MENSYUKURI NIKMAT HIDUP
Allah SWT berfirman, "Dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah
An-Nahl: ayat 18).
وَأَمّا بِنِعمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّث
"Dan,
tcrhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebutnyebutnya."
(Adh-Dhuha: 11).
Muqaddimah
Wahai insan, muhasabahlah dan insafilah dirimu sebelum ajal menimpamu.
Kelak kamu tidak sempat untuk bertaubat dan kembali ke pangkal jalan.
Renungilah firman Allah s.w.t. ini:
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka yang mana
satu di antara nikmat-nikmat Tuhan kamu, yang kamu hendak dustakan? (Ar-Rahman:
18)
Allah s.w.t. telah memberikan nikmat yang paling berharga dalam hidup.
Nikmat hidup yang paling berharga itu adalah nikmat menjadi seorang Islam dan
beriman kepada Allah s.w.t. Cukuplah dengan nikmat ini kita menjadi di kalangan
orang paling beruntung. Ia melebihi segala nikmat yang ada di dunia ini. Maka,
apakah tegar untuk kita mendustai nikmat-nikmat yang telah Allah s.w.t
limpahkan kepada kita?
Sesungguhnya manusia yang rugi adalah manusia yang tidak pernah menghargai
nikmat yang Allah s.w.t telah berikan di dalam usia hidup kita di dunia ini.
Dunia ini tiada apa melainkan hanya fantasi semata. Ia hanya material dan ia
tidak kekal selamanya. Diberikan dunia ini kerana Allah s.w.t. hendak menguji
apakah kita boleh mencapai tahap keimanan yang tinggi dalam menjadi mukmin yang
bertaqwa.
Di dalam hidup ini, nilai paling tinggi adalah hidup berpendirian. Andai
nikmat seperti ini kita lepaskan dan beriya mengejar dunia, apa untungnya?
Teringat akan kata-kata Hamka iaitu:
Hidup bukanlah
bilangan tahun dan nilainya bukanlah berapa emas tertumpuk. Hidup adalah
pendirian dan kepercayaan. Konsekuensi dari pendirian dan kepercayaan ialah
perjuangan. Berhenti berpendirian, lalu berhenti berjuang, nescaya berhentilah
hidup. Walau badan masih di dunia,walau nafas masih turun naik.
Tiada satu
pun yang percuma di dunia ini melainkan rahmat ALLAH SWT. Saya terpaku membaca
status ini, sambil otak ligat berfikir. Saya terkenang air yang turun percuma
dari langit, menyejukkan. Saya bayangkan panas yang disimbah percuma ke seluruh
permukaan bumi, menghangatkan.
Saya juga
menarik dan melepaskan nafas secara percuma juga! Tak peduli apakah dia kaya,
miskin, cantik, atau apa sahaja yang pasti ALLAH tetap memberikan nikmat pada
semua hamba-Nya.
Beriman,
atau kafir, ALLAH pun tetap memberikan nikmat walau hamba tak mengingat
nama-Nya, dan tak memuji nama-Nya, “Maka nikmat Tuhan kamu yang mana satukah
yang kamu dustakan?” (Surah Ar-Rahman : 13) Kerana manusia itu mudah lupa, lalai dan leka dengan
nikmat ALLAH yang terlalu banyak ini sehingga tidak terkira.
Kadang-kadang
kita lupa nak ucapkan: “Terima kasih ya ALLAH! Terima Kasih! Alhamdulillah,
nikmat yang Engkau berikan kepada ku amat banyak! Syukran ya ALLAH!”
Balasannya?
Beribadatlah. Lakukan yang baik. Tinggalkan perangai buruk. Lakukan ini sahaja
pun sudah memadai.
Pengertian Nikmat
1. enak; lezat:
masakannya memang --; 2 a merasa puas; senang: --
rasanya tidur di kamar sebagus ini; 3 n pemberian atau
karunia (dr Allah): Allah telah memberi -- kpd manusia;
me·nik·mati v 1 merasai (sesuatu yg nikmat atau lezat): kami ~ makan minum; 2 mengecap; mengalami (sesuatu yg menyenangkan atau memuaskan): ~ hasil kemerdekaan;
pe·nik·mat n orang yg menikmati (merasai, merasakan, mengecap, mengalami): mereka ~ puisi; ia memang seorang ~ hidup;
pe·nik·mat·an n proses, cara, perbuatan menikmati; pengecapan;
ke·nik·mat·an n keadaan yg nikmat; keenakan; kesedapan; kesenangan: mengecap ~ peradaban modern
me·nik·mati v 1 merasai (sesuatu yg nikmat atau lezat): kami ~ makan minum; 2 mengecap; mengalami (sesuatu yg menyenangkan atau memuaskan): ~ hasil kemerdekaan;
pe·nik·mat n orang yg menikmati (merasai, merasakan, mengecap, mengalami): mereka ~ puisi; ia memang seorang ~ hidup;
pe·nik·mat·an n proses, cara, perbuatan menikmati; pengecapan;
ke·nik·mat·an n keadaan yg nikmat; keenakan; kesedapan; kesenangan: mengecap ~ peradaban modern
Allah SWT berfirman, "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, nescaya
kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah An-Nahl: ayat 18).
Maka yang mana
satu di antara nikmat-nikmat Tuhan kamu, yang kamu hendak dustakan? (Ar-Rahman:
18)
Mensyukuri Nikmat
Pengajaran
daripada Al-Hikam yang bermaksud :
Siapa yang
tidak mengenal harga nikmat ketika adanya nikmat itu, maka ia akan mengetahui
harga kebesaran nikmat itu setelah tidak adanya (lenyapnya).
Sariy Assaqathi
berkata :
Siapa yang
tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak
mengetahui..
Al-Fudhail bin
Iyadh r.a berkata :
Tetapkanlah
mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang akan datang
kembali..Sesungguhnya yang sangat mengetahui nikmat air itu , hanya orang yang
benar-benar haus..
Rasulullah saw
bersabda, Jika seseorang melihat pada orang yang lebih daripadanya kekayaan dan
sihatnya, maka hendaklah juga melihat kepada orang yang lebih menderita
daripadanya..
Dalam riwayat
lain, Rasulullah saw bersabda :
Lihatlah kepada
orang-orang yang dibawahmu, dan jangan melihat pada orang yang di atasmu, maka
yang demikian itu lebih tepat untuk tidak memperkecilkan / meremehkan nikmat
yang diberikan Allah kepadamu..
Dan orang yang
bahagia (untung) itu ialah yang dapat pengertian dengan pengalaman (daripada
kejadian ) yang berlaku pada orang lain. Juga telah tersebut dalam pengajaran
Al-Hikam : Siapa yang tidak mensyukurinya bererti membiarkannya hilang, dan
siapa yang mensyukurinya bererti telah mengikat nikmat itu dengan tali
ikatannya..
Menurut
pengarang ”Manahijus Sa’irin”, syukur adatigaderajat, yaitu:
1. Mensyukuri hal-hal disukai. Ini merupakan syukur yang bisa dilakukan orang-orang Muslim, Yahudi, Nasrani dan Majusi. Di antara keluasan rahmat Allah, bahwa yang demikian ini dianggap syukur, menjanjikan
tambahan dan memberikan pahala. Jika engkau mengetahui hakikat syukur, dan bagian hakikatnya ada-lah
menggunakan nikmat Allah sebagai penolong untuk taat dan mendapatkan ridha-Nya, berarti engkau telah mengetahui kekhususan pemeluk Islam sesuai dengan derajat ini, dan bahwa hakikat mensyukuri apa-apa yang disukai ini sebenarnya bukan milik selain orang-orang Muslim.
Memang di antara rukun dan bagian-bagiannya ada yang menjadi bagian selain orang-orang Muslim, seperti pengakuan terhadap nikmat itu dan pujian terhadap Pemberi nikmat. Karena semua makhluk be-rada dalam
nikmat Allah. Siapa pun yang menyatakan Allah sebagai Rabb, satusatunya pencipta dan yang memberi karunia, maka dia akan mendapat tambahan nikmat-Nya. Tetapi permasalahannya terletak pada kesempurnaan hakikat syukur, yaitu meminta nikmat itu untuk mendapatkan ridha-Nya. Aisyah Radhiyallahu Anha pernah menulis surat kepada Mu'awiyah, yang di antara isinya, "Minimal kewajiban yang diberikan orang yang diberi nikmat terhadap yang memberi nikmat ialah janganlah menjadikan nikmat yang diberikan itu sebagai sarana untuk mendurhakai-Nya."
2. Syukur karena mendapatkan sesuatu yang dibenci. Ini bisa dilakukan orang yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan, dengan tetap memperlihatkan keridhaan, atau dilakukan orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan, dengan menahan amarah, tidak mengeluh, memperhatikan adab dan mengikuti jalan ilmu.
1. Mensyukuri hal-hal disukai. Ini merupakan syukur yang bisa dilakukan orang-orang Muslim, Yahudi, Nasrani dan Majusi. Di antara keluasan rahmat Allah, bahwa yang demikian ini dianggap syukur, menjanjikan
tambahan dan memberikan pahala. Jika engkau mengetahui hakikat syukur, dan bagian hakikatnya ada-lah
menggunakan nikmat Allah sebagai penolong untuk taat dan mendapatkan ridha-Nya, berarti engkau telah mengetahui kekhususan pemeluk Islam sesuai dengan derajat ini, dan bahwa hakikat mensyukuri apa-apa yang disukai ini sebenarnya bukan milik selain orang-orang Muslim.
Memang di antara rukun dan bagian-bagiannya ada yang menjadi bagian selain orang-orang Muslim, seperti pengakuan terhadap nikmat itu dan pujian terhadap Pemberi nikmat. Karena semua makhluk be-rada dalam
nikmat Allah. Siapa pun yang menyatakan Allah sebagai Rabb, satusatunya pencipta dan yang memberi karunia, maka dia akan mendapat tambahan nikmat-Nya. Tetapi permasalahannya terletak pada kesempurnaan hakikat syukur, yaitu meminta nikmat itu untuk mendapatkan ridha-Nya. Aisyah Radhiyallahu Anha pernah menulis surat kepada Mu'awiyah, yang di antara isinya, "Minimal kewajiban yang diberikan orang yang diberi nikmat terhadap yang memberi nikmat ialah janganlah menjadikan nikmat yang diberikan itu sebagai sarana untuk mendurhakai-Nya."
2. Syukur karena mendapatkan sesuatu yang dibenci. Ini bisa dilakukan orang yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan, dengan tetap memperlihatkan keridhaan, atau dilakukan orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan, dengan menahan amarah, tidak mengeluh, memperhatikan adab dan mengikuti jalan ilmu.
Orang yang
bersyukur macam inilah yang pertama kali dipanggil masuk surga. Syukur justru
pada saat mendapatkan sesuatu yang dibenci lebih berat dan lebih sulit daripada
syukur pada saat mendapat sesuatu yang disukai.
Maka dari itu
derajat ini lebih tinggi tingkatannya, yang tidak bisa dilakukan kecuali salah
satu dari dua orang: Pertama, seseorang yang tidak membedakan berbagai macam
keadaan. Dia tidak peduli apakah sesuatu yang dihadapinya itu disukai atau
dibenci, dia tetap bersyukur atas keadaannya, dengan menampakkan keridhaan atas
apa yang dihadapinya. Kedua, orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan.
Pada dasarnya dia tidak menyukai sesuatu yang diben-ci dan tidak ridha jika hal
itu menimpanya. Tapi kalau pun benar-be-nar menimpanya, toh dia tetap bersyukur
kepada Allah. Cara syukur-nya ialah dengan menahan amarah, tidak berkeluh
kesah, memper-hatikan adab dan ilmu. Sebab ilmu dan adab menyuruh syukur
kepada Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan senang
maupun susah.
Orang yang bersyukur dengan cara ini merupakan orang yang perta-ma kali dipanggil masuk surga, karena dia menghadapi sesuatu yang dibenci dengan syukur. Sementara kebanyakan orang menghadapinya dengan kegelisahan dan amarah, ada yang menghadapinya dengan sabar, dan ada yang menghadapinya dengan ridha. Sedangkan syukur merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari ridha dalam menghadapi sesuatu yang dibenci.
3. Hamba tidak mempersaksikan kecuali Pemberi nikmat. Jika dia mem-persaksikan-Nya karena ubudiyah,
maka dia menganggap nikmat dari-Nya itu amat agung. Jika dia mempersaksikan-Nya karena cinta, maka kesusahan terasa manis. Jika dia mempersaksikan-Nya karena penge-saan, maka dia tidak mempersaksikan apa yang datang dari-Nya seba-gai nikmat atau kesusahan.
Orang-orang yang ada dalam derajat ini dibagi menjadi tiga macam:
Orang yang memiliki kesaksian ubudiyah, orang yang memiliki kesaksian cinta, dan orang yang memiliki kesaksian pengesaan.
Kesaksian ubudiyah artinya kesaksian hamba terhadap tuannya yang memiliki kekuasaan terhadap dirinya. Pada hamba atau budak jika berada dihadapan tuannya, maka mereka lupa kemulian diri sendiri, memperhatikan dengan seksama ke arah tuannya, lupa memperhatikan keadaan diri sendiri. Keadaan seperti ini banyak dilihat dalam pertemuan di hadapan raja umpamanya. Orang yang memiliki kesaksian semacam ini, apabila mendapat nikmat dari tuannya, maka dia menganggap dirinya terlalu kerdil untuk menerimanya, namun hatinya tetap dipenuhi dengan rasa cinta kepada tuannya.
Kesaksian cinta juga tak berbeda jauh keadaannya dengan kesaksian ubudiyah. Hanya saja orang yang memiliki kesaksian ini merasakan yang berat menjadi ringan, yang pahit terasa manis.
Sedangkan kesaksian pengesaan tidak terpengaruh oleh rupa, tidak mempersaksikan nikmat dan tidak pula
Orang yang bersyukur dengan cara ini merupakan orang yang perta-ma kali dipanggil masuk surga, karena dia menghadapi sesuatu yang dibenci dengan syukur. Sementara kebanyakan orang menghadapinya dengan kegelisahan dan amarah, ada yang menghadapinya dengan sabar, dan ada yang menghadapinya dengan ridha. Sedangkan syukur merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari ridha dalam menghadapi sesuatu yang dibenci.
3. Hamba tidak mempersaksikan kecuali Pemberi nikmat. Jika dia mem-persaksikan-Nya karena ubudiyah,
maka dia menganggap nikmat dari-Nya itu amat agung. Jika dia mempersaksikan-Nya karena cinta, maka kesusahan terasa manis. Jika dia mempersaksikan-Nya karena penge-saan, maka dia tidak mempersaksikan apa yang datang dari-Nya seba-gai nikmat atau kesusahan.
Orang-orang yang ada dalam derajat ini dibagi menjadi tiga macam:
Orang yang memiliki kesaksian ubudiyah, orang yang memiliki kesaksian cinta, dan orang yang memiliki kesaksian pengesaan.
Kesaksian ubudiyah artinya kesaksian hamba terhadap tuannya yang memiliki kekuasaan terhadap dirinya. Pada hamba atau budak jika berada dihadapan tuannya, maka mereka lupa kemulian diri sendiri, memperhatikan dengan seksama ke arah tuannya, lupa memperhatikan keadaan diri sendiri. Keadaan seperti ini banyak dilihat dalam pertemuan di hadapan raja umpamanya. Orang yang memiliki kesaksian semacam ini, apabila mendapat nikmat dari tuannya, maka dia menganggap dirinya terlalu kerdil untuk menerimanya, namun hatinya tetap dipenuhi dengan rasa cinta kepada tuannya.
Kesaksian cinta juga tak berbeda jauh keadaannya dengan kesaksian ubudiyah. Hanya saja orang yang memiliki kesaksian ini merasakan yang berat menjadi ringan, yang pahit terasa manis.
Sedangkan kesaksian pengesaan tidak terpengaruh oleh rupa, tidak mempersaksikan nikmat dan tidak pula
وَقَليلٌ مِن عِبادِىَ الشَّكورُ
"Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur."
(Saba'':13).
وَاشكُروا لِلَّهِ إِن كُنتُم إِيّاهُ تَعبُدونَ
"Dan,
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-
Nya kalian mcnyembah." (Al-Baqarah: 172).
Nya kalian mcnyembah." (Al-Baqarah: 172).
وَاللَّهُ أَخرَجَكُم مِن بُطونِ أُمَّهٰتِكُم لا تَعلَمونَ شَيـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمعَ وَالأَبصٰرَ وَالأَفـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُم تَشكُرونَ
"Dan,
Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kalian bersyukur." (An-Nahl: 78).
وَإِذ تَأَذَّنَ رَبُّكُم لَئِن شَكَرتُم لَأَزيدَنَّكُم ۖ وَلَئِن كَفَرتُم إِنَّ عَذابى لَشَديدٌ
"Dan
(ingatlah) tatkala Rabb kalian memaklumkan, Sesungguhnya jika kalian bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih'." (Ibrahim: 7).
JAKARTA 6/9/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar