JANGAN MENYUAP !
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.[Al-Baqarah : 188]
عَنْ عُمَر عَبْدِ اللهِ بْنِ قاَلَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الرَاشِى، وُاْلمُرْتَشَىِ
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”.[HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Syaikh Al-Albani berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244]
Muqaddimah
Praktik suap-menyuap atau yang sering diistilahkan
dengan “uang pelicin” atau ”uang sogok” meskipun telah diketahui dengan jelas
keharamannya, namun tetap saja gencar dilakukan oleh sebagian orang, demi
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang bersifat duniawi. Ada diantara mereka yang
melakukan suap-menyuap untuk meraih pekerjaan, jabatan, pemenangan hukum,
tender atau proyek hingga untuk memasukan anak ke lembaga pendidikan pun tak
luput dari praktik suap-menyuap. Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, mereka yang melakukannya adalah orang-orang
yang mengaku beragama Islam, padahal jelas-jelas imam dan panutan kaum
muslimin, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengutuk dengan
keras para pelaku suap-menyuap itu.
Permasalahan suap dan “pemberian
hadiah” yang membudaya di masyarakat ini, dikenal di tengah masyarakat seiring
dan berkelindan dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Perbuatan ini
merupakan penyakit yang sudah sangat akut. Penyebab utamanya adalah kebodohan
terhadap syariat Islam yang hanif ini, sehingga banyak perintah yang
ditinggalkan, dan ironisnya banyak larangan yang dikerjakan.
Rizki yang didapatkan tidak halal, ia tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Ketika satu kemaksiatan dilakukan, itu berarti menanam dan menebarkan kemaksiatan Lainnya. Dia akan menggeser peran hukum, sehingga peraturan syariat tidak lagi mudah dipraktekkan. Padahal untuk mendapatkan kebahagian, Islam haruslah dijalankan secara kafah (menyeluruh).
Rizki yang didapatkan tidak halal, ia tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Ketika satu kemaksiatan dilakukan, itu berarti menanam dan menebarkan kemaksiatan Lainnya. Dia akan menggeser peran hukum, sehingga peraturan syariat tidak lagi mudah dipraktekkan. Padahal untuk mendapatkan kebahagian, Islam haruslah dijalankan secara kafah (menyeluruh).
Pengertian Suap ?
Banyak sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Sebagian ulama menyebutkan empat pemasukan seorang pegawai, yaitu gaji, uang suap, hadiah dan bonus.
Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah disebut “memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”.
Hadiah diambil dari kata bahasa Arab, dan definisinya, pemberian seseorang yang sah memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan”.
Adapun bonus, ia memiliki definisi, yang mendekati makna hadiah, yaitu upah diluar gaji resmi (sebagai tambahan).
Banyak sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Sebagian ulama menyebutkan empat pemasukan seorang pegawai, yaitu gaji, uang suap, hadiah dan bonus.
Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah disebut “memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”.
Hadiah diambil dari kata bahasa Arab, dan definisinya, pemberian seseorang yang sah memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan”.
Adapun bonus, ia memiliki definisi, yang mendekati makna hadiah, yaitu upah diluar gaji resmi (sebagai tambahan).
Unsur-unsur risywah/suap
berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan
bahwa suatu tindakan dinamakan risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut:
a. Adanya athiyyah (pemberian)
b. Ada niat Istimalah (menarik simpati orang
lain)
c. Bertujuan:
- Ibtholul haq (membatalkan yang haq)
- Ihqaqul bathil (merealisasikan kebathilan)
- al mahsubiyah bighoiri haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan)
- al hushul alal manafi’ (mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya)
- al hukmu lahu (memenangkan perkaranya)
Hukum Suap-Menyuap ?
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﻭَﺗُﺪْﻟُﻮﺍ ﺑِﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺤُﻜَّﺎﻡِ ﻟِﺘَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﻓَﺮِﻳﻘًﺎ ﻣِّﻦْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻝِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑِﺎﻟْﺈِﺛْﻢِ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥ
Dan janganlah
sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. Al-Baqarah : 188
Adapun hadist
Nabi, nyata dan jelas akan larangan suap menyuap
ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ, ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ: ﻟﻌﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺍﻟﺮﺍﺷﻲ ﻭﺍﻟﻤﺮﺗﺸﻲ
Rosululloh
sholalloh 'alaihi wasalam melaknati orang yang menerima suap dan orang yang
memberikan suap
ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻭﺻﺤﺤﻪ: ﻟﻌﻨﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺍﺷﻲ ﻭﺍﻟﻤﺮﺗﺸﻲ
Alloh
melaknati orang yang menerima suap dan orang yang memberikan suap
Dalam kitab Jami'us Shoghir juz 1 halaman
25 karya Imam Suyuti juga terdapat
hadist
ﺍﻟﺮﺍﺷﻲ ﻭﺍﻟﻤﺮﺗﺸﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ (طص) عن ابن عمرو
Masuk neraka
bagi orang yang menerima
suap dan orang
yang memberikan suap
Begitu juga pada halaman 123-124 juz 2 juga terdapat dua hadist tentang
laknat bagi pelaku suap dan yang menerimanya
لعن الله الراشي والمرتشي في الحكم (حم ت ك) عن ابي هريرة (صح)
لعن الله الراشي والمرتشي والرائش الذي يمشي بينهما (حم)
عن ثوبان (صح)
Sampai-sampai Imam Ibnu Hajar Al Haitami menjelaskan dalam kitab Az-Zawajir juz 2 halaman 312 , bahwa Suap menyuap diketegorikan
Dosa Besar
Al-Haitsami rahimahullah menafsirkan dalam
ayat “Janganlah kalian ulurkan kepada
hakim pemberian kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka,
dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian, sedangkan
kalian mengetahui hal itu tidak halal bagi kalian”, maksudnya adalah
Allah Subhanahu wa Ta’alla melarang
mengambil harta manusia dengan cara bathil, diantaranya dengan cara suap dapat
mengatur (hukuman/sanksi) para hakim, dan asal larangan adalah menunjukkah
hukum haram sehingga suap hukumnya haram.
«كلّ لحم نبت بالسّحت فالنار أولى به» قالوا : يا رسول الله وما السحت؟ قال : «الرشوة في الحكم»
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram
(as-suht) nerakalah yang paling layak untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah,
apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?”, “Suap dalam perkara hukum”
(Al-Qurthubi 1/ 1708)
Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena
termasuk memakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja mayoritas
ulama membolehkan ‘Risywah’ (penyuapan) yang dilakukan oleh seseorang untuk
mendapatkan haknya dan atau untuk mencegah kezhaliman orang lain. Dan dosanya
tetap ditanggung oleh orang yang menerima suap (al-murtasyi) (Kasyful Qina’
6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla
8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
Semua
jenis suap haram hukumnya, baik sedikit maupun banyak, baik untuk memperoleh
manfaat maupun menolak mudharat, baik untuk memperoleh yang hak maupun yang
batil, baik untuk menghilangkan kezaliman maupun untuk melakukan kezaliman.
Semua jenis suap haram hukumnya, berdasarkan keumuman hadits-hadits yang
mengharamkan suap.
Dari
Abdullah bin ‘Amr RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah atas setiap
orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dari Tsauban
RA, bahwa Rasulullah SAW telah melaknat setiap orang yang memberi suap, yang
menerima suap, dan yang menjadi perantara di antara keduanya. (HR Ahmad).
(Taqiyuddin An Nabhani, Al
Syakhshiyyah Al
Islamiyyah, 2/334; Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, him.118).
Maka dari
itu, haram hukumnya pegawai menerima suap dalam bentuk apapun demi suatu kepentingan
yang semestinya terlaksana tanpa pembayaran dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Misalnya, suap kepada polisi lalu lintas yang diberikan oleh
pelanggar lalu lintas agar tidak didenda/ditilang. Suap yang diberikan orang
tua murid kepada kepala sekolah agar anaknya yang tidak naik kelas bisa naik
kelas. Suap yang diberikan oleh perusahaan kepada pejabat yang akan menentukan
pemenang tender. Suap yang diberikan kepada pegawai/pejabat untuk memperlancar
urusannya, seperti pengurusan SIM, KTP, surat-surat perizinan, padahal
pegawai/pejabat itu sudah digaji untuk melaksanakan urusan tersebut, dan
sebagainya. Semua contoh ini adalah suap dan setiap suap hukumnya adalah haram
dan merupakan dosa besar (al kaba`ir).
Na’uzhu billah min zhalik.
Ikhtitam
ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻗﺎﻝ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ, ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ: ﻟﻌﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺍﻟﺮﺍﺷﻲ ﻭﺍﻟﻤﺮﺗﺸﻲ
Rosululloh
sholalloh 'alaihi wasalam melaknati orang yang menerima suap dan orang yang
memberikan suap
Kesepakatan umat tentang haramnya suap secara
global sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnul Atsir dan Shan’ani rahimahumullah.
JAKARTA
29/4/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar