MEMAHAMI SHALAT
PADA WAKTUNYA
قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ..؟، قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّه (صحيح البخاري)
Nabi saw ditanya : “Amal apa yang paling dicintai Allah?, sabda
Rasulullah saw : Shalat pada waktunya. Lalu apa?, sabda beliau saw : Bakti pada
ayah bunda. Lalu apa?, sabda beliau saw Jihad di Jalan Allah†(Shahih
Bukhari)
Kita jelaskan yang pertama dahulu, didalam shalat tepat pada
waktunya itu kita harus punya pemahaman, bukan berarti mutlak setiap habis
adzan harus segera shalat qabliyah, dilanjutkan shalat dan shalat, bukan mutlak
begitu.
Karena
ada riwayat lainnya Shahih Bukhari menjelaskan bahwa “antum fi shalah maa
iltum tantadhiruunaha†(kalian tetap dalam pahala shalat selama kalian menantikan untuk mendirikan
shalat) dan Rasul Saw dalam beberapa riwayat (bukan dalam satu riwayat) Shahih
Bukhari “mengakhirkan waktu shalat, menunda waktu shalatâ€. Jamaah sudah menunggu, Rasul saw ada urusan kesana, urusan kesini,
Sahabat menunggu. Itu terjadi beberapa kali, ketika Rasul saw datang, Sahabat
masih menunggu dalam shaf bahkan dalam salah satu riwayat adalah saat shalat
Isya’, Bilal sudah adzan, Sahabat sudah rapi shafnya, Rasul Saw baru keluar
ditengah malam. Sahabat ada yang tertidur sambil duduk, ada yang tetap
berdzikir lantas Rasul saw berkata “kalian tetap dalam pahala shalat selama
menunggu shalatâ€.
Jadi
kalau sudah waktunya adzan, sunnah yang paling bagus sunnah qabliyah, lalu
amalan yang sangat dicintai Allah sebagaimana hadits ini adalah langsung
shalat, jangan kemana mana dulu, ada sms taruh dulu, ada telefon taruh dulu,
aku mau berjumpa dengan Rabbul Alamin, ini penting! Tidak ada yang lebih penting dari
Allah, toh hanya beberapa menit.
Demikian hadirin – hadirat. Tapi jika kesibukkan itu berupa
kesibukkan yang ukhrawi boleh ditunda. Misal zaman sekarang orang kalau taklim
habis shalat maghrib, majelis taklimnya terus baru selesai jam 8. Apa ini
mereka koq tidak mau shalat Isya’ tepat waktu? Ketahuilah Rasul saw juga
mengajari kalau ditundanya itu karena hal – hal yang bersifat ukhrawi
(ibadah), maka penundaannya itu mendapat pahala.
Sebagaimana Rasul saw tadi bersabda “kalian tetap dalam
pahala shalat selama duduk menanti shalatâ€. Duduk saja menunggu shalat
itu sampai waktu shalat dihitung pahala shalat, jadi kalau majelis taklim
misalnya, majelis taklim kita tentunya setelah shalat Isya’tapi banyak
majelis – majelis taklim sekarang ini diprotes oleh sebagian kelompok orang.
“ini sudah waktunya shalat, masih saja ini ustadznya terus ngajarâ€, bukan begitu tapi ada hukumnya.
sebagaimana riwayat Shahih Bukhari yang
menjelaskan bahwa Rasul saw menunda waktu shalat dan Al Imam Ibn Hajar didalam
Fathul Bari bisyarah Shahih Bukhari menjelaskan bahwa kalau penundaan itu untuk
hal – hal yang bersifat duniawi maka ia kehilangan pahala shalat pada waktunya
tapi kalau hal – hal yang bersifat ukhrawi dan ibadah maka penundaannya itu
mendapat pahala jika sudah duduk di shaf. Ini penjelasan yang utama.
Kesimpulan:
1.Shalat pada awal waktunya adalah amalan
yang paling dicintai oleh Allah swt.
2.Makmum yang sedang menunggu shalat berjama’ah
dapat pahala dalam shalatnya sampai shalatnya didirikan bersama imam.
3.Menunda waktu shalat(waktu utama) karena
dunia tidak mendapat pahala menunggunya,sedangkan jika menunda karena ukhrawi
seperti taklim di masjid/mushalla maka boleh dan dapat pahala menunggunya.
Sumber:http://www.majelisrasulullah.org
Puasa Rajab ?
Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"
Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"
Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Sumber:http://www.nu.or.id
NIAT PUASA 1
BULAN RAMADHAN ?
Niat dalam Islam memiliki kedudukan tinggi. Nabi saw menyatakan, “Setiap amal bergantung dengan niatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Karena itu, ulama 4 mazhab menjadikan niat sebagai rukun dalam
ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya. Terkait dengan puasa, bahkan Nabi
saw mengingatkan kita,
“Siapa yang tidak berniat puasa sebelum datang waktu fajar (imsak) maka puasanya tidak sah.” (HR. Bukhari)
“Siapa yang tidak berniat puasa sebelum datang waktu fajar (imsak) maka puasanya tidak sah.” (HR. Bukhari)
Sebagian besar ulama fikih berpendapat niat harus dilakukan setiap
hari dari waktu malam hingga fajar. Ada satu mazhab, yakni mazhab Maliki
yang menyatakan bahwa diperkenankan niat sekali saja untuk puasa yang
bersambung hari-harinya, seperti puasa di bulan suci Ramadhan.
Karena itu, lebih utama berniat puasa setiap hari di waktu malam
hingga fajar. Tapi jika ia khawatir lupa atau terlewatkan, maka ia diperkenankan
berniat akan berpuasa di bulan Ramadhan sebulan penuh. Ketetapan ini juga telah
dilegitimasikan oleh Lembaga Fatwa Mesir.
Kesimpulan:
1.Sebaiknya niat puasa wajib dilakukan setiap
malam.
2.Imam Malik membolehkan niat sekaligus untuk
sebulan.
Sumber:https://www.islampos.com
jakarta 12/4/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar