BACA BASMALAH DENGAN
JAHR/SIRRI ?
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca
Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Apakah Bagian Dari Al Fatihah?
Para ulama sepakat bahwa basmalah adalah termasuk ayat Al Qur’an (Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah, 8/83). Karena memang basmalah terdapat dalam salah satu ayat Al
Qur’an,
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan
sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang” (QS. An Naml: 30)
Namun, terdapat perselisihan yang sangat kuat diantara
para ulama mengenai apakah basmalah itu bagian dari surat Al Fatihah. Karena
jika ditinjau dari segi riwayat qira’ah, dalam sebagian qira’ah yang shahih,
basmalah bukan bagian dari Al Fatihah dan dalam sebagian qira’ah yang lain,
basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah.
Adapun Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur
fuqaha berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah. Mereka berdalil
dengan hadits
قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي
“Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman, aku
membagi shalat antara Aku dan hambaku menjadi dua bagian, setengahnya untukKu
dan setengahnya untuk hambaKu sesuai dengan apa yang ia minta. Ketika hambaku
berkata,’Alhamdulillahi rabbil’aalamiin’. Allah Ta’ala berkata, ‘
Hambaku telah memujiKu’” (HR. Muslim 395).
Adapun Ulama Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah
bagian dari Al Fatihah. Mereka berdalil diantaranya dengan hadits, semisal
hadits ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memberitahu para sahabat
mengenai surat yang paling agung dalam Al Qur’an, beliau bersabda:
هِيَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ السَّبْعُ المَثَانِي
“surat tersebut adalah ‘Alhamdulillahi
rabbil’aalamiin’ yang terdiri dari 7 ayat” (HR. Al Bukhari 4474 , 4647).
mereka menghitung lafadz “shiraathalladziina
an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laadh
dhaaliin” sebagai 1 ayat, sehingga basmalah termasuk dalam 7 ayat
tersebut. Adapun para ulama yang mengatakan basmalah bukan bagian dari Al
Fatihah menghitung lafadz ini sebagai 2 ayat, yaitu: shiraathalladziina
an’amta ‘alaihim sebagai satu ayat, dan ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa
laadh dhaaliin sebagai satu ayat
Dalil lain bagi yang berpendapat basmalah bagian dari
Al Fatihah, yaitu hadits,
إِذَا قَرَأْتُمِ : الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاقْرَءُوا : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ , وَأُمُّ الْكِتَابِ , وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي , وَبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا
“jika kalian membaca Alhamdulillahi rabbil’aalamiin
maka bacalah bismillahir rahmanir rahim, karena ia adalah ummul qur’an, ummul
kitab dan 7 rangkaian ayat, dan bismillahir rahmanir rahim salah satunya”
(HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 2181, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Al Jami’ 729).
hadits ini secara sharih menyatakan bahwa basmalah
merupakan bagian dari Al Fatihah, dan inilah pendapat yang menurut kami lebih
rajih. Adapun pendalilan dari hadits Abu Hurairah yang pertama diambil dari mafhum
hadits.
Namun sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bacaan
basmalah tsabit pada sebagian qira’ah, maka tentunya perbedaan pendapat
sangat longgar perkaranya (lihat Sifatu Shalatin Nabi, 79-80).
Apakah Bagian Dari Setiap Surat?
Sebagaimana Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan
jumhur fuqaha berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, mereka
juga berpendapat basmalah bukanlah bagian dari setiap surat (Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah, 8/83). Namun basmalah memang Allah turunkan untuk pemisah antara
surat yang satu dengan yang lain. Diantara alasan bahwa basmalah bukanlah
bagian dari setiap surat, para ulama ijma’ bahwa surat Al Kautsar itu terdiri
dari 3 ayat, dengan demikian basmalah bukan bagian dari surat Al Kautsar.
Adapun Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian
dari Al Fatihah dan juga dari setiap surat (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
8/84). Diantara alasannya adalah bahwa para sahabat Nabi mengumpulkan Al Qur’an
dan menulis basmalah di setiap awal surat, padahal yang bukan berasal dari Al
Qur’an tidak boleh ditulis dalam Al Qur’an. Dan para ulama sepakat bahwa
basmalah yang berada di antara dua surat itu adalah kalamullah, sehingga wajib
dianggap sebagai bagian dari surat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/85).
Hukum Membaca Basmalah ?
1.Dari penjelasan sebelumnya, kita ketahui bahwa Syafi’iyah berpendapat wajibnya membaca basmalah karena ia
merupakan bagian dari Al Fatihah. Dan mengingat membaca Al Fatihah adalah rukun
shalat, maka shalat tidak sah jika tidak membaca basmalah karena adanya
kekurangan dalam membaca Al Fatihah. Sebagaimana hadits
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca
Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Diantara para salaf yang berpendapat demikian adalah
Al Kisa-i, ‘Ashim bin An Nujud, Abdullah bin Katsir, dan yang lainnya (Sifatu
Shalatin Nabi, 79). Syafi’iyyah juga berpendapat wajibnya membaca Al
Fatihah sebelum qira’ah setiap awal surat dari Al Qur’an dalam shalat (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/88).
2.Sementara Hanafiyah yang berpendapat basmalah bukan
bagian dari Al Fatihah, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah dalam shalat hukumnya sunnah sebelum membaca Al Fatihah
di setiap rakaat. Disunnahkannya membaca basmalah sebelum Al Fatihah karena
dalam rangka tabarruk dengan basmalah. Adapun selain Al Fatihah tidak
disunnahkan.
3.Namun Malikiyyah berpendapat tidak disunnahkan untuk membaca basmalah sebelum qira’ah setelah Al
Fatihah, sedangkan menurut Hanabilah
sunnah hukumnya baik sebelum Al
Fatihah maupun sebelum qira’ah. Dan Malikiyyah membolehkan tasmiyah sebelum
Al Fatihah ataupun sebelum qira’ah (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87-88).
Pendapat yang masyhur dari Malikiyyah, yang juga
berpendapat basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, mereka mengatakan bahwa
membaca basmalah sebelum Al Fatihah ataupun qira’ah hukumnya makruh. Mereka berdalil dengan hadits Anas bin Malik
مِعْتُ قتادةَ يُحَدِّثُ عن أنسٍ قال : صلَّيْتُ مع رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكرٍ ، وعمرَ ، وعثمانَ ، فلم أَسْمَعْ أحدًا منهم يقرأُ بسمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِ
“aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman dan aku tidak mendengar mereka membaca
bismillahir rahmanir rahim” (HR. Muslim 399).
namun ada riwayat dari Imam Malik bahwa beliau berpendapat boleh, dan riwayat lain dari Malikiyyah yang mengatakan hukumnya
wajib (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87).
Hukum Mengeraskan Bacaan Basmalah ?
Para ulama sepakat basmalah dibaca sirr (lirih)
pada shalat yang sirr. Namun masyhur dikalangan para ulama bahwa mereka
berbeda pendapat apakah membaca basmalah sebelum Al Fatihah itu dikeraskan
(jahr) ataukah secara lirih (sirr) pada shalat yang jahr.
Pendapat Pertama
Sebagian ulama berpendapat basmalah disunnahkan dibaca secara keras (jahr). Diantara
yang berpendapat demikian adalah ulama Syafi’iyyah. Mereka berdalil dengan
dalil-dalil yang menyatakan bahwa basmalah adalah bagian dari Al Fatihah, maka
dibaca secara jahr sebagaimana Al Fatihah (lihat Sifatu Shalatin Nabi,
81; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/182). Selain itu mereka
juga berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya,
مَا حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْحَاقَ الْعَدْلُ بِبَغْدَادَ ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ السِّرَاجٍ ، ثنا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الضَّبِّيُّ ، ثنا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ ، ثنا مِسْعَرٌ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” يَجْهَرُ بِـ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Abu Muhammad Abdullah bin Ishaq Al Adl di Baghdad menuturkan kepadaku, Ibrahim bin
Ishaq bin As Sarraj menuturkan kepadaku, ‘Uqbah bin Mukram Ad Dhibbi
menuturkan kepadaku, Yunus bin Bukair menuturkan kepadaku, Mis’ar
menuturkan kepadaku, dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam biasanya men-jahr-kan bismillahir rahmanir rahim”.
(HR. Al Hakim 805).
Dan terdapat beberapa jalan lain dari ‘Aisyah, Ibnu
‘Umar, Ibnu ‘Abbas, dan ‘Ali bin Abi Thalib yang semuanya tidak lepas dari
kelemahan yang berat dan kebanyakan riwayat ini tidak secara sharih (jelas)
menyebutkan bahwa Rasulullah men-jahr-kan basmalah ketika shalat.
Sehingga wallahu’alam, tidak ada hadits shahih yang menyatakan
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah men-jahr-kan
basmalah dalam shalat.
Namun para ulama yang berpendapat jahr basmalah,
berdalil dengan riwayat dari Abu Hurairah,
عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ ، قَالَ : كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ ” فَقَرَأَ : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ وَلا الضَّالِّينَ ” ، قَالَ : ” آمِينَ ” ، وَقَالَ النَّاسُ : آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ : ” اللَّهُ أَكْبَرُ ” ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ : ” وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Nu’aim Al Mujmir, ia berkata, aku pernah shalat
bermakmum pada Abu Hurairah, ia membaca bismillahir rahmanir rahim, lalu
membaca Ummul Qur’an sampai pada waladh dhaalliin. Lalu Abu Hurailah
berkata: “amin”, kemudian diikuti para makmum mengucapkan: “amin”. Dan setiap
akan sujud ia mengucapkan “Allahu Akbar”. Selepas salam, Abu Hurairah
berkata: “demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, shalatku adalah shalat
yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (HR. Al
Hakim, 804, sanadnya shahih).
Dan terdapat beberapa riwayat shahih bahwa sebagian
para sahabat men-jahr-kan
basmalah, diantaranya Abu Hurairah sebagaimana riwayat yang lalu, Ibnu Az
Zubair dan Mu’awiyah radhiallahu’anhum.
عَنْ بَكْرٍ، أَنَّ ابْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يَجْهَرُ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}
Dari Bakr (Al Mazini), bahwa Ibnu Az Zubair biasanya
men-jahr-kan bismillahir rahmanir rahim (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushannaf 4156, sanadnya shahih)
أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: ” صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلَاةً فَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَرَأَ فِيهَا {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}
Anas bin Malik berkata: “Mu’awiyah shalat di Madinah,
dan ia men-jahr-kan bacaannya dan ia membaca bismillahir rahmanir rahim”
(HR. Al Baihaqi dalam Ash Shaghir 392, sanadnya hasan)
Pendapat Kedua
Sebagian ulama berpendapat bahwa basmalah disunnahkan dibaca secara lirih (sirr) tidak
dikeraskan. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam Al Bukhari, Imam
Muslim, Az Zaila’i, Ibnul Qayyim, Hanafiyyah, Hanabilah, dan lainnya (lihat Sifatu
Shalatin Nabi, 83; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/181).
Mereka mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih dan sharih bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam mengeraskan bacaan basmalah. Selain itu terdapat hadits dalam Shahihain,
hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأبا بكرٍ وعمرَ رضي اللهُ عنهما ، كانوا يفتتحونَ الصلاةَ : بالْحَمْدِ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar,
Umar, mereka membuka shalat dengan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” (HR.
Al Bukhari 743).
dalam riwayat Muslim:
صلَّيْتُ مع رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكرٍ ، وعمرَ ، وعثمانَ ، فلم أَسْمَعْ أحدًا منهم يقرأُ بسمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِ
“aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman dan aku tidak mendengar mereka membaca bismillahir
rahmanir rahim” (HR. Muslim 399)
Pendapat Ketiga
Ulama Malikiyyah berpendapat makruh membaca secara jahr. Al Qarafi mengatakan: “yang lebih wara’
adalah tetap membaca basmalah dalam rangka keluar dari khilaf, namun ia dibaca
secara sirr dan makruh jika di-jahr-kan” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyah, 16/182).
Yang tepat, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
terkadang men-jahr-kan basmalah
dan terkadang melirihkannya, namun
yang paling sering adalah melirihkannya sehingga itu yang lebih utama. Karena
sudah diketahui bersama bahwa Anas bin Malik radhiallahu’anhu memiliki
membersamai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam kurun waktu
yang lama, jauh lebih lama dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu. Ibnu
Qayyim Al Jauziyah mengatakan: “Rasulullah terkadang men-jahr-kan basmalah,
namun lebih sering melirihkannya. Tidak tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah
tidak pernah merutinkan pengerasan basmalah dalam shalat malam maupun shalat
wajib yang 5 waktu, baik sedang tidak safar maupun sedang safar. Para khulafa
ar rasyidin pun melirihkan basmalah, dan juga mayoritas para sahabat Nabi, dan
juga mayoritas penduduk negeri ketika itu di masa-masa generasi utama umat
Islam” (Zaadul Ma’ad, 199).
Sumber:http://muslim.or.id
JAKARTA 22/4/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar