
larangan-Ku. Dan sungguh Allah I telah memerintahkan kepada kaum mukminin
seperti apa yang diperintahkan kepada para rasul, karena para rasul-lah yang
mereka jadikan sebagai panutan, dan di belakang rasul pula mereka berjalan.
Sehingga Allah I berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya
kepada-Nya kalian menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
Oleh karena
itu, wajib bagi setiap orang yang menisbahkan dirinya kepada para nabi dan juga
yang lainnya untuk mematuhi hal ini dan mengamalkannya. Namun orang-orang
dzalim dan memecah-belah tidaklah menghendaki melainkan penyimpangan. Oleh
karena itu Allah I menyatakan selanjutnya: “Mereka telah berpecah belah dalam
perkara mereka menjadi kelompok-kelompok”. Setiap kelompok merasa senang dengan
ilmu dan agama yang ada pada mereka dan mengklaim bahwa merekalah yang benar,
sedangkan yang lainnya tidak di atas kebenaran. Padahal yang berada di atas
kebenaran di antara mereka adalah yang berada di atas jalan para rasul, dengan
memakan makanan yang baik dan halal, beramal shalih. Sedangkan yang selain itu,
maka mereka berada di atas kebatilan.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 554)
Tolak Ukur Kebenaran ?
Al-Wala` wal
Bara` Hanyalah di atas Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya
Kita memetik faedah dari ayat ini bahwa tolak ukur kebenaran hanyalah yang datang dari Allah U, Rasul-Nya, dan apa yang telah menjadi kesepakatan pendahulu umat ini. Adapun selain itu maka hal tersebut adalah kesesatan, perpecahan dan penyimpangan dari jalan Allah U. Firman-Nya:
Kita memetik faedah dari ayat ini bahwa tolak ukur kebenaran hanyalah yang datang dari Allah U, Rasul-Nya, dan apa yang telah menjadi kesepakatan pendahulu umat ini. Adapun selain itu maka hal tersebut adalah kesesatan, perpecahan dan penyimpangan dari jalan Allah U. Firman-Nya:
“Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam.
Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Agama kaum muslimin dibangun di atas ittiba’ (ikut) terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang telah disepakati oleh umat ini. Ketiga perkara ini merupakan prinsip-prinsip yang tetap terjaga (dari kesesatan). Dan apa saja yang diperselisihkan umat ini, maka mereka kembalikan kepada Allah I dan Rasul-Nya. Dan tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk mengangkat seseorang lalu mengajak kepada jalan orang itu, dan ber-wala` dan bara` di atasnya, kecuali kepada Nabi n. Dan tidak boleh seseorang memegang suatu perkataan, lalu ber-wala` dan bara` di atas per-kataan tersebut, kecuali bila itu perkataan Allah I dan perkataan Rasul-Nya n. Dan apa yang disepakati umat ini. Bahkan (ber-sikap wala` dan bara` bukan di atas tiga perkara ini) termasuk perbuatan ahli bid’ah, yang me-reka mengangkat seseorang atau suatu perkataan lalu memecah belah umat dengannya, bersikap loyal dan memusuhi di atas perkataan atau penisbatan tersebut.” (Dar`ut Ta’arudh, 1/272; Mauqif Ibnu Taimiyyah, 1/269-270)
Allah SWT berfirman, “Dan setan telah
menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi
mereka dari jalan (Allah),
“Barang siapa yang berpaling dari
pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran), kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang
benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Az-Zukhruf:
36–37).
Allah SWT berfirman, “… maka tidak
ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.” (Yunus: 32).
“… maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
(An-Najm: 32).
“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya ?
Yaitu, orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu
orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap)
perjumpaan dengan-Nya, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan kami tidak
mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (Al-Kahfi:
103–105).
”Barangsiapa yang senang diluaskan
rizkinya dan dipanjangkan umurnya (diberkahi), maka hendaklah ia
bersilaturrahmi (Muttafaq ‘Alaih)
Sebagaimana
firman-Nya, Kembali bertaubat kepada-Nya dan
bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah
agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Ar-Ruum [30]:
31-32).
Kemudian jika mereka mendebat
kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah:"Aku menyerahkan diriku
kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan
katakanlah kepada orang-orang yang ummi:"Apakah kamu (mau) masuk
Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat
petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. 3:20)
Apabila seorang datang langsung berbicara sebelum memberi salam maka janganlah dijawab. (HR. Addainuri dan Attirmidzi)
Apabila kamu saling berjumpa maka saling mengucap salam dan bersalam-salaman, dan bila berpisah maka berpisahlah dengan ucapan istghfar. (HR. Aththahawi)
Apabila dua orang muslim saling berjumpa lalu berjabat tangan dan mengucap "Alhamdulillah" dan beristghfar maka Allah 'Azza Wajalla mengampuni mereka. (HR. Abu Dawud)
Ikhtitam
“مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،
فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ”. وفي رواية:
“وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ” .
“Siapa saja diantara kalian yang
menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia ubah dengan tangannya. Jika ia tidak
mampu (mengubah dengan tangan) hendaknya dengan lisannya. Dan jika ia tidak
mampu (mengubah dengan lisannya), hendaknya dengan hatinya”. Di dalam riwayat
lain dituturkan, ”Setelah itu tidak ada keimanan seberat biji gandum pun”.[HR.
Imam Muslim dari Abu Musa al-Asy’ariy]
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
وَلَيْسَ فِي حَدِيثِ قُتَيْبَةَ وَهُمْ كَذَلِكَ
”Akan ada kelompok dari umatku
yang selalu menang di atas kebenaran, tidak akan membahayakan mereka orang yang
memusuhi mereka, hingga Allah mendatangkan perintahnya, dan mereka tetap dalam
keadaan seperti itu”.[HR. Imam Muslim]
Sumber:1.https://labbaik.wordpress.com
2.http://asysyariah.com
JAKARTA 10/4/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar