SIAPA SALAFI DAN WAHABI
?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada
Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala)
amal-amalmu” (Qs. Muhammad: 33).
Muqaddimah
Salafi atau Salafiyah
adalah sebutan untuk kelompok atau paham keagamaan yang dinisbatkan kepada
Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah ( 661 H-728 H) atau yang sering dikenal dengan
panggilan Ibnu Taimiyah. Salafi atau Salafiyah itu sering dipahami sebagai
gerakan untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. beserta para
Sahabat beliau.
Wahabi atau Wahabiyah
adalah sebutan untuk kelompok atau paham keagamaan yang dinisbatkan kepada
pelopornya yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab (1702 M-1787 M/ 1115 H-1206
H). sebetulnya, nama Wahabi ini tidak sesuai dengan nama pendirinya, Muhammad,
tetapi begitulah orang-orang menyebutnya. Sedangkan para pengikut Wahabi
menamakan diri mereka dengan al-Muwahhiduun
(orang-orang yang mentauhidkan
Allah), meskipun sebagian mereka juga mengakui sebutan Wahabi.
Kedua paham
di atas, Salafi & Wahabi,
sebenarnya memiliki hubungan tidak langsung yang cukup erat, yaitu bahwa
Muhammad bin Abdul Wahab adalah termasuk pengagum Ibnu Taimiyah dan banyak
terpengaruh oleh karya-karya tulis Ibnu Taimiyah. Itulah mengapa kedua ajaran
mereka memiliki kesamaan visi dan misi, yaitu “Kembali kepada Al-Qur’an &
Sunnah Rasulullah Saw. beserta para Sahabat beliau,” sehingga apa saja yang
“mereka anggap” tidak ada perintah atau anjurannya di dalam Al-Qur’an, Sunnah,
atau atsar Sahabat Nabi Saw., langsung mereka anggap sebagai bid’ah (perkara baru yang diada-adakan)
yang diharamkan dan dikategorikan sebagai kesesatan, betapapun bagusnya bentuk
suatu kegiatan keagamaan tersebut, dengan dasar hadis Nabi Saw. “… kullu bid’atin dhalalah, wa kullu
dhalalatin fin-naar” (setiap bid’ah adalah kesesatan, dan
setiap kesesatan akan dimasukkan ke dalam Neraka). Dengan visi dan misi inilah
maka para pengikut mereka di zaman ini menamai diri mereka dengan sebutan Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah(penganut
Sunnah Nabi Muhammad Saw. & para Sahabat beliau) yang pada hakikatnya
berbeda dari pengertian Ahlus-sunnah
wal-Jama’ah yang dipahami oleh para ulama Islam di dunia (yaitu
yang mempunyai hubungan historis dengan al-Asy’ari dan al-Maturidi ).
Visi
“kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. serta para
Sahabatnya” tersebut telah mendorong mereka untuk melaksanakan sebuah
misi “memberantas Bid’ah & Khurafat”.
Sekilas visi & misi itu terlihat sangat bagus, namun dalam prakteknya
ternyata seringkali menjadi sangat berlebihan. Mengapa? Karena semua bid’ah & khurafat yang mereka anggap sesat dan wajib
diberantas itu mereka definisikan sendiri tanpa mengkompromikan dengan definisi
atau penjelasan para ulama terdahulu. Terbukti, pada masa
hidupnya saja, baik Ibnu Taimiyah maupun Muhammad bin Abdul Wahab, sudah
dianggap “aneh” bahkan cenderung dianggap sesat ajarannya oleh para ulama
pengikut empat Mazhab (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hambali) yang keseluruhannya menganut paham ahlus-Sunnah wal-jama’ah.
Perintah Patuh Kepada Allah, RasulNya dan
Umara” Serta Ulama ?
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
15. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan ia banyak menyebut Allah.” [Al-Ahzaab: 21]
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
5. “Barangsiapa mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” [An-Nisaa': 80]
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
5. “Barangsiapa mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” [An-Nisaa': 80]
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
14. “...Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” [Al-Hasyr: 7]
عليكم بسنتي وسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِييْنَ مِنْ بَعْدِي ، تَمَسَّكُوا بها، وعَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذِ ،وإيَّاكُم ومُحْدَثَاتِ الأمورِ؛ فإِنَّ كلَّ بدعةٍ ضلالةٌ
“Wajib bagi kalian untuk berpegang pada
sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat,
gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang
diada-adakan karena setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At
Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”).
Wajib Patuh Kepada Umara ?
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ»
“Wajib bagi
setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada sulthan), baik dalam perkara
yang dia senangi maupun dia benci, kecuali kalau dia diperintah dalam perkara
maksiat, maka dia tidak boleh mendengar maupun taat.” (HR. Bukhari 4/329 Muslim
3/1469)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي
عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ، وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ»
“Wajib atasmu
untuk mendengar dan taat (kepada sulthan) dalam kesulitanmu dan kemudahanmu,
dalam perkara yang menyenangkanmu dan yang kamu benci, dan tidak kamu sukai.”
(HR. Muslim 3/1467)
Dari Wail bin Hujr radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Salamah bin Yazid Al-Ju’fi pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, kalau kita diperintah oleh sulthan yang meminta haknya, tapi tidak mau menunaikan hak kami, apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya. Kemudian Salamah bertanya lagi dan Rasulullah pun berpaling lagi. Kemudian Salamah bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, maka ia ditarik oleh Al-Asy’ats bin Qais. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Wail bin Hujr radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Salamah bin Yazid Al-Ju’fi pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, kalau kita diperintah oleh sulthan yang meminta haknya, tapi tidak mau menunaikan hak kami, apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya. Kemudian Salamah bertanya lagi dan Rasulullah pun berpaling lagi. Kemudian Salamah bertanya lagi untuk yang ketiga kalinya, maka ia ditarik oleh Al-Asy’ats bin Qais. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، فَإِنَّمَا
عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا، وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ»
“Dengar dan
taatlah kalian, karena mereka akan memikul dosa-dosa mereka dan kalian juga
akan memikul dosa-dosa kalian (sendiri).” (Muslim 3/1474)
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
«إِنَّ خَلِيلِي أَوْصَانِي أَنْ أَسْمَعَ
وَأُطِيعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا مُجَدَّعَ الْأَطْرَافِ»
Kekasihku
(Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah berwasiat kepadaku: “Dengar
dan taatilah (Umara), sekalipun budak Habasyi yang berhidung pesek.”
Dan dalam riwayat Bukhari:
Dan dalam riwayat Bukhari:
«وَلَوْ لِحَبَشِيٍّ كَأَنَّ رَأْسَهُ
زَبِيبَةٌ»
“sekalipun
diperintah oleh budak Habasyi yang berambut keriting seperti buah anggur
kering.”
(HR. Muslim 3/1467 dan Bukhari 1/30)
Dari Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
(HR. Muslim 3/1467 dan Bukhari 1/30)
Dari Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
«خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ
تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ، وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ
عَلَيْكُمْ، وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ
وَيُبْغِضُونَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ»
“Sebaik-baik
pimpinan kalian adalah kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian.
Kalian doakan kesejahteraan bagi mereka dan mereka doakan kesejahteraan buat
kalian. Dan sejelek-jelek pimpinan kalian adalah kalian membenci mereka dan
mereka membenci kalian. Kalian melaknati mereka dan mereka melaknati kalian.”
Kami, para shahabat, bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka boleh kita perangi ketika terjadi demikian?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
Kami, para shahabat, bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka boleh kita perangi ketika terjadi demikian?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
«لَا، مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ،
لَا، مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ، أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ،
فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ، فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ
مَعْصِيَةِ اللهِ، وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ»
“Tidak, selama
mereka masih shalat bersama kalian. Ketahuilah barangsiapa urusannya diurusi
oleh Ulil Amri (sulthan) kemudian dia melihatnya berbuat maksiat kepada Allah,
maka hendaklah dia benci terhadap maksiat yang dia perbuat dan sungguh jangan
cabut tangan ketaatan padanya.” (HR. Muslim 3/1482)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا،
فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ
السُّلْطَانِ شِبْرًا، فَمَاتَ عَلَيْهِ، إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»
“Barangsiapa
yang melihat Amirnya berbuat sesuatu yang dia benci, maka hendaklah dia
bersabar karena tidak ada seorangpun di kalangan manusia yang keluar dari
sulthan sejengkal, kemudian dia mati atas perbuatannya ini melainkan dia mati
secara jahiliyah.” (Bukhari 4/313 dan Muslim 3/1478)
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا
الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ»
“Tidak ada
ketaatan dalam maksiat kepada Allah. Ketaatan itu hanya dalam perkara yang
ma’ruf (baik).” (HR. Bukhari 4/355 dan Muslim 3/1469)
Ulama’ Wajib dipatuhi ?
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).
Tuntunan
untuk mengikuti para alim dengan kriteria seperti yang disebutkan oleh Ibnu
Abbas tersebut tertuang dalam surah an-Nisaa’ ayat 59.
Allah SWT memerintahkan agar menaati Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri. Pengertian ulil amri pada ayat itu, dalam pandangan banyak tokoh salaf, seperti Jabir bin Abdullah, Hasan al-Bashri, Abu al-Aliyah, Atha’ bin Abi Rabah, ad-Dhahak, dan Mujahid, adalah para ulama.
Selama dalam koridor kebaikan dan ketakwaan, menaati ulama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jaziyyah, ialah kebutuhan asasi bagi umat.
Allah SWT memerintahkan agar menaati Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri. Pengertian ulil amri pada ayat itu, dalam pandangan banyak tokoh salaf, seperti Jabir bin Abdullah, Hasan al-Bashri, Abu al-Aliyah, Atha’ bin Abi Rabah, ad-Dhahak, dan Mujahid, adalah para ulama.
Selama dalam koridor kebaikan dan ketakwaan, menaati ulama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jaziyyah, ialah kebutuhan asasi bagi umat.
Lalu, apa
alasan kuat urgensi ketaatan kepada ulama? Syekh Abu Thalhah memaparkan
beberapa poin penting untuk menjawab pertanyaan itu. Sederet alasan tersebut
tak lain menjelaskan pula kedudukan ulama yang spesial di hadapan Allah.
Poin yang pertama, misalnya, para ulama adalah kelompok satu-satunya dari kalangan manusia yang membaitkan persaksian atas tauhid. Para alim itu disandingkan dengan para malaikat.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” (QS Ali Imran [3]: 18).
Sebagai pewaris para nabi, ulama adalah perantara untuk mengetahui hukum dan permasalahan seputar agama dan keagamaan.
Poin yang pertama, misalnya, para ulama adalah kelompok satu-satunya dari kalangan manusia yang membaitkan persaksian atas tauhid. Para alim itu disandingkan dengan para malaikat.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” (QS Ali Imran [3]: 18).
Sebagai pewaris para nabi, ulama adalah perantara untuk mengetahui hukum dan permasalahan seputar agama dan keagamaan.
Menurut Imam
as-Syathibi, bagi mereka yang kebingungan tak semestinya bertanya kepada pihak
yang tak berkompetensi atau tak berkemampuan. Sulit diterima akal sehat jika
hal itu terjadi.
Tradisi umat bertanya dan para ulama menjawab bahwa ini pun menjadi ciri khas masyarakat Muslim dari masa ke masa. “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.” (QS al-Anbiyaa’ [21]: 7).
Tradisi umat bertanya dan para ulama menjawab bahwa ini pun menjadi ciri khas masyarakat Muslim dari masa ke masa. “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.” (QS al-Anbiyaa’ [21]: 7).
Sekilas
Ciri-Ciri Salafi Wahabi ?
Ciri-ciri berikut juga merupakan point-point dari ajaran mereka yang sering
digunakan untuk memperdaya ummat, sebagai berikut:
1. Membagi Tauhid kepada 3 Kategori, yakni Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’
was-Sifat.
2. Sering bertanya di mana Tuhan.
3. Meyakini Tuhan punya Tangan (anggota badan).
4. Meyakini Tuhan punya Muka (wajah asli).
5. Meyakini Tuhan punya arah dan tempat dan berada (bersemayam) di atas
‘Arasy.
6. Meyakini Tuhan punya lambung/rusuk.
7. Meyakini Tuhan turun dari ‘Arasy ke langit di malam hari.
8. Meyakini Tuhan punya betis.
9. Meyakini Tuhan punya jari-jemari.
10. Mendakwa dirinya ber-Manhaj Salaf dalam aqidah (tapi sangat
bertentangan dengan aqidah Ulama Salaful ummah). (Baca: Salafi Wahabi Mengelabui Umat Islam Dengan Pengakuan
Sebagai "Pengikut Ulama Salaf")
11. Memahami Nash-Nash Mutasyabihat menurut terjemahan
bebas, tanpa merujuk ke kitab Ulama.
12. Mengkafirkan pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur
Al-Maturidi (dua Imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah).
13. Mengkafirkan Sufi, dan menganggap Tasawuf bukan ajaran Islam.
14. Sangat anti dengan Sifat 20 pada Allah Ta’ala.
15. Menuduh Imam Abu Hasan Asy’ari telah bertobat dari aqidah Asy’ariyah
(aqidah yang diyakini oleh kebanyakan ummat dan para ulama terdahulu).
16. Menolak Ta’wil dalam bab Mutasyabihat.
17. Menuduh Ayah dan Ibu Rasulullah kafir dan tidak akan selamat dari
neraka.
18. Menuduh syirik Tawassul, Tabarruk dan Istighatsah dengan para Anbiya, Aulia dan
Shalihin.
19. Sering mengajak kembali ke Al-Quran dan Sunnah dengan meninggalkan ilmu
yang telah diwariskan oleh Ulama. (Baca: Waspada...! Dibalik Motto Salafi Wahabi)
20. Sangat anti dengan pendapat Imam Madzhab dan pengikut Madzhab.
21. Mudah membid’ah-sesatkan amalan yang tidak sharih dan shahih menurut
mereka.
22. Menuduh Maulid itu Tasyabbuh dan Sesat.
23. Menuduh Tahlilan, Yasinan itu Tasyabbuh dan Sesat.
24. Menyamakan orang baca Al-Quran di kuburan dengan penyembah kubur.
25. Menamakan diri dengan Salafi dan tidak mengakui nama Wahabi,
seolah-olah Wahabi itu hanya fiktif.
Di Antara Fatwa dan Pendapat Salafi
Wahabi ?
Secara umum, para ulama mereka kerap
mengeluarkan fatwa yang menyimpang. Di antara fatwa-fatwa ulama mereka yang nyleneh,
menyimpang, dan berbahaya adalah:
1. Fatwa Syaikh Ali al-Khudhair: Boleh berdusta dan
bersumpah palsu demi agama (baca: ajaran Salafi Wahabi), khusus bagi para da’i
dan muballigh.1 Masya Allah, cara apa pun mereka halalkan!
2. Fatwa Syaikh ‘Aidh ad-Duwaisri: Boleh menipu Syi’ah
dan orang-orang lain yang berfaham sesat (versi mereka).2
3. Fatwa Syaikh Sulaiman al-Kharasyi: Boleh merampok
harta orang-orang sekuler, serta halal nyawa dan kehormatan mereka.3
4.
Fatwa Syaikh Ibnu Baz:
Boleh menghancurkan website/ situs seseorang atau lembaga tertentu, mencuri
password dan memata-matai email demi dakwah Salafi Wahabi.4
Bumi in
tidak berputar, karena akan meruntuhkan akidah Allah turun ke bumi dan akidah tajsim
mereka yang lain.5
5.
Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin:
Fatwa jihad terhadap Syiah dan wajib melaknat mereka.6
6.
Fatwa Dewan Fatwa Tetap (Lajnah
Da’imah): Haram menabur bunga di atas makam.7
7.
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin:
Haram belajar Bahasa Inggris.
8.
Fatwa Syaikh Nashir
al-Fahd: Haram bertepuk tangan,9 haram ucapan salam dan penghormatan
dalam latihan militer.10
9.
Fatwa Syaikh Abdullah
an-Najdi: Haram bermain sepak bola.11
10. Fatwa Syaikh Hamud ibnu Aqla asy-Syu’aibi: Halal
nyawa dan kehormatan Abdullah ar-Ruwaisyid, penyanyi Kuwait.12
11. Fatwa Ulama-Ulama Besar Saudi (Hai’ah Kibar
al-‘Ulama): Haram game Pokemon dan sejenisnya bagi anak-anak.13
12. Fatwa Syaikh Utsman al-Khamis dan Sa’d
al-Ghamidi: Haram penggunaan internet bagi kaum wanita.14
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.https://laskarnahdiyin.wordpress.com
3.http://nurulmakrifat.blogspot.com
4http://www.republika.co.id
5.http://blogthohiranam.blogspot.com
JAKARTA 51/4/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar