SHALAT BERJAMAAH
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
”Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’ [4] : 59).
وَأَقِيمُوا
الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang
ruku’. [Al Baqarah:43).
وَالَّذِي
يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ
الَّذِي يُصَلِّي وَحْدَهُ ثُمَّ يَنَامُ
Orang
yang menunggu shalat sampai shalat bersama imam, lebih besar pahalanya dari
orang yang shalat sendirian kemudian tidur. (Hadits)
Muqaddimah
Allah
Ta’ala menceritakan dalam firman-Nya mengenai shalat khouf
(shalat dalam keadaan perang),
وَإِذَا
كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ
مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ
وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ
”Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka
(yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at) , maka hendaklah
mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum shalat, shalatlah mereka denganmu.” (QS. An
Nisa’ [4] : 102)
Dari
ayat ini, Ibnul Qoyyim menjelaskan mengenai wajibnya shalat jama’ah:
”Allah
memerintahkan untuk shalat dalam jama’ah [dan hukum asal perintah adalah wajib[1] yaitu Allah berfirman: (فَلْتَقُمْ
طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ), ”perintahkan
segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu”]. Kemudian Allah
mengulangi perintah-Nya lagi [dalam ayat (وَلْتَأْتِ
طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ),
”dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat,perintahkan
mereka shalat bersamamu”]
Ini
merupakan dalil bahwa shalat jama’ah hukumnya adalah fardhu ’ain karena
dalam ayat ini Allah tidak menggugurkan perintah-Nya pada pasukan kedua setelah
dilakukan oleh kelompok pertama. Dan seandainya shalat jama’ah itu sunnah,
maka shalat ini tentu gugur karena ada udzur yaitu dalam keadaan takut.
Seandainya pula shalat jama’ah itu fardhu kifayah maka sudah cukup
dilakukan oleh kelompok pertama tadi. Maka dalam ayat ini, tegaslah bahwa
shalat jama’ah hukumnya adalah fardhu ’ain dilihat dari tiga sisi: [1]
Allah memerintahkan kepada kelompok pertama, [2] Selanjutnya diperintahkan pula
pada kelompok kedua, [3] Tidak diberi keringanan untuk meninggalkannya meskipun
dalam keadaan takut.”[2]
Begitu
pula Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ
يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ (42)
خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ
وَهُمْ سَالِمُونَ (43)
“Pada
hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak
kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi
kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan
mereka dalam keadaan sejahtera .” (QS. Al Qalam [68]: 42-43)
Dalam
ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menghukumi orang-orang tersebut pada
hari kiamat. Mereka tatkala itu tidak bisa sujud karena ketika di dunia mereka
diajak untuk bersujud (yaitu shalat jama’ah), mereka pun enggan. Jika memang
seperti ini, maka ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan
mendatangi masjid yaitu dengan melaksanakan shalat jama’ah, bukan hanya
melaksanakan shalat di rumah atau cuma shalat sendirian. Yang dimaksud dengan
memenuhi panggilan adzan (dengan menghadiri shalat jama’ah di masjid), inilah
yang ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits mengenai
orang buta yang akan kami sebutkan nanti. [3]
Hukum Berjamaah ?
Shalat jama’ah adalah wajib (fardhu ‘ain)
sebagaimana hal ini adalah pendapat ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan Al Bashri,
Abu ‘Amr Al Awza’i, Abu Tsaur, Al Imam Ahmad (yang nampak dari pendapatnya) dan
pendapat Imam Asy Syafi’i dalam Mukhtashor Al Muzanniy. Imam Asy Syafi’i mengatakan:
وأما
الجماعة فلا ارخص في تركها إلا من عذر
“Adapun
shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk
meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” [7] Pendapat Imam Asy Syafi’i ini sangat
berbeda dengan ulama-ulama Syafi’iyah.
Menurut
Hanafiyyah –yang benar dari pendapat mereka- dan ini juga adalah pendapat
mayoritas Malikiyah, juga pendapat Syafi’iyah bahwa shalat jama’ah 5 waktu
adalah sunnah mu’akkad. Namun sunnah mu’akkad menurut Hanafiyyah adalah hampir
mirip dengan wajib yaitu nantinya akan mendapat dosa. Dan ada sebagian
mereka (Hanafiyyah) yang menegaskan bahwa hukum shalat jama’ah adalah wajib.
Lalu
pendapat yang paling kuat dari Syaf’iyah, shalat jama’ah 5 waktu adalah fardhu
kifayah. Pendapat ini juga adalah pendapat sebagian ulama Hanafiyah semacam
Al Karkhiy dan Ath Thohawiy.
Namun
sebagian Malikiyah, mereka memberi rincian. Shalat jama’ah menurut mereka
adalah fardhu kifayah bagi suatu negeri. Jika di negeri tersebut tidak
ada yang melaksanakan shalat jama’ah, maka mereka harus diperangi. Namun
menurut mereka, hukum shalat jama’ah 5 waktu adalah sunnah di setiap masjid
yang ada dan merupakan keutamaan bagi para pria.
Namun
menurut Hanabilah, juga salah satu pendapat Hanafiyyah dan Syafi’iyyah bahwa
shalat jama’ah adalah wajib, namun bukan syarat sah shalat.[8]
Itulah
perselisihan ulama yang ada. Ada yang mengatakan shalat jama’ah 5 waktu adalah
fardhu ‘ain, ada pula yang mengatakan fardhu kifayah, dan ada pula yang
mengatakan sunnah mu’akkad. Namun, agar lebih-lebih hati-hati dan tidak sampai
terjerumus dalam dosa, maka pendapat yang lebih tepat kita pilih sebagaimana
dalil-dalil yang telah diutarakan di atas: shalat jama’ah 5 waktu adalah
wajib, fardhu ‘ain.
Pendapat Imam Madzhab ?
Shalat jama’ah disyari’atkan dalam Islam. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat tentang hukumnya. Terpilah menjadi empat pendapat.
Shalat jama’ah disyari’atkan dalam Islam. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat tentang hukumnya. Terpilah menjadi empat pendapat.
Pertama
: Hukumnya Fardhu Kifayah.
Demikian ini pendapat Imam Syafi’i, Abu Hanifah, jumhur ulama Syafi’iyah mutaqaddimin (terdahulu, peny.), dan banyak ulama Hanafiyah maupun Malikiyah.
Demikian ini pendapat Imam Syafi’i, Abu Hanifah, jumhur ulama Syafi’iyah mutaqaddimin (terdahulu, peny.), dan banyak ulama Hanafiyah maupun Malikiyah.
Al
Hafidz Ibnu Hajar berkata,“Dzahir nash (perkataan) Syafi’i, shalat berjamaah
hukumnya fardhu kifayah. Inilah pendapat jumhur mutaqaddimin dari ulama
Syafi’iyah dan banyak ulama Hanafiyah serta Malikiyah.” [5]
Kedua.
Hukumnya syarat, tidak sah shalat
tanpa berjama’ah, kecuali dengan udzur.
Demikian
ini pendapat Dzahiriyah dan sebagian ulama hadits. Pendapat ini didukung oleh
sejumlah ulama, diantaranya: Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Aqil dan Ibnu
Abi Musa.
Ketiga
: Hukumnya Sunnah Muakkad.
Demikian ini pendapat madzhab Hanafiyah dan Malikiyah. Imam Ibnu Abdil Barr menisbatkannya kepada kebanyakan ahli fiqih Iraq, Syam dan Hijaj.
Demikian ini pendapat madzhab Hanafiyah dan Malikiyah. Imam Ibnu Abdil Barr menisbatkannya kepada kebanyakan ahli fiqih Iraq, Syam dan Hijaj.
Keempat
: Hukumnya Wajib ‘Ain (Fardhu ‘Ain) Dan
Bukan Syarat.
Demikian ini pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al Asy’ariy, Atha’ bin Abi Rabbah, Al Auza’i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, sebagian besar ulama Hanafiyah dan madzhab Hambali
Demikian ini pendapat Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al Asy’ariy, Atha’ bin Abi Rabbah, Al Auza’i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, sebagian besar ulama Hanafiyah dan madzhab Hambali
Berjamaah di selain Masjid ?
Pendapat pertama: Boleh dilakukan di tempat selain masjid.
Ini
pendapat Malik, Syafi’i dan riwayat dari Imam Ahmad, ia juga madzhab
Hanifiyyah.
Ibnul
Qasim berkata, “Aku bertanya kepada Malik tentang orang yang shalat fardhu
dengan istrinya di rumahnya?” ia menjawab, “Tidak apa-apa hal itu”[1]
Imam
Syafi’i –rahimahullah– berkata, “Setiap jamaah yang padanya shalat
seseorang di rumahnya atau di masjid, kecil atau besar, sedikit atau banyak,
maka ia sah. Dan masjid yang terbesar serta banyak jamaahnya lebih aku sukai.”[2]
Al-Rafi’i
dari kalangan Syafi’iyyah berkata, “Berjamaah di rumah lebih baik dari pada
sendirian di masjid.”
Ibnu
Qudamah dalam al-Mughni[3] berkata, “Dan boleh melakukannya
(shalat berjamaah) di rumah atau di padang pasir”
Pendapat kedua: Tidak boleh dilakukan oleh seorang laki-laki
kecuali di masjid.
Pendapat
ini merupakan riwayat lain dari Imam Ahmad dan Ibnul Qayyim merajihkan pendapat
ini, ia berkata dalam “Kitab Shalat”, “Siapapun yang memperhatikan sunnah
dengan baik, akan jelas baginya bahwa mengerjakannya di masjid hukumnya fardhu
ain. Kecuali jika ada halangan yang membolehkannya untuk meninggalkan shalat
jumat dan shalat berjamaah. Maka tidak datang ke masjid tanpa uzur, sama dengan
meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur. Dengan demikian saling bersepakatlah
hadis-hadis dan ayat-ayat.”[7]
Pendapat ketiga: dibedakan antara yang mendengar azan, maka
ia tidak sah kecuali di masjid. Dan orang yang tidak mendengar azan, maka tidak
sah shalatnya kecuali dengan berjamaah.
Ini
pendapat Ibnu Hazm Adz-Dzahiri. Ia berkata dalam “Al-Muhalla”, “Dan tidak sah
salah fardhu seseorang ketika mendengar azan untuk mengerjakannya kecuali di
masjid bersama imam. Jika ia sengaja meninggalkan tanpa uzur, maka shalatnya
batal. Jika ia tidak mendengar azan, maka wajib baginya shalat berjamaah dengan
satu orang atau lebih. Jika ia tidak mengerjakannya, maka tidak ada shalat
baginya, kecuali jika ia tidak menemukan seorang pun untuk shalat bersamanya,
maka ia sah, kecuali bagi yang memiliki uzur, maka juga sah jika ia
meninggalkan jamaah.”[10]
Wanita berjmaah di Masjid atau di rumah ?
Apakah harus
di masjid atau cukup di rumah? Dalam hal ini ulama menjelaskan, laki-laki lebih
utama melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid dan perempuan lebih utama
melaksanakan shalat fardhu berjamaah di rumah. Penjelasan ini dapat kita lihat
dalam kitab I’anatut Tholibin karya Syaikh Abu
Bakr bin Muhammad Ad-Dimyathi juz 2 hal. 5 sebagai berikut ;
قوله: والجماعة في
مكتوبة لذكر بمسجد أفضل-- وذلك لخبر: صلوا - أيها الناس - في بيوتكم، فإن أفضل
الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة. …….. وخرج
بالذكر المرأة، فإن الجماعة لها في البيت أفضل منها في المسجد
Artinya : (Ungkapan Syaikh Zainuddin Al-Malibari :
Shalat Fardhu berjamaah di masjid lebih utama bagi laki-laki)hal tersebut
berdasarkan hadits : shalatlah kalian di rumah-rumah kalian karena shalat yang
paling utama adalah shalatnya seseorang di rumahnya kecuali shalat fardhu……dan
di sini terdapat pengecualian bagi perempuan. Untuk perempuan shalat berjamaah
lebih utama dilaksanakan di rumahnya dari pada di masjid.
Kemudian,
terkait shalat berjamaah untuk suami istri, dalam kitab Hasyiyah Al-Bajuri Ala Syarhi ibn Qosim karangan
syaikh Ibrahim Al-Baijuri juz 1 hal. 250 disebutkan :
وتحصل فضيلة
الجماعة بصلاته بزوجته أو نحوها بل تحصيله الجماعة لأهل بيته أفضل
Artinya: Seorang laki-laki juga mendapatkan keutamaan
shalat berjamaah dengan melaksanakannya bersama istri atau keluarga yang lain,
bahkan pelaksanaan shalat berjamaah bersama keluarga di rumahnya lebih utama.
Ikhtitam
1. Hukum berjamaah bagi kaum laki laki ulama berbeda pendapat: Fardhu ain;
Fardhu Kifayat; Sunnah Muaqqadah; Bahkan ada yang mengatakan tidah sah kalau
tidak berjamaah tanpa udzur. Utamanya berjamaah.
2. Berjamaah di Masjid bagi kaum lelaki lebih utama dari pada di selainnya.
3. Kaum wanita berjamaah di rumah lebih utama dari pada di masjid; boleh di
masjid jika dapat izin suaminya dan anak dapat izin dari walinya dengan syarat
tidak memakai wangi-wangingan. Tapi ada yang melarang berjamaah di masjid bagi
wanita tua/muda hukumnya makruh. Utama dan Amannya di rumah.
Sumber:1.http://www.nu.or.id
2.https://muslim.or.id
3.https://almanhaj.or.id
4.https://rumaysho.com
Jakarta 23/8/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar