Kamis, 14 Juli 2016

ORANG MUNAFIQ




PERUMPAMAAN ORANG MUNAFIQ
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُونَ (١٧)صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لا يَرْجِعُونَ (١٨)
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali [ke jalan yang benar],” (QS. 2:17-18)
Muqaddimah
Walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu dan buta karena tidak dapat menerima kebenaran. Oleh karena itu, mereka tidak dapat kembali kepada keimanan dan kebenaran yang telah mereka tinggalkan dan mereka ganti dengan kesesatan. Berbeda dengan orang-orang yang meninggalkannya karena tidak mengetahui, mereka ini lebih mudah kembali.

Tafsîr al-Mufradât : Perumpamaan mereka (orang-orang munafik). Maksudnya Allah – di dalam ayat ini -- menyerupakan orang-orang munafik dengan perumpamaan tertentu. : Orang yang menyalakan api. Yaitu: komunitas manusia yang telah menyalakan untuk memeroleh cahaya untuk mengusir kegelapan yang tengah mereka alami. : Mereka tidak dapat melihat. Meskipun mereka telah menyalakan api untuk menerangi, tetapi Allah tidak akan pernah memberikan izin (ridha) bagi mereka, karena Dia (Allah) selalu akan menghalangi orang-orang munafik untuk mendapatkan cahaya (kebenaran) yang mereka harapkan dari (cahaya) ‘api’ yang mereka nyalakan. Al-Îdhâh (Penjelasan) 1. Salah Satu Perumpamaan Kondisi Kaum Munafik Di sini, Allâh menyerupakan para musuh-Nya, kaum munafik, dengan sekumpulan orang yang menyalakan api untuk penerangan bagi mereka. Melalui cahayanya, mereka dapat melihat hal-hal yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi mereka. Jalan pun bisa mereka saksikan setelah sebelumnya berada dalam kebingungan lagi tersesat.

Sementara itu, Ibnu Katsîr dengan merujuk penafsiran beberapa Ulama Salaf memandang bahwa cahaya yang dimaksud adalah keimanan yang sebelumnya ada di hati kaum munâfiqîn. Artinya, mereka telah beriman sebelum kufr (kekafiran) dan nifâq yang merasuki hati mereka. Mereka lebih mengutamakan kesesatan (dhalâlah) daripada hidâyah (petunjuk), lebih menyukai penyimpangan setelah memeroleh pengetahuan tentang kebenaran. Kondisi ini diserupakan dengan perumpamaan yang telah disebutkan.
Perumpamman Manusia yang Munafiq
Kata “matsalun” (contoh/perumpamaan), dapat juga dalam bentuk lain seperti atau “mistlun” atau “matsilun” dan jamaknya adalah “amtsaalun”. Allah berfirman yang artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-‘Ankabuut: 43)
Makna dari perumpamaan tersebut adalah bahwa Allah menyerupakan tindakan mereka membeli kesesatan dengan petunjuk dan perubahan mereka dari melihat menjadi buta, dengan orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, dan ia dapat melihat apa yang berada di sebelah kanan dan kirinya, tiba-tiba api itu padam sehingga ia benar-benar berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat dan tidak pula memperoleh petunjuk.
Kondisi seperti itu ditambah lagi dengan keadaan dirinya yang tuli sehingga tidak dapat mendengar, bisu sehingga tidak dapat bicara, dan buta sehingga tidak dapat melihat. Oleh karena itu, ia tidak akan dapat kembali ke tempat semula. Demikian pula keadaan orang-orang munafik yang menukar kesesatan dengan petunjuk, dan mencintai kebathilan dari pada kelurusan. Dalam perumpamaan ini terdapat bukti bahwa orang-orang munafik itu pertama kali beriman kemudian kafir. Sebagaimana yang telah diberitahukan Allah Tabaraka wa Ta’ala mengenai mereka pada pembahasan yang lain.
Dalam hal ini penulis (Ibnu Katsir) katakan, pada saat penyebutan perumpamaan berlangsung, terjadi perubahan ungkapan dari bentuk mufrad (tunggal) ke bentuk jama’ (banyak) dalam firman Allah swt
“Setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah menghilangkan cahaya mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan. Mereka tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak akan kembali.” Ungkapan seperti ini lebih benar dan lebih tepat juga lebih mengena dalam susunannya.
Firman-Nya, dzaHaballaaHu binuuriHim “Allah menghilangkan cahaya mereka,”
artinya, Allah mengambil sesuatu yang sangat bermanfaat bagi mereka, yaitu cahaya, serta membiarkan sesuatu yang membahayakan bagi mereka, yaitu kebakaran dan asap.
Wa tarakaHum fidh-dhulumaatin (“Dan membiarkan mereka dalam kegelapan.”) Yaitu keberadaan mereka dalam keraguan, kekufuran, dan kemunafikan. Laa yubshiruun (“Mereka tidak dapat melihat.”) Maksudnya, mereka tidak mendapat jalan menuju kebaikan serta tidak mengetahuinya. Lebih dari itu mereka shummun “Tuli,” bukmun “tidak mendengar kebaikan yang bermanfaat bagi mereka dan ‘umyun “Buta”, yaitu berada dalam kesesatan dan kebutaan hati, sebagaimana firman-Nya: “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46).
Oleh karena itu, mereka tidak dapat kembali ke tempat semula di mana mereka mendapatkan hidayah yang telah dijualnya dengan kesesatan. Mengenai firman Allah: matsaluHum kamatsalil ladzis tauqada naaran falammaa adlaa-at maa haulaHuu (“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya,”) Abdur Razak meriwayatkan dari Mu’ammar, dari Qatadah, mengatakan, kalimat itu adalah kalimat “Laa ilaaHa illallaaH” yang memberikan penerangan kepada mereka, lalu dengan penerangan itu mereka makan, minum, dan beriman di dunia, menikahi para wanita, dan mempertahankan darah (baca: nyawa) sehingga ketika mereka meninggal dunia, Allah mengambil cahaya itu dan membiarkan mereka dalam kegelapan (tidak dapat melihat).
Sekalipun orang munafikjuga memiliki mata, telinga dan lidahsebagaimana orang lain, tetapi matanya tidak bersedia melihat dan memahami hakikat. Telinganya juga tak ia persiapkan untuk mendengarkan ajaran-ajaran yang hak, dan lidahnya tak pernah mau mengikrarkan kebenaran risalah Nabi Saw. Oleh karena itu, al-Quran dalam ayat yang lain menyerupakan mereka dengan binatang yang memiliki panca indera, tapi tidak pernah mampu berpikir untuk mengenal hakikat.
Selain pada ayat ini, al-Quran juga menggunakan pengungkapan seperti, Laa Yasy'uruun, Laa Ya'lamuun, Laa Yubshiruun danLaa Ya'mahuun untuk orang-orang munafik. Kekafiran batin seorang munafik sedemikian kuat menutupi mata, telinga dan lidahnya membuat ia memalingkan dirinya dari kebenaran. Kenyataan ini membuat ia tidak berbeda dengan orang kafir. Ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa dengan hilangnya cahaya iman, kegelapan kufur telah sedemikian rupa menyelubungi orang munafi sehingga ia tidak lagi mampu melihat sesuatu. Sedangkan ayat ini mengatakan, bukan hanya tidak mampu melihat kebenaran, bahkan kemampuan mendengar dan mengucapkan kebenaran juga sudah hilang dari mereka. Akibat gerak mereka di dalam kedelapan, maka mereka tidak memperoleh apa-apa selain kejatuhan dan kebinasaan. Sebuah jalan yang tidak lagi memiliki arah untuk kembali.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS an-Nisâ/4: 145) 2. Tiga Pintu Hidayah Tertutup dan Tidak Berfungsi Pada diri kaum munâfiqîn, perangkat untuk memeroleh hidâyah (kebenaran) yang telah disediakan bagi setiap manusia telah tertutup. Imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa hidâyâh akan masuk pada seorang hamba melalui tiga pintu; melalui apa yang ia dengar dengan telinganya (as-sam’), yang terlihat oleh matanya (al-bashar) dan yang dipahami oleh hatinya (al-qalb). Ketiga akses hidâyah ini tidak berfungsi, sehingga hidâyah pun terhalangi masuk. Akibatnya, hati mereka tidak mengetahui hal-hal yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri
Sumber:1.http://www.slideshare.net
2.http://tafsir.ayatalquran.net
3.https://alquranmulia.wordpress.com
Jakarta 15/7/2016

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman