Kamis, 04 September 2014

KEUTAMAAN AL-FATIHAH



JANTUNG SURAT  Al-Fatihah

 

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ

“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolonga.”

Nama Lain Surat Al Fatihah

Surat Al Fatihah memiliki banyak nama. Di antaranya; Fatihatul Kitab (pembuka kitab/Al Qur’an). Karena Al Qur’an, secara penulisan dibuka dengan surat ini. Demikian pula dalam shalat, Al Fatihah sebagai pembuka dari surat-surat lainnya.

Al Fatihah dikenal juga dengan sebutan As Sab’ul Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Disebabkan surat ini dibaca berulang-ulang pada setiap raka’at dalam shalat.

Dinamakan juga dengan Ummul Kitab. Karena di dalamnya mencakup pokok-pokok Al Quran, seperti aqidah dan ibadah.

Makkiyah atau Madaniyah ?

وهي مكية، قاله ابن عباس وقتادة وأبو العالية، وقيل مدنية، قاله  أبو هريرة ومجاهد وعطاء بن يسار والزهري. ويقال: نزلت مرتين: مرة بمكة، ومرة بالمدينة، والأول أشبه لقوله تعالى: { وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي } [الحجر: 87]، والله أعلم  . وحكى أبو الليث السمرقندي أن نصفها نزل بمكة ونصفها الآخر نزل بالمدينة، وهو غريب جدًا، نقله القرطبي عنه

Dia adalah Makiyah, itulah yang dikatakan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Abul 'Aliyah. Disebutkan dia adalah Madaniyah, sebagaimana kata Abu Hurairah, Mujahid, 'Atha bin Yassar, dan Az Zuhri. Disebutkan pula: turunnya dua kali, sekali di Mekkah, dan sekali di Madinah. Pendapat yang pertama lebih sesuai dengan firmanNya Ta'ala: (Kami telah menyampaikan kepadamu tujuh ayat yang berualang-ulang) . (Al Hijir: 87). Wallahu A'lam. Abul Laits As Samarqandi menceritakan bahwa setengahnya turun di Mekkah, dan sebagian lainnya di Madinah. Ini pendapat yang sangat aneh, seperti yang dikutip Al Qurthubi darinya.

Jumlah Ayat

وهي سبع آيات بلا خلاف، [وقال عمرو بن عبيد: ثمان، وقال حسين الجعفي: ستة   وهذان شاذان]

Jumlahnya tujuh ayat tanpa perbedaan pendapat. Amru bin Ubaid berkata: delapan. Husein Al Ju'fi mengatakan: enam. Keduanya pendapat yang janggal.

Keutamaan surat Al Fatihah

Surat Al Fatihah memiliki berbagai macam keutamaan dan keistimewaan dibanding dengan surat-surat yang lain. Di antaranya adalah;

1.Al Fatihah merupakan surat yang paling agung.

Dari Abu Sa’id Rafi’ Ibnul Mu’alla radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti?” Maka beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, “Aku akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran?” Maka beliau bersabda, “(surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang dikaruniakan kepadaku.” (HR. Bukhari, dinukil dari Riyadhush Shalihin cet. Darus Salam, hal. 270)

2. Dua cahaya

Malaikat berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ

“Berikan kabar gembira dengan adanya dua cahaya yang diberikan kepadamu, dan sebelumnya tidak pernah diturunkan kepada nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab dan akhir surat surat Al Baqarah, tidaklah engkau membacanya satu huruf melainkan engkau akan diberikanNya.” (HR. Muslim No. 806, An Nasa’i No. 912, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2052, Abu Ya’la No. 2488, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 7/423)

3. Belum ada surat yang semisalnya baik dalam Taurat, Zabur, Injil dan Al Quran

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

“Demi Yang Jiwaku ada ditanganNya, tidaklah diturunkan di dalam Taurat, injil, Zabur, dan Al Furqan yang sepertinya, dia adalah sab’un minal matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Al Quran Al ‘Azhim yang mana aku telah diberikan.”

Berkata Abu ‘Isa (Imam At Tirmidzi): hadits ini hasan shahih.  (Lihat Sunan At Tirmidzi  No. 2875)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka berdua, juga Al Hakim secara ringkas dari Abu Hurairah dari Ubai, katanya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Shahih Targhib wat Tarhib, No. 1453)

4. Sebaik-baik surat dalam Al Quran

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Abdullah bin Jabir:

أَلَا أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ ؟ " قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ . قَالَ: " اقْرَأِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا

Ketahuilah wahai Abdullah bin Jabir, maukah kamu saya beritahu tentang surat yang terbaik dalam Al Quran? Aku menjawab: “Tentu saja Ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Bacalah Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin sampai akhirnya.” (HR. Ahmad No. 17597, isnad hadits ini hasan. Lihat Musnad Ahmad denganTahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Syaikh Adil Mursyid, dn lainnya. Muasasah Ar Risalah. Imam Ibnu Katsir mengatakan: sanadnya Jayyid. Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/105 )

Kandungan surat Al Fatihah

Pembaca yang dirahmati Allah suhanahu wata’ala, surat ini memiliki kandungan faidah yang banyak dan agung, berikut ini beberapa di antaranya yang dapat kami sebutkan:

1. Surat ini terkandung di dalamnya tiga macam tauhid:

• Tauhid Rububiyyah, yaitu beriman bahwa hanya Allah suhanahu wata’ala yang menciptakan, mengatur dan memberi rizqi, sebagaimana yang terkandung di dalam penggalan ayat: “Rabbul ‘alamin “.

• Tauhid Asma’ wa Shifat, yaitu beriman bahwa Allah suhanahu wata’ala mempunyai nama-nama serta sifat-sifat yang mulia dan sesuai dengan keagungan-Nya. Diantaranya Ar Rahman dan Ar Rahim.

• Tauhid Uluhiyyah, yaitu beriman bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah suhanahu wata’ala semata. Adapun sesembahan selain Allah suhanahu wata’ala adalah batil. Diambil dari penggalan ayat: “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan memohon pertolongan”.

2. Penetapan adanya hari kiamat dan hari pembalasan, sebagaimana potongan ayat: “Penguasa hari pembalasan”.

3. Perintah untuk menempuh jalan orang-orang yang shalih.

4. Peringatan dan ancaman dari enggan untuk mengamalkan ilmu yang telah diketahui. Karena hal ini mendatangkan murka Allah suhanahu wata’ala. Demikian pula, hendaklah kita berilmu sebelum berkata dan beramal. karena kebodohan akan mengantarkan pada jalan kesesatan.

Tafsir  Surat Al-Fatihah Ayat Ke 5

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ

“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolonga.”

Secara kaidah etimologi (bahasa) Arab, ayat ini terdapat uslub (kaidah) yang berfungsi memberikan penekanan dan penegasan. Yaitu bahwa tiada yang berhak diibadahi dan dimintai pertolongan kecuali hanya Allah suhanahu wata’ala semata. Sesembahan-sesembahan selain Allah itu adalah batil. Maka sembahlah Allah suhanahu wata’ala semata.

Sementara itu, disebutkan permohonan tolong kepada Allah setelah perkara ibadah, menunjukkan bahwa hamba itu sangat butuh kepada pertolongan Allah suhanahu wata’ala untuk mewujudkan ibadah-ibadah yang murni kepada-Nya.

Selain itu pula, bahwa tiada daya dan upaya melainkan dari Allah suhanahu wata’ala. Maka mohonlah pertolongan itu hanya kepada Allah suhanahu wata’ala. Tidak pantas bertawakkal dan bersandar kepada selain Allah suhanahu wata’ala, karena segala perkara berada di tangan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala (artinya):

“Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya”. (Hud: 123)

Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.

Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya. Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya. Di antara bentuk ibadah adalah do’a, berkurban, bersedekah, meminta pertolongan atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari pengertian ini maka isti’anah atau meminta pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah ibadah. Lalu apakah alasan atau hikmah di balik penyebutan kata isti’anah sesudah disebutkannya kata ibadah di dalam ayat ini?

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”

Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan isti’anah kepada Allah dengan benar itu merupakan sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah sarana menuju keselamatan dari segala bentuk kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju keselamatan kecuali dengan perantara kedua hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar apabila bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah. Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah maka sebabnya adalah karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan bisa tercapai.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 39).

Adh-Dhahaak dari Ibn Abbas berkata,

"Iyyaka na'budu bermaksud Kepada-Mu kami menyembah mengesakan dan takut dan berharap, wahai Tuhan tidak ada lain-Mu". Dan Iyyaka nasta'in bermaksud "Kami minta tolohg kepada-Mu untuk menjalankan taat dan untuk mencapai semua hajat kepentinganku"

Qatadah berkata,

Dalam Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, Allah menyuruh supaya tulus ikhlas dalam melakukan ibadat kepada Allah dan supaya benar-benar mengharap bantuan pertolongan Allah dalam segala urusan."

 

Wallah A’lam Bishawab

JAKARTA  21/3/2013

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman