MELUNASI HUTANG
MAYIT
مَنْ
فَارَقَ الرُّوْحُ الْـجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ : اَلْكِبْرِ ،
وَالْغُلُوْلِ ، وَالدَّيْنِ دَخَلَ الْـجَنَّةَ.
Apabila ruh telah berpisah dari jasad (meninggal dunia), sedang ia
terbebas dari tiga perkara: kesombongan, ghulul (korupsi)[10], dan utang
niscaya ia masuk surge[11]
Muqaddimah
نَفْسُ
الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya
sampai hutang dilunasi.
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnad-nya (II/440, 475, 508); Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 1078-1079); Imam ad-Darimi dalam Sunan-nya (II/262); Imam Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya (no. 2413); Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2147).
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnad-nya (II/440, 475, 508); Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 1078-1079); Imam ad-Darimi dalam Sunan-nya (II/262); Imam Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya (no. 2413); Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2147).
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam
Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 6779).
Seorang yang meninggal dunia maka yang pertama kali diurus adalah
membayarkan utang-utangnya meskipun itu menghabiskan seluruh hartanya dan tidak
meninggalkan warisan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ
“…Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah
dibayar) utangnya…” [an-Nisâ’/4:11]
مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ
اللَّهِ
“…Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah
dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah
ketentuan Allâh…” [an-Nisâ’/4:12]
Tentang makna hadits di atas, “Jiwa seorang mukmin itu
terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi”, Imam
ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang akan
tetap disibukkan dengan utangnya walaupun ia telah meninggal dunia. Hadits ini
menganjurkan agar kita melunasi utang sebelum meninggal dunia. Hadits ini juga
menunjukkan bahwa utang adalah tanggung jawab berat. Jika demikian halnya maka
alangkah besar tanggung jawab orang yang mengambil barang orang lain tanpa
izin, baik dengan cara merampas atau merampoknya.”[1]
Imam al-Munâwi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin,
maksudnya: ruhnya terkatung-katung setelah kematiannya dengan sebab utangnya.
Maksudnya, ia terhalangi dari kedudukan mulia yang telah disediakan untuknya,
atau (terhalang) dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang
shalih.”[2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdo’a agar telindung
dari utang. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallamberdo’a dalam shalatnya:
اَللّٰهُمَّ
إِنِّـيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ
الْـمَسِيحِ الدَّجَّالِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْـمَحْيَا وَفِتْنَةِ
الْـمَمَـاتِ ، اَللّٰهُمَّ إِنِّـيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْـمَأْثَمِ
وَالْـمَغْرَمِ
Ya Allâh sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur,
aku berlindung kepadamu dari fitnah al-Masih ad-Dajjal, dan aku berlindung
kepada-Mu dari fitnah hidup dan fitnah mati. Ya Allâh, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang
Dari Muhammad bin Jahsy Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada suatu
hari kami duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang
menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepala ke langit kemudian menepukkan
dahi beliau dengan telapak tangan sambil bersabda :
(( سُبْحَانَ اللّٰـهِ ، مَاذَا نُزِّلَ
مِنَ التَّشْدِيدِ ؟ )) فَسَكَتْنَا وَفَزِعْنَا ، فَلَمَّـا
كَانَ مِنَ الْغَدِ سَأَلْتُهُ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! مَا هٰذَا التَّشْدِيْدُ
الَّذِيْ نُزِّلَ ؟ فَقَالَ : (( وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَوْ
أَنَّ رَجُلًا قُتِلَ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ ثُمَّ أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ
أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْـجَنَّـةَ حَتَّىٰ يُقْضَى
عَنْهُ دَيْنُهُ )).
‘SUBHÂNALLÂH, betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami diam
saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada
beliau, ‘Wahai Rasûlullâh! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau menjawab,
‘Demi Allâh yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki
terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh
kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang,
maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.’” [6]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu bahwa
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ
لِلشَّهِيْدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ
Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang[7]
Kewajiban Ahli Waris
Kewajiban para ahli waris terhadap orang yang meninggal selain membayar
seluruh penyelenggaraan pengurusan jenazah dan menunaikan wasiatnya adalah
melunasi utang-utangnya, sebagaimana firman Allah swt :
Artinya : “(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya..” (QS. An Nisaa : 11)
Pelunasan utang-utang tersebut diambil dari harta-harta yang
ditinggalkan orang yang meninggal itu apabila dia meninggalkan harta sebelum
dibagi-bagikan kepada para ahli warisnya.
Semua utang-utang si mayat itu haruslah dilunasi meskipun utangnya
terhadap anak kandungnya sendiri apabila dia menuntut pembayarannya walaupun
seorang ayah mempunyai hak terhadap harta anaknya sebagaimana disebutkan
didalam sebuah hadits,”Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR. Ibnu Majah)
Dan pada posisi anda sekarang ini, maka anda dibolehkan meminta
agar utang-utang ayah anda terhadap anda dilunasi atau dibayarkan dari harta
peninggalannya sebagaimana dibolehkan pula bagi anda untuk menyedekahkannya
atau tidak menuntut pembayaran atasnya.
Artinya : “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqoroh :
280)
Hal yang sama juga harus dilakukan terhadap para kerabat atau
orang-orang yang pernah memberikan utang kepada ayah anda selama hidupnya
kecuali terhadap orang-orang yang telah merelakan utangnya untuk tidak
dibayarkan atau disedekahkan baginya.
Perbuatan baik seorang anak kepada kedua orang tuanya merupakan
amal yang paling utama dilakukan setelah melaksanakan shalat pada waktunya,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ketika dia bertanya
tentang amal apa yang paling utama ? Beliau saw bersabda,”Shalat pada waktunya.
Kemudian aku—Ibnu Mas’ud—bertanya lagi,’kemudian apa?’ Beliau saw
bersabda,’Berbakti kepada orang tua.’ Kemudian aku bertanya lagi,’Kemudian
apa?’ Beliau saw menjawab,’Berjihad di jalan Allah swt.” (HR. Bukhori)
Tentunya berbakti kepada orang tua tidak hanya dilakukan pada saat
mereka masih hidup akan tetapi juga setelah meninggal mereka, sebagaimana
disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah
dari Abu Useid bin Rabi’ah berkata,”Tatlkala kami duduk-duduk bersama
Rasulullah saw datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah dan berkata,’Wahai
Rasulullah apakah masih ada kewajibanku terhadap kedua orang tuaku setelah
keduanya wafat? Beliau saw bersabda,’Ya, menshalatkan mereka berdua, memohonkan
ampunan bagi mereka berdua, menunaikan janji mereka berdua setelah wafatnya,
menyambungkan tali silaturahmi orang-orang yang berhubungan dengan mereka
berdua serta memuliakan kawan-kawan mereka berdua.”
Cara Membayar Hutang
Hal ini telah dijawab oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahulloh. Beliau mengatakan,
“Apabila kamu mempunyai kewajiban hutang pada seseorang dan kamu merasa belum
melunasi dan merasa hutang tersebut masih ada sampai orang yang menghutangi
mengambil haknya, dan apabila orang yang memberi hutang tadi telah meninggal,
maka hutang tersebut diberikan
pada ahli warisnya. Jika kamu tidak mengetahui ahli warisnya
atau tidak mengetahui orang tersebut atau tidak mengetahui di mana dia berada, maka utang tersebut dapat disedekahkan atas
namanya dengan ikhlas. Dan Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui hal ini dan akan
menunaikan pada orang tersebut.” (Syarh
Riyadhis Sholihin, Bab Taubat, 1/47)
Dan juga telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau
membeli budak dari seorang laki-laki. Kemudian beliau masuk (ke dalam rumah)
untuk mengambil uang pembayaran. Akan tetapi tuan budak tadi malah pergi sampai
Ibnu Mas’ud yakin lagi tuan budak tersebut tidak akan kembali. Akhirnya beliau bersedekah dengan uang tadi
dan mengatakan, “Ya Allah, uang ini adalah milik tuan budak tadi. Jika dia
ridho, maka balasan untuknya. Namun jika dia enggan, maka balasan untukku dan
baginya kebaikanku sesuai dengan kadarnya.” (Tazkiyatun
Nufus pada Bab At Taubah
yang dikumpulkan dari tulisan Ibnu Rojab, Ibnul Qoyyim, dan Imam Al Ghozali
oleh Dr. Ahmad Farid)
Berapa Membayar Hutang Nominal/nilainya ?
Dalam soal hutang, jika si penghutang
ternyata belum bisa membayar hutangnya pada waktu yang telah ditentukan maka ia
sebaiknya bicara kepada pihak yang menghutangi. Dan pihak yang menghutangi hendaknya
memberikan tenggang waktu kepada si penghutang.
Namun persoalannya ternyata tidak cukup sampai disini, sebab
hutang yang harus dilunasi ternyata sudah sangat lama. Misalnya, hutang uang
sebesar Rp. 1000, sebagaimana dicontohkan di atas sudah tigapuluh tahun, sedang
nilai Rp. 1000 tigapuluh tahun bisa jadi sama dengan Rp. 100.000 sekarang
mengingat adanya fluktuasi dan perubahan nilai. Dalam kasus ini apakah hutang
yang harus dibayar sesuai dengan nominalnya yaitu Rp. 1.000 ataukah mengikuti
nilainya pada saat hutang itu dibayar.
Prinsip dasar dalam membayar hutang itu sesuai nominal yang
dihutang bukan dengan nilainya. Ini artinya orang yang berhutang harus membayar
sesuai dengan jumlah hutannya, bukan dengan nilainya. Jadi, jika ia berhutang
Rp. 1000 maka ia harus mengembalikan Rp. 1000 meskipun nilai Rp. 1000 pada saat
berhutang berbeda pada saat membayarnya. Hal ini didasarkan kepada penjelasan
dibawah ini:
وَيَجِبُ
عَلَى الْمُسْتَقْرِضِ رَدُّ الْمِثْلِ فِيمَا لَهُ مِثْلٌ لِأَنَّ مُقْتَضَى
الْقَرْضِ رَدُّ الْمِثْلِ
“Wajib atas orang yang berhutang untuk mengembalikan hutannya
dengan yang sepadan (al-mitsl)
karena hutang menuntut pengembalian yang sepadan” (Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh asy-Syafi’i,
Bairut-Dar al-Fikr, juz, 2, h. 304)
Pandangan di atas juga diteguhakan oleh Majma` al-Fiqh al-Islami
pada pertemuan ke-5 di Kuwait bulan Jumada al-Ula 1409 H/Desember 1988 M.
اَلْعِبْرَةُ
فِي وَفَاءِ الدُّيُونِ الثَّابِتَةِ بِعُمْلَةِ مَا هِيَ بِالْمِثْلِ وَلَيْسَ
بِالْقِيمَةِ، لِأَنَّ الدُّيُونَ تُقْضَى بِأَمْثَالِهَا، فَلَا يَجُوزُ رَبْطُ
الدُّيُونِ الثَّابِتَةِ فِي الذِّمَّةِ، أيًّا كَانَ مَصْدَرُهَا، بِمُسْتَوَى
الأَسْعَارِ
“Yang menjadi patokan dalam membayar hutang yang telah ditetapkan
dengan uang apa saja adalah membayar dengan yang sepadan (nominalnya) bukan
dengan nilainya (al-qimah).
Karena hutang mengharuskan dibayar dengan yang sepadannya. Maka tidak boleh
mengaitkan hutang yang ada dalam tanggungan, apapun sumbernya, dengan mengikuti
tingkat harga (nilainya)”. (Lihat Wahbah az-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah,
Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-6, 1429 H/2008 M, h. 53)
Penjelasan singkat ini jika ditarik ke dalam konteks pertanyaan di
atas maka ahli waris yang menanggung hutang si mayyit hanya membayar nominal
hutangnya saja atau mitsl
bukan nilainya atau qimah.
Jadi, jika si mayyit hutangnya Rp. 1000 maka yang harus dibayar oleh pihak yang
menanggung yang dalam hal ini adalah ahli waris, adalah sesuai nominalnya yaitu
Rp. 1000.
Namun masalahnya uang 1.000 saat ini mungkin tidak bernilai,
berbeda dengan tigapuluh tahun yang lalu pada saat transaksi hutang itu
terjadi. Dalam hal ini ada pendapat lain mengatakan:
إذَا
غَلَتْ الْفُلُوسُ قَبْلَ الْقَبْضِ أَوْ رَخُصَتْ .قَالَ : أَبُو يُوسُفَ ،
قَوْلِي وَقَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ فِي ذَلِكَ سَوَاءٌ وَلَيْسَ لَهُ غَيْرُهَا ،
ثُمَّ رَجَعَ أَبُو يُوسُفَ وَقَالَ : عَلَيْهِ قِيمَتُهَا مِنْ الدَّرَاهِمِ ،
يَوْمَ وَقَعَ الْبَيْعُ وَيَوْمَ وَقَعَ الْقَبْضُ
“Ketika nilai uang kertas menguat atau melemah sebelum jatuhnya
masa pembayaran hutang. Dalam hal Abu Yusuf berkata, pendapatku dan dan
pendapat Imam Abu Hanifah adalah sama, ia hanya membayar nominal uang pada saat
pembayarannya. Kemudian Abu Yusuf menarik pendapatnya, dan mengatakan, ia wajib
membayar nilainya uang tersebut senilai dirham pada hari terjadi transaksi
jual-beli dan pada hari pembayaran hutangnya” (Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtar, Bairut-Dar
al-Fikr, 1421 H/2000 M, juz, 4, h. 534)
Saran kami, penyelesaian bisa dilakukan dengan prinsip musyawarah
atau sulh atau dalam
bahasa ekonominya disebut arbitrase. Besaran hutang yang harus dibayar bisa
disepakati dengan pihak yang menghutangi.
Ikhtitam
Dengan demikian bakti seorang anak terhadap orang tuanya yang
telah meninggal adalah :
1. Menyelesaikan seluruh pengurusan jenazahnya mulai dari memandikan hingga menguburkannya.
1. Menyelesaikan seluruh pengurusan jenazahnya mulai dari memandikan hingga menguburkannya.
2. Melunasi utang-utangnya.
3. Menunaikan wasiat yang ditinggalkannya apabila dia berwasiat.
4. Memohonkan ampunan baginya atas segala dosa-dosanya dan
senantiasa mendoakan keselamatannya di akherat.
5. Menyambungkan tali silaturahmi orang-orang yang pernah
berhubungan dengannya selama hidupnya.
6. Memuliakan orang-orang yang dimuliakannya selama hidupnya.
Footnote
[1]. Subulus Salam (II/250) cet. Darul ‘Ashimah, tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad.
[2]. Faidhul Qadîr (hlm. 375).
[3]. Lihat Syarh Riyâdhish Shâlihîn karya Syaikh al-‘Utsaimin (IV/553).
[4]. Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 832) dan Muslim, (no. 589), dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma
[5]. Shahih: HR. Muslim (no. 1885), Ahmad (V/297, 308), Mâlik dalam al-Muwaththa’ (II/no. 31), at-Tirmidzi (no. 1712), an-Nasa-i (VI/34), ad-Dârimi (II/207), dan al-Baihaqi (IX/25).
[6]. Hasan: HR. An-Nasa-i (VII/314-315), Ahmad (V/289-290), al-Hakim (II/25), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2145). Dishahihkan oleh al-Hâkim dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Sunan an-Nasa-i (no. 4684).
[7
[8]. Shahih: HR. Abu Dâwud (no. 3341), an-Nasa-i (VII/315) dan ini lafazhnya, al-Hakim (II/25-26), Ahmad (V/11, 13, 20), dan al-Baihaqi (VI/76). Lihat Ahkâmul Janâ-iz (hlm. 26-27).
[9]. Hasan: HR. Ahmad (IV/146, 154), Abu Ya’la (no. 1733), al-Hakim (II/26), al-Baihaqi (V/355), dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2420) dan Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 7259).
[10]. Pada asalnya arti ghulul ialah mengambil harta rampasan perang (ghanimah) sebelum dibagikan oleh komandan perang.
[11]. Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 1573), Ibnu Mâjah (no. 2412), Ahmad (V/276, 281, 282), al-Hakim (II/26), al-Baihaqi (V/355; IX/101-102), dan selainnya. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2785).]. Shahih: HR. Muslim (no. 1886).
Footnote
[1]. Subulus Salam (II/250) cet. Darul ‘Ashimah, tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad.
[2]. Faidhul Qadîr (hlm. 375).
[3]. Lihat Syarh Riyâdhish Shâlihîn karya Syaikh al-‘Utsaimin (IV/553).
[4]. Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 832) dan Muslim, (no. 589), dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma
[5]. Shahih: HR. Muslim (no. 1885), Ahmad (V/297, 308), Mâlik dalam al-Muwaththa’ (II/no. 31), at-Tirmidzi (no. 1712), an-Nasa-i (VI/34), ad-Dârimi (II/207), dan al-Baihaqi (IX/25).
[6]. Hasan: HR. An-Nasa-i (VII/314-315), Ahmad (V/289-290), al-Hakim (II/25), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2145). Dishahihkan oleh al-Hâkim dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Sunan an-Nasa-i (no. 4684).
[7
[8]. Shahih: HR. Abu Dâwud (no. 3341), an-Nasa-i (VII/315) dan ini lafazhnya, al-Hakim (II/25-26), Ahmad (V/11, 13, 20), dan al-Baihaqi (VI/76). Lihat Ahkâmul Janâ-iz (hlm. 26-27).
[9]. Hasan: HR. Ahmad (IV/146, 154), Abu Ya’la (no. 1733), al-Hakim (II/26), al-Baihaqi (V/355), dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2420) dan Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 7259).
[10]. Pada asalnya arti ghulul ialah mengambil harta rampasan perang (ghanimah) sebelum dibagikan oleh komandan perang.
[11]. Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 1573), Ibnu Mâjah (no. 2412), Ahmad (V/276, 281, 282), al-Hakim (II/26), al-Baihaqi (V/355; IX/101-102), dan selainnya. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2785).]. Shahih: HR. Muslim (no. 1886).
Sumber:https://almanhaj.or.id
jakarta 5/4/2016
SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259
BalasHapusAssalamualaikum wrb salam persaudaraan,perkenalkan saya Sri Wulandari asal jambi,maaf sebelumnya saya hanya mau berbagi pengalaman kepada saudara(i) yang sedang dalam masalah apapun,sebelumnya saya mau bercerita sedikit tentang masalah saya,dulu saya hanya penjual campuran yang bermodalkan hutang di Bank BRI,saya seorang janda dua anak penghasilan hanya bisa dipakai untuk makan anak saya putus sekolah dikarenakan tidk ada biaya,saya sempat stres dan putus asa menjalani hidup tapi tiap kali saya lihat anak saya,saya selalu semangat.saya tidak lupa berdoa dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa,tampa sengaja saya buka internet dan tidak sengaja saya mendapat nomor tlpon Aki Sulaiman,awalnya saya Cuma iseng2 menghubungi Aki saya dikasi solusi tapi awalnya saya sangat ragu tapi saya coba jalani apa yang beliau katakan dengan bermodalkan bismillah saya ikut saran Aki Sulaiman saya di ritualkan dana gaib selama 3 malam ritual,setelah rituialnya selesai,subahanallah dana sebesar 2M ada di dalam rekening saya.alhamdulillah sekarang saya bersyukur hutang di Bank lunas dan saya punya toko elektronik yang bisa dibilang besar dan anak saya juga lanjut sekolah,sumpah demi Allah ini nyata tampa karangan apapun,bagi teman2 yang mau berhubungan dengan Aki ).Sulaiman silahkan hub 085216479327 insya Allah beliau akan berikan solusi apapun masalah anda mudah2han pengalaman saya bisa menginspirasi kalian semua,Assalamualaikum wrb.JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB AKI SULAIMAN 085-216-479-327,TAMPA TUMBAL,TIDAK ADA RESIKO APAPUN(AMAN) .
BalasHapusTAWARAN PINJAMAN UNTUK SEMUA (MEMOHON SEKARANG)
BalasHapusAdakah anda seorang ahli perniagaan atau wanita? Adakah anda dalam apa-apa tekanan kewangan? adakah anda perlukan wang untuk memulakan perniagaan anda sendiri? Adakah anda mempunyai pendapatan yang rendah dan sukar untuk mendapatkan pinjaman daripada bank tempatan dan institusi kewangan lain? Jawapannya di sini, Firma Pinjaman Matilda Blake adalah jawapannya. Kami menawarkan;
a) pinjaman peribadi, pengembangan perniagaan.
b) Permulaan dan pendidikan perniagaan.
c) penyatuan hutang.
d) Pinjaman Keras Wang.
Walau bagaimanapun, kaedah kami menawarkan kemungkinan untuk menunjukkan jumlah pinjaman yang diperlukan dan juga tempoh yang anda mampu untuk menyelesaikan pembayaran balik pinjaman dengan kadar faedah sebanyak 2%. Ini memberi peluang kepada anda untuk mendapatkan wang yang anda perlukan. Calon yang berminat perlu menghubungi kami melalui Email: matildablakeloanfirm@gmail.com
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut