MEMAHAMI MAKNA AULIYA DALAM AL-QUR’AN
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (QS. Al Maidah: 51)
Muqaddimah
Bagi anda yang akrab dengan Al Qur’an, tentu sering mendapati ayat-ayat
yang melarang kaum mu’minin menjadikan orang kafir sebagai auliya pada
ayat yang sangat banyak. Setidaknya ada 9 ayat yang akan kita
nukil di sini yang melarang menjadikan orang kafir sebagai auliya.
Makna auliya (أَوْلِيَاءَ)
adalah walijah (وَلِيجةُ)
yang maknanya: “orang kepercayaan, yang khusus dan dekat” (lihat Lisaanul
‘Arab). Auliya dalam bentuk jamak dari wali (ولي)
yaitu orang yang lebih dicenderungi untuk diberikan pertolongan, rasa sayang
dan dukungan (Aysar At Tafasir, 305).
QS
An-Nisa 4:144 menyatakan larangan bagi umat Islam memilih pemimpin non-muslim
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan
alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?"
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 12/229 mengutip pendapat Qadhi Iyad sbb:
أجمع العلماءُ على أنَّ الإمامة لا تنعقد لكافر، وعلى أنَّه لو طرأ عليه الكفر انعزل، وكذا لو ترك إقامةَ الصَّلوات والدُّعاءَ إليها
Artinya: Ulama sepakat bahwa kepemimpinan (imamah) tidak sah dipegang orang kafir...
Tidak sah-nya kepemimpinan orang kafir itu adalah dalam konteks di negara yang meyoritas muslim. Adapun apabila di negara yang meyoritas non-muslim maka tentu saja tidak ada masalah dipimpin oleh orang nonmuslim karena memang mereka yang berkuasa sebagaimana kasus pada zaman Nabi di mana sebagian Sahabat berhijrah ke negara non-muslim yang dipimpin orang nonmuslim. Saat itu Rasulullah berkata pada Sahabat yang hendak berimigrasi ke Habasyah:
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 12/229 mengutip pendapat Qadhi Iyad sbb:
أجمع العلماءُ على أنَّ الإمامة لا تنعقد لكافر، وعلى أنَّه لو طرأ عليه الكفر انعزل، وكذا لو ترك إقامةَ الصَّلوات والدُّعاءَ إليها
Artinya: Ulama sepakat bahwa kepemimpinan (imamah) tidak sah dipegang orang kafir...
Tidak sah-nya kepemimpinan orang kafir itu adalah dalam konteks di negara yang meyoritas muslim. Adapun apabila di negara yang meyoritas non-muslim maka tentu saja tidak ada masalah dipimpin oleh orang nonmuslim karena memang mereka yang berkuasa sebagaimana kasus pada zaman Nabi di mana sebagian Sahabat berhijrah ke negara non-muslim yang dipimpin orang nonmuslim. Saat itu Rasulullah berkata pada Sahabat yang hendak berimigrasi ke Habasyah:
اذهبوا
الى الحبشة فإن فيها حاكما عادلا لا يظلم عنده أحد
Artinya: Pergilah ke negara Habasyah karena di sana terdapat seorang hakim (penguasa/pemimpin) yang adil. Tidak akan ada seorang pun yang akan mendzalimi.
Berikut pendapat sejumlah ulama tentang mengangkat pemimpin non-muslim di negara mayoritas Islam
قال القاضي عياض رحمه الله: "أجمع العلماءُ على أنَّ الإمامة لا تنعقد لكافر، وعلى أنَّه لو طرأ عليه الكفر انعزل، وكذا لو ترك إقامةَ الصَّلوات والدُّعاءَ إليها"
وقال ابن المنذِر رحمه الله: إنَّه قد "أجمع كلُّ مَن يُحفَظ عنه مِن أهل العلم أنَّ الكافر لا ولايةَ له على المسلم بِحال".
وقال ابن حَزم: "واتَّفقوا أنَّ الإمامة لا تجوز لامرأةٍ ولا لكافر ولا لصبِي".
وقال ابن حجَر رحمه الله: إنَّ الإمام "ينعزل بالكفر إجماعًا، فيَجِب على كلِّ مسلمٍ القيامُ في ذلك، فمَن قوي على ذلك فله الثَّواب، ومَن داهن فعليه الإثم، ومن عَجز وجبَتْ عليه الهجرةُ من تلك الأرض".
: رجَّح جمهورُ العلماء أنَّ فِسق الحاكم فسقًا ظاهرًا معلومًا يؤدِّي لِسُقوط ولايته، ويكون مسوِّغًا للخروج عليه عند أمن إراقة الدِّماء وحدوث الفِتَن؛ وذلك لأنَّ فسقه قد يُقْعِده عن القيام بواجباته الشَّرعية؛ من إقامة الحدود، ورعاية الحقوق، وحِفظ دين رعيَّتِه ومعاشهم
Intinya adalah mengangkat pemimpin non-muslim di negara mayoritas muslim hukumnya haram dan tidak sah.
Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin
[Ayat ke-1]
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Al Imran: 28)
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menjelaskan
makna ayat ini: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum
mu’minin untuk menjadikan orang kafir sebagai walijah (orang
dekat, orang kepercayaan) padahal ada orang mu’min. Kecuali jika orang-orang
kafir menguasai mereka, sehingga kaum mu’minin menampakkan kebaikan pada mereka
dengan tetap menyelisihi mereka dalam masalah agama. Inilah mengapa Allah
Ta’ala berfirman: ‘kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti dari mereka‘” (Tafsir Ath Thabari, 6825).
[Ayat ke-2]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (QS. Al Maidah: 51)
Ibnu Katsir
menjelaskan ayat ini: “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya yang beriman untuk loyal kepada orang Yahudi dan Nasrani.
Mereka itu musuh Islam dan sekutu-sekutunya. Semoga Allah memerangi mereka.
Lalu Allah mengabarkan bahwa mereka itu adalah auliya terhadap
sesamanya. Kemudian Allah mengancam dan memperingatkan bagi orang mu’min yang
melanggar larangan ini Barang siapa di antara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim“”
(Tafsir Ibni Katsir, 3/132).
Lalu Ibnu Katsir
menukil sebuah riwayat dari Umar bin Khathab, “Bahwasanya Umar bin Khathab
memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari bahwa pencatatan pengeluaran dan pemasukan
pemerintah dilakukan oleh satu orang. Abu Musa memiliki seorang juru tulis yang
beragama Nasrani. Abu Musa pun mengangkatnya untuk mengerjakan tugas tadi. Umar
bin Khathab pun kagum dengan hasil pekerjaannya. Ia berkata: ‘Hasil kerja
orang ini bagus, bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan
laporan-laporan di depan kami?’. Abu Musa menjawab: ‘Ia tidak bisa masuk ke
tanah Haram’. Umar bertanya: ‘Kenapa? Apa karena ia junub?’. Abu Musa menjawab:
‘bukan, karena ia seorang Nasrani’. Umar pun menegurku dengan keras dan memukul
pahaku dan berkata: ‘pecat dia!’. Umar lalu membacakan ayat: ‘Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim‘” (Tafsir
Ibni Katsir, 3/132).
Jelas sekali bahwa
ayat ini larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau orang yang
memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum
muslimin.
[Ayat ke-3]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا
وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi auliya bagimu, orang-orang yang
membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang
yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang
musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang
beriman” (QS. Al Maidah: 57)
As Sa’di menjelaskan:
“Allah melarang hamba-Nya yang beriman untuk menjadikan ahlul kitab yaitu
Yahudi dan Nasrani dan juga orang kafir lainnya sebagai auliya yang
dicintai dan yang diserahkan loyalitas padanya. Juga larangan memaparkan kepada
mereka rahasia-rahasia kaum mu’minin juga larangan meminta tolong pada mereka
pada sebagian urusan yang bisa membahayakan kaum muslimin. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa jika pada diri seseorang itu masih ada iman, maka
konsekuensinya ia wajib meninggalkan loyalitas kepada orang kafir. Dan
menghasung mereka untuk memerangi orang kafir” (Tafsir As Sa’di, 236)
Jangan
Loyal Kepada Orang Kafir Walaupun Ia Sanak Saudara
[Ayat ke-4]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا
الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi
auliya bagimu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa
di antara kamu yang menjadikan mereka auliya bagimu, maka mereka
itulah orang-orang yang lalim” (QS. At Taubah: 23)
Ibnu Katsir
menjelaskan: “Allah Ta’ala memerintahkan untuk secara menjelaskan
terang-terangan kepada orang kafir bahwa mereka itu kafir walaupun mereka
adalah bapak-bapak atau anak-anak dari orang mu’min. Allah juga melarang untuk
loyal kepada mereka jika mereka lebih memilih kekafiran daripada iman. Allah
juga mengancam orang yang loyal kepada mereka” (Tafsir Ibni Katsir,
4/121).
Jangan
Berikan Rasa Sayang dan Kasihan Kepada Orang Kafir
[Ayat ke-5]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi auliya yang
kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih
sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada
Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan
mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian)” (QS. Al Mumtahanah:
1).
Para ulama ahli
tafsir menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah kisah Hathib bin Abi
Baltha’ah radhiallahu’anhu. Beliau adalah sahabat Nabi yang ikut
hijrah, beliau juga mengikuti perang Badar, namun beliau memiliki anak-anak,
sanak kerabat dan harta di kota Mekkah yang ia tinggalkan untuk berhijrah.
Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam diperintahkan untuk
membuka kota Mekkah dan memerangi orang Musyrikin di sana, Hathib merasa
kasihan kepada orang-orang Quraisy di Mekkah. Hathib pun berinisiatif untuk
berkomunikasi dengan kaum Quraisy secara diam-diam melalui surat yang
dikirimkan melalui seorang wanita. Hathib mengabarkan kedatangan pasukan kaum
Muslimin untuk menyerang kaum Quraisy di Mekkah. Bukan karena Hathib berkhianat
dan bukan karena ia munafik, namun ia kasihan kepada kaum Quraisy dan berharap
mereka mau dirangkul untuk memeluk Islam daripada mereka hancur binasa. Namun
para sahabat memergoki wanita yang membawa surat dan melaporkan hal ini kepada
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu turunlah ayat ini
sebagai teguran untuk tidak kasihan dan tidak menaruh rasa sayang kepada
orang-orang kafir, apalagi dengan menyampaikan kepada mereka kabar-kabar
rahasia kaum Muslimin. Namun Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam menegur Hathib namun memaafkannya dan memberinya
udzur (lihat Tafsir Ibni Katsir 8/82, Tafsir As Sa’di 7/854)
Berikut ini isi surat
Hathib:
أَمَّا بَعْدُ
يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
جَاءَكُمْ بِجَيْشٍ كَاللَّيْلِ يَسِيرُ كَالسَّيْلِ فَوَاللَّهِ لَوْ جَاءَكُمْ
وَحْدَهُ لَنَصَرَهُ اللَّهُ وَأَنْجَزَ لَهُ وَعْدَهُ فَانْظُرُوا لِأَنْفُسِكُمْ
وَالسَّلَامُ
“Amma ba’du.
Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam sedang mendatangi kalian dengan membawa pasukan yang bak
gelapnya malam, yang cepat bagaikan air bah. Demi Allah, andaikan Ia
(Rasulullah) datang seorang diri pun, Allah akan menolongnya dan memenangkannya
atas musuhnya. Maka lihatlah (kasihanilah) diri-diri kalian. Wassalam”
(Fathul Baari, 7/520).
As Sa’di menjelaskan:
“jangan jadikan musuh Allah dan musuh kalian sebagai auliya, yang
engkau berikan rasa sayangmu kepada mereka. Maksudnya jangan kalian
terburu-buru memberikan rasa sayangmu kepada mereka ataupun menempuh
sebab-sebab yang membuat kalian sayang pada mereka. Karena rasa sayang itu jika
muncul akan diikuti oleh nushrah (kecenderungan untuk menolong) dan muwalah
(kecenderungan untuk loyal), sehingga akhirnya seseorang pun keluar dari
keimanan dan menjadi bagian dari orang-orang kafir meninggalkan ahlul iman” (Tafsir
As Sa’di, 854).
[Ayat ke-6]
وَدُّوا لَوْ
تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ
حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلَا
نَصِيرًا
“Mereka ingin
supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu
menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka
sebagai auliya bagimu, hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika
mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan
janganlah kamu ambil seorang pun di antara mereka auliya, dan jangan (pula)
menjadi penolong” (QS. An Nisa: 89)
As Sa’di menjelaskan
ayat ini dengan berkata: “ini melazimkan tidak adanya kecintaan terhadap
orang kafir, karena wilayah (loyalitas) adalah cabang
dari mahabbah (kecintaan). Ini juga melazimkan kita untuk
membenci dan memusuhi mereka. Karena larangan terhadap sesuatu berarti perintah
untuk melakukan kebalikannya. Dan perlakukan tidak berlaku jika mereka ikut
hijrah. Jika mereka ikut hijrah, maka mereka diperlakukan sebagaimana kaum
muslimin. Sebagaimana Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memperlakukan
orang-orang yang ikut hijrah bersama beliau sebagaimana perlakuan beliau
terhadap orang Islam. Baik mereka yang benar-benar mu’min lahir batin, maupun
yang hanya menampakan keimanan secara zhahir. Dan jika mereka berpaling atau
tidak mau berhijrah, ‘tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya‘,
maksudnya kapan pun dan dimana pun kau menemui mereka”. (Tafsir As Sa’di,
1/191).
Namun As Sa’di
menjelaskan 3 jenis orang kafir yang dikecualikan sehingga tidak diperangi
berdasarkan ayat selanjutnya (namun tidak kita bahas panjang lebar di sini),
mereka adalah:
- Orang-orang kafir yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian damai untuk tidak saling memerangi
- Orang-orang kafir yang tidak ingin untuk memerangi kaum Muslimin dan juga tidak memerangi kaumnya, ia memilih untuk tidak memerangi kaum Muslimin maupun kaum kafirin.
- Orang-orang munafik yang menampakkan keimanan karena takut diperangi oleh kaum Muslimin (Tafsir As Sa’di, 191).
Menjadikan
Orang Kafir Sebagai Auliya, Sifat Orang Munafik
[Ayat ke-7]
بَشِّرِ
الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ
فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا
“Kabarkanlah
kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi
teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka
mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan
kepunyaan Allah” (QS. An Nisa: 139)
Ibnu Katsir berkata:
“Lalu Allah Ta’ala menyemat sebuah sifat kepada orang-orang munafik yaitu lebih
memilih menjadikan orang kafir sebagai auliyaa daripada orang mu’min. Artinya,
pada hakikat orang-orang munafik itu pro terhadap orang kafir, mereka diam-diam
loyal dan cinta kepada orang kafir. Ketika tidak ada orang mu’min, orang
munafik berkata kepada orang kafir: ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu,
kami hanyalah main-main’. Yaitu ketika orang munafik menampakkan seolah
setuju terhadap orang mu’min. Maka Allah pun membantah sikap mereka
terhadap orang kafir yang demikian itu dalam firman-Nya: ‘Apakah mereka
mencari kekuatan di sisi orang kafir?‘. Lalu Allah Ta’ala mengabarkan bahwa
sesungguhnya izzah (kekuatan) itu semuanya milik Allah semata, tidak ada yang
bersekutu dengan-Nya, dan juga milik orang-orang yang Allah takdir kepadanya
untuk memiliki kekuatan” (Tafsir Ibni Katsir, 2/435)
Siksaan
Pedih Karena Menjadikan Orang Kafir Sebagai Auliya
[Ayat ke-8]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS. An Nisa: 144)
Ibnu Katsir
menjelaskan: “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya dari kaum
mu’minin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya padahal ada
orang mu’min. Maksudnya Allah melarang kaum mu’minin bersahabat dan berteman
dekat serta menyimpan rasa cinta kepada mereka. Juga melarang mengungkapkan
keadaan-keadaan kaum mu’minin yang tidak mereka ketahui. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala berfirman: ‘Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang
kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya‘ (QS. Al Imran: 28).
Maksudnya Allah memperingatkan kalian terhadap siksaan-Nya bagi orang yang
melanggar larangan ini. Oleh karena itu Ia berfirman: ‘Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?‘. Maksudnya
perbuatan tersebut akan menjadi hujjah (alasan) untuk menjatuhkan
hukuman atas kalian” (Tafsir Ibni Katsir, 2/441).
Menjadikan
Orang Kafir Sebagai Auliya, Dipertanyakan Imannya
[Ayat ke-9]
وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ
وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Sekiranya mereka
beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan
kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu
menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
fasik” (QS. Al Maidah: 81)
Ath Thahawi
menjelaskan makna ayat ini: “Andaikan sebagian orang dari Bani Israil yang
loyal terhadap orang kafir itu mereka benar-benar mengimani Allah dan
mentauhidkan-Nya, juga benar-benar mengimani Nabi-Nya Shallallahu’alaihi
Wasallam sebagai Rasul yang diutus oleh Allah, serta lebih mempercayai apa yang ia bawa dari Allah
daripada petunjuk yang lain, maka mereka tidak akan menjadikan orang-orang
kafir sebagai teman dekat dan penolong padahal ada orang-orang Mu’min. Namun
dasarnya mereka itu adalah orang-orang yang gemar membangkang perintah Allah
menujuk maksiat, serta gemar menganggap halal apa yang Allah haramkan dengan
lisan dan perbuatan mereka” (Tafsir Ath Thabari, 10/498).
Imam Mujahid
menafsirkan bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah kaum munafik (Tafsir
Ath Thabari, 10/498).
jakarta 12/4/2016
BalasHapusKAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor togel.nya yang AKI
berikan 4D angka [] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka main togel
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi AKI ALIH,,di no 082---> 313 ---> 669 ---> 888
insya allah anda bisa seperti saya…menang togel 2750 JUTA , wassalam.
dijamin 100% jebol saya sudah buktikan...sendiri....
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini !!!!
1"Dikejar-kejar hutang
2"Selaluh kalah dalam bermain togel
3"Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel
4"Anda udah kemana-mana tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat
5"Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya
tapi tidak ada satupun yang berhasil..
KLIK DISINI 4d 5d 6d
Solusi yang tepat jangan anda putus asah... AKI ALIH akan membantu
anda semua dengan Angka ritual/GHOIB:
butuh angka togel 2D ,3D, 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin
100% jebol
Apabila ada waktu
silahkan Hub: AKI ALIH DI NO: 082---> 313 ---> 669 ---> 888
ANGKA RITUAL: TOTO/MAGNUM 4D/5D/6D
ANGKA RITUAL: HONGKONG 2D/3D/4D/
ANGKA RITUAL; KUDA LARI 2D/3D/4D/
ANGKA RITUAL; SINGAPUR 2D/3D/4D/
ANGKA RITUAL; TAIWAN,THAILAND
ANGKA RITUAL: SIDNEY 2D/3D/4D