Senin, 15 September 2014

MUHKAM DAN MUTASYABIH




MAKNA MUHKAM DAN MUTASYABIH

Muqaddimah

Al-Quran, kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam ulumul quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang membahas tentang Muhkam Mutasyabbih ayat.

Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat tentang pengertian muhkan dan mutasyabih yang terpenting menurut penulis di antaranya adalah sebagai berikut:

Manna’ Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku studi Ilmu-Ilmu Qur’an, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari kata حكمت الد ابة واحكمت yang artinya “saya menahan binatang itu”, juga bisa diartikan,”saya memasang ‘hikmah’ pada binatang itu”. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain.

.           Sedangkan menurut terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih diungkapkan para ulama, seperti berikut ini :

1.        Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah)

2.        Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.

3.        Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengatakan, lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih sama (semakna-red).

Dari pengertian-pengertian ulama diatas, sudah dapat disimpulkan bahwa inti pengertian dari ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi dan tidak menimbulkan pertanyaan jika disebutkan. Yang termasuk dalam kategori ayat-ayat muhkam itu nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas) dan zhahir (makna lahir). Adapun pengertian dari ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Yang termasuk dalam kategori ayat-ayat mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil, dan mubham (ambigius).



Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih

Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn Habib An-Naisabari pernah mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat-ayat Al-Qur’an terhadap muhkam-mutasyabih.

Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan firman Allah dalam QS. Hud : 1, sebagai berikut :

ا لرَ كِتَبُ اُحْكِمَتْ ا يتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُ نْ حَكِيْمُ خَبِيْ رٍ (1)

Kedua, seluruh ayat Al-Qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam QS. Az-Zumar : 39, sebagai berikut :

قُلْ يقَوْ مِ اعملوا علي مكا نتكم اني عا مل فسوف تعلمون (39)

Ketiga, pendapat yang paling tepat, ayat-ayat Al-Qur’an terbagi dalam dua bagian, yaitu muhkan dan mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam QS. ‘Ali Imran : 7, sebagai berikut :

هو ا لذي انز ل عليك الكتب منه ا يت محكمت هن ا م الكتب و ا خر متشبهت فاما ا الذين في قلو بهم زيغ فيتبعون ما تشا به منه ابتغاء الفتنة وابتغاء ويله وما يعلم تأ ويله الا الله والر سخون فى العلم يقو لون ا منا به كل من عند ربنا وما يذ كر الا اولواالالباب

Muhkam Mutasyabbih ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Quran. Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat muhkam dan mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam mutasyabih-red) terdapat perbedaan-perbedaan.

Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-Quran khususnya dalam ranah Muhkam Mutasyabbih, maka kelompok kami menyusun makalah yang membahas tentang kedua hal tersebut dengan judul “ Al-Muhkam Al-Mutasyabih”. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan Muhkam dan Mutasyabbih, akan dijelaskan dalam bab berikutnya yaitu bab pembahasan.

Tujuan Mempelajarinya

Sedang pembelajaran pada saat ini yaitu dengan judul “Al-Muhkam Al-Mutasyabih” mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah :

1.      Dapat mengetahui pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.

2.Dapat memahami sebab-sebab adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.

3.  Dapat mengerti macam-macam dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.

4.      Dapat membedakan bagaimana sikap para ulama terhadap adanya ayat-ayat Al-Mutasyabih.

5.      Dapat memahami faedah dari adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.

Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Al-Mutasyabih

Para ulama berbeda pendapat tentang apakah arti ayat-ayat mutasyabih dapat diketahui oleh manusia, atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Sumber perbedaan mereka terdapat dalam pemahaman struktur kalimat pada QS. ‘Ali Imran : 7

Dalam memahami ayat tersebut, muncul dua pandapat. Yang pertama, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm di-athaf-kan pada lafazh Allah, sementara lafazh yaaquluna  sebagai hal. Itu artinya, bahwa ayat-ayat mutasyabih pun diketahui orang-orang yang mendalami ilmunya. Yang kedua, Wa al-rasikhuna fi al-‘ilm sebagai mubtada’ dan yaaquluna sebagai khabar. Itu artinya bahwa ayat-ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah, sedangkan orang-orang yang mempelajari ilmunya hanya mengimaninya.

Ada sedikit ulama yang berpihak pada ungkapan gramatikal yang pertama. Seperti Imam An-Nawawi, didalam Syarah Muslim, ia berkata, “Pendapat inilah yang paling shahih karena tidak mungkin Allah mengkhitabi hamba-hambaNya dengan uraian yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya.”. Kemudian ada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Ishaq Asy-Syirazi yang mengatakan, “Tidak ada satu ayatpun yang maksudnya hanya diketahui Allah. Para ulama sesungguhnya juga mengetahuinya. Jika tidak, apa bedanya mereka dengan orang awam?”.

Namun sebagian besar sahabat, tabi’in, generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussunnah berpihak pada gramatikal ungkapan yang kedua. Seperti pendapat dari :

1.      Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda ketika mengomentari QS. ‘Ali Imran ayat 7 :

“Jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah, maka berhati-hatilah menghadapi mereka.”

2.      Ibn Abu Dawud, dalam Al-Mashahif,  mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Ia menyebutkan bahwa diantara qira’ah Ibn Mas’ud disebutkan :

“Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih hanya milik Allah semata, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih.”

3.      Imam Malik pernah ditanya mengenai pengertian lafadz istawa. Ia mengatakan: Istawa adalah diketahui. dan bagaimananya adalah sesuatu yang tidah diketahui. Bertanya tentangnya adalah Bid’ah.

Sedang Ar-raghib Al-Ashfahany mengambil jalan tengah dalam masalah ini. Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahuinya menjadi tiga bagan:

1.      Bagian yang tak ada jalan untuk mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat.

2.      Bagian manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang ganjil, sulit difahami namun bisa ditemukan artinya.

3.      Bagian yang terletak di antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh Ulama’ yang mumpuni saja.BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman