REZKI SUDAH DITETAPKAN
?
فَأَمَّا
الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ
رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ
رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku
menghinakanku” . (QS. Al Fajr :15-16)
وَآتَاكُم مِّن
كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ
الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan
Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).” (QS. Ibrahim:34)
اَ تَزُولُ
قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا
أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ
وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
Kedua kaki
seorang hamba tidak akan bergeser pada Hari Kiamat hingga ia ditanya:Umurnya
dia habiskan untuk apa; ilmunya diamalkan untuk apa; hartanya dari mana ia
peroleh dan dibelanjakan untuk apa dan tubuhnya digunakan untuk apa. (HR at-Tirmidzi).
Muqaddimah
إِنَّ رُوْحَ
الْقُدْسِ نَفَثَ فِيْ رَوْعِيْ: إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتُ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ
رِزْقُهَا فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِيْ الطَّلَبِ وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ
اِسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِيْ اللهِ فَإِنَّ اللهَ لاَ
يُدْرَكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
Malaikat
Jibril membisikkan di dalam hatiku, bahwa suatu jiwa tidak akan mati hingga
telah sempurna rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan carilah
(rezeki) dengan cara yang baik —halal, proporsional dan tidak tersibukkan
dengannya— dan hendaklah tertundanya (lambatnya datang) rezeki tidak mendorong
kalian untuk mencarinya dengan kemaksiatan kepada Allah, karena sesungguhnya
keridhaan di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan ketaatan
kepada-Nya (HR Abu
Nu’aim, al-Baihaqi dan al-Bazar dari Ibn Mas’ud).
Keimanan
tentang rezeki itu menjadi salah satu kunci seorang tidak akan tersibukkan
dengan dunia, tidak menjadi pemburu harta, bisa bersikap zuhud, giat beramal,
berdakwah amar makruf nahi mungkar dan ketaatan pada umumnya. Imam Hasan
al-Bashri pernah ditanya tentang rahasia zuhudnya. Beliau menjawab, “Aku tahu
rezekiku tidak akan bisa diambil orang lain.Karena itu, hatikupun jadi
tenteram. Aku tahu amalku tidak akan bisa dilakukan oleh selainku. Karena itu,
aku pun sibuk beramal. Aku tahu Allah selalu mengawasiku. Karena itu, aku malu
jika Dia melihatku di atas kemaksiatan. Aku pun tahu kematian menungguku.
Karena itu, aku mempersiapkan bekal untuk berjumpa dengan-Nya.”
Rezki diatur sama Allah ?
Rezeki
kita sudah diatur dan sudah ditentukan. Kita tetap berikhtiar. Namun tetap
ketentuan rezeki kita sudah ada yang mengatur. So, tak perlu khawatir akan
rezeki.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ
اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ
بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah
telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)
Dalam
hadits lainnya disebutkan,
إِنَّ
أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ
قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ
“Sesungguhnya
awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qalam (pena),
kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”.
Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.”
(HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnul
Qayyim berkata,
“Fokuskanlah
pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan
menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal
adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti
datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan
rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan lain yang lebih
bermanfaat bagimu.
Renungkanlah
keadaan janin, makanan datang kepadanya, berupa darah dari satu jalan, yaitu
pusar.
Lalu
ketika dia keluar dari perut ibunya dan terputus jalan rezeki itu, Allah
membuka untuknya DUA JALAN REZEKI yang lain [yakni dua puting susu ibunya], dan
Allah mengalirkan untuknya di dua jalan itu; rezeki yang lebih baik dan lebih
lezat dari rezeki yang pertama, itulah rezeki susu murni yang lezat.
عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمن عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدِ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ :
حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ
ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ
فَيُنْفَخُ فِيْهِ الرُّوْحُ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ : بِكَتْبِ رِزْقِهِ
وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ
غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا
يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ
بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ
ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
فَيَدْخُلُهَا (رواه البخاري ومسلم)
dari
Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridlainya- beliau berkata:
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepada kami dan beliau adalah
orang yang jujur dan harus dipercaya: Sesungguhnya (fase) penciptaan kalian
dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40 hari (dalam bentuk) nutfah (sperma),
kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal darah kemudian selama itu (40
hari) menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah Malaikat, ditiupkan ruh dan
dicatat 4 hal: rezekinya, ajalnya, amalannya, apakah ia beruntung atau celaka.
Demi Allah Yang Tidak Ada Sesembahan yang Haq Kecuali Dia, sungguh di antara
kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk jannah (surga) hingga antara dia
dengan jannah sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir)
sehingga beramal dengan amalan penduduk anNaar (neraka), sehingga masuk ke
dalamnya (anNaar). Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan
penduduk anNaar, hingga antara dia dengan anNaar sejarak satu hasta kemudian ia
didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk
jannah sehingga masuk ke dalamnya (jannah) (H.R alBukhari dan Muslim).
1. REZEKI ?
Ar-Rizqu
(rezeki) secara bahasa berasal dari akar kata razaqa–yarzuqu–razq[an] wa
rizq[an]. Razq[an] adalah mashdar yang hakiki, sedangkan rizq[an] adalah ism
yang diposisikan sebagai mashdar. Kata rizq[an] maknanya adalah marzûq[an] (apa
yang direzekikan); mengunakan redaksi fi’l[an] dalam makna maf’ûl (obyek)
seperti dzibh[an] yang bermakna madzbûh (sembelihan).
Secara
bahasa razaqa artinya a’thâ (memberi) dan ar-rizqu artinya al-‘atha’ (pemberian).
1. Menurut
ar-Razi dan al-Baydhawi, secara bahasa ar-rizqu juga berarti al-hazhzhu
(bagian/porsi), yaitu nasib (bagian) seseorang yang dikhususkan untuknya tanpa
orang lain.Karena itu, Abu as-Saud mengartikan ar-rizqu dengan al-hazhzhu
al-mu’thâ (bagian/porsi yang diberikan).
2 Menurut
Ibn Abdis Salam dalam tafsirnya, asal dari ar-rizqu adalah al-hazhzhu
(bagian/porsi). Karena itu, apa saja yang dijadikan sebagai bagian/porsi
(seseorang) dari pemberian Allah adalah rizq[an].
3.Rezeki
bukan hanya yang secara riil dimanfaatkan (dinikmati) oleh seseorang. Ayat-ayat
al-Quran menunjukkan bahwa rezeki manusia adalah apa saja yang ia kuasai baik
yang ia manfaatkan maupun tidak (Lihat QS al-Baqarah [2]: 57, 60; an-Nisa’ [4]:
5; ar-Ra’d [13]: 26; al-Hajj [22]: 34).
Ayat-ayat
itu jelas memutlakkan rezeki untuk menyebut semua yang dikuasai baik
dimanfaatkan (secara riil) maupun tidak. Tidak bisa dikhususkan pada apa yang
dimanfaatkan (secara riil) saja tanpa ada ayat yang mengkhususkannya, karena
ayat-ayat tersebut bersifat umum dan penunjukannya juga umum.
احرص
على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز وإن أصابك شيء فلا تقل لو أني فعلت كان كذا
وكذا ولكن قل قدر الله وما شاء فعل
“Bersemangatlah
dalam hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan jangalah kamu
malas! Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan :’Seaindainya
aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’, tetapi katakanlah :
‘Qoddarullahu wa maa sya’a fa’ala” (HR. Muslim 2664)
Ikhtutam
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن
رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah
: Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah
berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa.
Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang” (Q.S Az-Zumar:53).
http://muslim.or.id
JAKARTA
30/9/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar