Kamis, 17 September 2015

AGUNGNYA ARAFAH





WUQUF DAN PUASA ARAFAH ?

Kemudian mereka bertanya kepada beliau, sehingga Rasulullah SAW memerintah mereka seraya menyeru, "Haji adalah (hadir) di Arafah." (HR. Tirmidzi).
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Artinya:“Puasa ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (H.R. Muslim)
Muqaddimah
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟
“Tidak ada hari dimana Allah paling banyak membebaskan hamba dari neraka selain hari Arafah. Dia mendekati mereka, lalu dia banggakan mereka di hadapan para malaikat, dengan berfirman: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim no. 1348).
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
”Sebaik-baik doa adalah doa hari arafah.” (HR. Turmudzi 3585 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 1536)
Nabi saw bersabda: “Do’a yang paling utama adalah di hari Arafah, dan sebaik-baik apa yang aku dan para nabi sebelumku baca pada hari itu, adalah...

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر

Lâ Ilâha Illallâh Wahdahu Lâ Syarîkalahu, Lahulmulku Wa Lahulhamdu, Wahuwa ‘Alâ Kulli Syaiin Qadîr. “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(HR. Tirmidzi no. 3585. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Arafah adalah tempat di wilayah Makkah Al-Mukarramah yang menjadi berkumpulnya para jamaah haji dari seluruh dunia. Hadir Arafah merupakan salah satu rukun haji, sehingga tidak sah ibadah haji seseorang jika tidak hadir di Arafah.

Abdurrahman bin Ya'mar meriwayatkan bahwasanya sekelompok manusia dari suku Najd mendatangi Rasulullah SAW pada saat beliau di Arafah.

Kemudian mereka bertanya kepada beliau, sehingga Rasulullah SAW memerintah mereka seraya menyeru, "Haji adalah (hadir) di Arafah." (HR. Tirmidzi).

Arafah menjadi hari kesembilan di bulan Dzulhijjah. Arafah yang berarti mengetahui, memiliki pengertian bahwa mimpi yang terjadi pada Ibrahim AS adalah benar berasal dari Allah SWT. Sebelumnya, Ibrahim mengalami fase keraguan (hari tarwiyah) apakah mimpinya berasal dari Tuhan atau tidak.
Arafah merupakan miniatur Alam Mahsyar, tempat seluruh manusia dibangkitkan dari alam kubur untuk dihitung amal kebaikan dan keburukannya (hisab). Maka pengertian Arafah memberikan kesadaran bagi manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesamanya dan alam semesta, sehingga mereka mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk kehidupan abadinya di akhirat.
Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, "Jika hari Arafah tiba, Allah SWT turun ke langit dunia dan berfirman kepada para malaikat, ‘Lihatkan kepada para hamba-Ku, mereka datang kepada-Ku dengan bersusah payah, mereka datang dari berbagai penjuru yang jauh. Saksikanlah! Bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka.’

Para Malaikat berkata, ‘Wahai Tuhanku, (diantara manusia itu) ada lelaki yang senantiasa mensucikanmu, mengagungkanmu dan lain sebagainya.’ Allah SWT berfirman, ‘Aku telah ampuni dosa-dosa mereka.’ Rasulullah SAW bersabda, "Maka sungguh tiada hari yang lebih besar pembebasannya dari api neraka dari pada hari Arafah."
(HR. Ibnu Huzaimah).
Wuquf Arafah ?
Di Padang Arafah, dewasa ini, tengah berlangsung pertemuan akbar. Arafah penuh berkah, rahmat dan ampunan. Di tempat itupula berlangsung pertemuan jemaah dari seluruh dunia. Semua ingin mendapat ridho Allah dan mpunannya, sebagai haji mabrur, katanya.
Haji adalah Arafah. Bahkan yang sakit harus ke Arafah, sebab yang  menunaikan ibadah haji wajib wukuf di Arafah, ia menjelaskan.
KH Abdullah Syukri Zarkasyi mengingatkan pula bahwa taqwa ada di dalam hati. Namun perlu dijabarkan dengan lisan, berkata yang benar dan baik disertai mengerti dengan pikiran.
Mengapa wuquf, shalat, puasa. Hal ini juga perlu dimengerti akal manusia. Namun pikiran atau akal manusia sangat terbatas dan kadang menyesatkan manusia, katanya.
Untuk itulah perlu adanya mata iman, sehingga manusia tidak  berhusnuzon terhadap Allah. Sebab, Allah maha suci, kuasa atas segalanya dan maha besar.
Dijelaskannya, taqwa dengan hati, dengan lisan, dengan pikiran, dengan seluruh anggota badan dan dengan perbuatan merupakan dari penjabaran dari taqwa yang benar.
Wuquf di Arafah sangat dahsyat, sambungya. Sekitar empat juta lebih manusia mau bersusah payah datang dari jauh, penuh dengan pengorbanan harta, tenaga, pikiran, perasaan dan penuh dosa. Bahkan yang sakit pun ikut wuquf di Arafah.
Setiap tahun, dengan segala kesusahan, jumlah umat Islam yang  datang terus bertambah. Semua mencari ridho Allah dan ampunan. Di sini Allah mudah mengampuni manusia, sesuai sabda Rasulullah SAW. "Tiada hari yang paling banyak Allah membebaskan hambanya dari siksaan api neraka, daripada hari Arafah. Sesungguhnya Allah SWT akan mendekat, kemudian membanggakan para hambanya itu kepada malaikat seraya berkata: Lihatlah wahai para malaikat, apa yang dikehendaki para hamba-Ku ini."
"Ini karena rahmat Allah lebih luas dari dosa kita," katanya, mengutip Sabda Nabi Muhammad SAW. Dosa apa saja diampuni Allah, kecuali syirik. Demikian kebesaran Allah, Rahman, Rahim, Maha Pengampun, Maha Penyayang, Maha Pemurah dan dapat mengabulkan doa dan Maha Segalanya, ia menjelaskan.
Puasa Arafah ?
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Artinya:“Puasa ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (H.R. Muslim)
Al-Imam An-Nawawi (w.676 H) Rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini mengatakan, hadits-hadits semacam ini mempunyai dua penafsiran :
Pertama, menghapus dosa-dosa kecil dengan syarat ia tidak melakukan dosa besar. Jika ada dosa besar, maka tidak akan menghapus apapun, baik dosa besar ataupun dosa kecil.
Kedua, Dan ini adalah pendapat yang lebih rajih (mendekati kebenaran lagi terpilih), yakni shaum Arafah akan menghapus setiap dosa kecil. Maksudnya adalah bahwa Allah Ta’ala mengampuni seluruh dosanya kecuali dosa besar. Al-Qadhi ‘Iyadh (w. 544 H) Rahimahullahu mengatakan, apa yang disebutkan dalam hadits-hadits ini berbicara tentang pengampunan terhadap dosa-dosa kecil, selain dosa besar. Inilah madzhab Ahlus-Sunnah, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan taubat atau rahmat Allah Ta’ala.
Waktu Puasa ‘Arafah ?
Terjadi ikhtilaf dikalangan para ‘Ulama mengenai hal ini, yakni waktu melaksanakan puasa ‘Arafah. Sebagian ulama memahami bahwa ibadah ini dan juga ibadah Qurban (‘Idul Adha) tergantung pada sebab terlihatnya bulan Dzulhijjah, sebagaimana hal yang sama dalam menentukan permulaan Ramadhan dan Syawwal.
Sementara itu, ulama lain berpendapat bahwa ibadah ini mengikuti ibadah haji di tanah Haram yang merupakan bentuk solidaritas para hujjaj. Dan dalam hal ini, pendapat kedua lebih mendekati kebenaran, hal itu didasarkan oleh beberapa alasan berikut :
Pertama, Telah dijelaskan sebelumnya bahwa puasa ‘Arafah disunnahkan hanya bagi mereka yang tidak melaksanakan wuquf di ‘Arafah. Ini mengandung pengertian bahwa puasa ‘Arafah ini terkait dengan pelaksanaan ibadah haji/ wuquf. Jika para hujjaj telah wuquf, maka pada waktu itulah disyari’atkannya melaksanakan puasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak melaksanakan haji.
Dalam nash-nash tidak pernah disebutkan puasa di hari kesembilan, namun hanya disebutkan puasa ‘Arafah. Berbeda halnya dengan puasa ‘Asyuura yang disebutkan tanggal-nya secara spesifik.
Rasulullah bersabda,
عَبْد اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya:“Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallaahu ‘Anhuma, ia berkata :“Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa di hari ‘Asyura dan memerintahkannya, para shahabat berkata : ‘Sesungguhnya ia adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani’. Maka beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:‘Tahun depan, insya Allah, kita akan berpuasa di hari kesembilan”. Ibnu ‘Abbas berkata : “Sebelum tiba tahun depan, Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.” (H.R. Muslim)
Dan juga sabda Rasulullah,
عن ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ : خَالِفُوا الْيَهُودَ ، وَصُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ .
Artinya:“Dari Ibnu ‘Abbaas ia berkata tentang puasa ‘Asyura’ : “Selisihilah orang-orang Yahudi dan berpuasalah di hari kesembilan dan kesepuluh” (H.R. Al-Baihaqy)
Kedua, telah bersabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam,
فِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّوْنَ، وَعَرَفَةُ يَوْمَ تُعَرِّفُوْنَ
Artinya:“Berbuka kalian adalah di hari kalian berbuka, penyembelihan kalian adalah di hari kalian menyembelih, dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah” (H.R Asy-Syafi’iy dan Al-Baihaqy dari Atha’)
Mengenai hadits ini, Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata,“Telah berkata ulamamadzhab Syafi’iyyah, “Tidaklah hari berbuka (‘Idul fitri) itu mempunyai pengertian hari pertama bulan Syawwal secara ‘muthlaq. Ia adalah hari dimana orang-orang berbuka padanya dengan dalil hadits ini (yaitu : ‘Berbuka kalian di hari kalian berbuka’).
Begitu pula dengan hari penyembelihan (Yaumun-Nahr/’Idul-Adha). Begitu pula dengan hari ‘Arafah, ia adalah hari yang nampak bagi orang-orang bahwasannya hari itu adalah hari ‘Arafah, sama saja apakah itu hari kesembilan atau hari kesepuluh. Al-Imam Asy-Syaafi’iy Rahimahullah berkata tentang hadits ini : Maka dengan inilah kami berpendapat.”
Jadi jelas perbedaannya bahwa puasa ‘Arafah tidak tergantung pada urutan hari dalam bulan Dzulhijjah, namun bergantung pada pelaksanaan wuquf di ‘Arafah.
Sumber:1.http://www.kemenag.go.id
2.http://mirajnews.com
3.http://www.republika.co.id
Jakarta 18/9/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman