QURBAN TANDA
BERSYUKUR
عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ
وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ
وَقَالَ: (( بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ
يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى )).
“Diriwayatkan
dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya
menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari
mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan
nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang
belum menyembelih di kalangan umatku
مَنْ وَجَدَ
سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا.
“Barang
siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia
mendekati tempat shalat kami.” [HR
Ahmad]
Muqaddimah
ذَلِكَ وَمَنْ
يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah
(perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj : 32)
Dilakukan oleh para
sahabat di zaman dahulu. Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu
‘anhu bahwasanya dia berkata:
(كَانَ
الرَّجُل فِي عَهْد النَّبِيّ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْل بَيْته
فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاس فَصَارَ كَمَا تَرَى.)
“Dulu
pernah ada seorang laki-laki di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyembelih kambing untuk dirinya dan keluarga, kemudian mereka pun makan dan
memberi makan (orang lain), kemudian orang-orang berlomba-lomba untuk
melakukannya, hingga menjadi seperti yang engkau lihat”[hr Tirmidzi]
Disunnahkan mengucapkan nama-nama
orang yang berqurban jika dia mewakilkannya kepada orang lain. Hal ini
sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan
Al-Bashri bahwa mereka menyembelih dengan mengucapkan tambahan lafaz “(اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ
مِنْ فُلاَنٍ)/Ya Allah terimalah dari si Fulan.” Hadits
yang sedang kita bahas ini terdapat keumuman bahwa Rasulullah mengucapkan
qurbannya tersebut untuk dirinya dan orang lain.
Ada
beberapa riwayat yang menunjukkan lafaz penyembelihan nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, di antaranya:
- Hadits yang sedang kita bahas ini.
- (بِاسْمِ
اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ
مُحَمَّدٍ)
/Dengan nama Allah. Ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan Umat Muhammad. - (بِسْمِ
اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ مَنْ شَهِدَ لَكَ
بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلاَغِ)
/Dengan nama Allah. Ini dari Muhammad dan umatnya yang bertauhid kepada-Mu dan bersaksi bahwa aku telah menyampaikan (risalah). - Dan ada beberapa lafaz lagi yang mirip dengan di atas, sebagian riwayatnya lemah (dha’if).
Hukum Qurban
Dalam
hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:
Pertama: Wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang
berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah,
Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad beserta beberapa ulama
pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak
lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu
hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408)
Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta)
namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat
kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al
Albani)
Pendapat
kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat
mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama
yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu
‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak berqurban.
Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir
kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq
dan Baihaqi dengan sanad shahih). Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku
melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR.
Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada
riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.”
(lihat Al Muhalla 5/295, dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah
II/367-368, dan Taudhihul Ahkaam, IV/454).
Dalil-dalil
di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika
dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian
ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan:
“…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena
dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu
a’lam. (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120).
Seekor Kambing untuk Satu Keluarga
Seekor
kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh
anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang
mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang
(suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan
keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul
Muslim, 264 dan 266)
Oleh
karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untuk salah satu
anggota keluarganya tertentu, misalnya qurban tahun ini untuk bapaknya, tahun
depan untuk ibunya, tahun berikutnya untuk anak pertama, dan seterusnya.
Sesungguhnya karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.
Bahkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan seluruh
umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban, sebelum
menyembelih beliau mengatakan: “Yaa Allah ini – qurban – dariku dan dari
umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan
dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis
ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak
mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Adapun
yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang,
dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh
dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dan
qurban onta hanya boleh dari maksimal 10 orang.
Hukum Berqurban Buat yang Meninggal
Berqurban
untuk orang yang sudah meninggal dunia terbagi menjadi tiga macam:
- Orang yang hidup mengikutkan pahala berqurban untuk orang-orang yang telah meninggal dunia.
- Orang yang sebelum meninggal dunia, berwasiat untuk berqurban.
- Mengkhususkan hewan qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Akan
tetapi, orang yang berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia, tidak
boleh mengambil sedikit pun dari hewan qurban tersebut, karena dia telah
meniatkannya sebagai sedekah.
Imam
At-Tirmidzi berkata:
وَقَدْ رَخَّصَ
بَعْضُ أَهْلِ اْلعِلْمِ أَنْ يُضَحِّىَ عَنِ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ
أَنْ يُضَحِّىَ عَنْه, وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ: أَحَبُّ إِلَيَّ
أَنْ يَتَصَدَقَ وَلَا يُضَحِّى عَنْه وَإِنْ ضَحَّى فَلَا يَأْكُلْ مِنْهَا
شَيْئًا وَيَتَصَدَّقْ بِهَا كُلَّهَا
“Sebagian
ahli ilmu memberikan rukhshah (keringanan) untuk berqurban untuk orang yang
sudah meninggal, sebagian lagi mengatakan tidak boleh. ‘Abdullah bin Al-Mubarak
berkata, ‘Yang lebih aku sukai adalah dia cukup bersedekah dan tidak berqurban.
Apabila dia berqurban (untuk orang yang telah meninggal) maka dia tidak boleh
makan sedikit pun darinya, dia harus mensedekahkan seluruhnya.”
Hikmah Berqurban
*Menghidupkan sunnah Nabi Allah Ibrahim a.s.
*Mendidik jiwa kearah takwa dan mendekatkan
diri kepada Allah s.w.t.
*Mengikis sifat tamak dan mewujudkan sifat
murah hati mahu berbelanja harta kejalan Allah s.w.t.
*Menghapuskan dosa dan mengharap
keredhaan Allah s.w.t.
*Menjalinkan hubungan kasih sayang sesama
manusia terutama antara golongan berada dengan golongan yang kurang bernasib
baik.
*Akan memperolehi kenderaan atau tunggangan
ketika meniti titian al-Sirat al-Mustaqim diakhirat kelak. Sabda Nabi Muhammad
s.a.w. yang bermaksud: "Muliakanlah qurban kamu kerana ia menjadi
tunggangan kamu dititian pada hari kiamat."
Ikhtitam
1.
Shalat dan Berqurban lambang
orang-orang beriman yang pandai bersyukur kepada Allah swt
2.
Hukum berqurban sebagian
ulama mewajibkan dan jumhur ulama mensunahkan bagi yang mampu.
3.
Boleh hukumnya berqurban
atas nama orang meninggal tapi lebih baik atas nama sedekah (jika qurban dagingnya
dibagikan semua)
Sumber:1.https://muslimah.or.id
2.https://muslim.or.id
2.https://muslim.or.id
Jakarta 10/8/2016
Suka Bermain POKER?
BalasHapusTapi jarang menang?
Terlebih tidak pernah ada dapat Bonus apapun dalam bermain POKER?
Jangan khwatir kawan mari join bersama kami di POKERVITA
Dapatkan bonus setiap hari mulai dari Rollingan & Cashback Mingguan
Ayo bergabung segera bersama kami kawan GRATIS
Info hub
WA:0812 2222 996