QURBAN BEDA DENGAN SEDEKAH ?
إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena
Tuhanmu dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar: 1-2)
Muqaddmah
Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah memberikan
keterangan, “Kebanyakan ulama menyatakan bahwa orang yang berqurban disunnahkan
bersedekah dengan sepertiga hewan qurban, memberi makan dengan sepertiganya dan
sepertiganya lagi dimakan oleh dirinya dan keluarga. Namun riwayat-riwayat
tersebut sebenarnya adalah riwayat yang lemah. Sehingga yang lebih tepat
hal ini dikembalikan pada keputusan orang yang berqurban (shohibul qurban). Seandainya ia ingin sedekahkan seluruh hasil qurbannya, hal
itu diperbolehkan. Dalilnya, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu,
أَنَّ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ ، وَأَنْ
يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا ، لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلاَلَهَا ] فِى
الْمَسَاكِينِ[ ، وَلاَ يُعْطِىَ فِى جِزَارَتِهَا شَيْئًا
Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan dia untuk mengurusi unta-unta
hadyu. Beliau memerintah untuk membagi semua daging qurbannya, kulit dan
jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin)
untuk orang-orang miskin. Dan beliau tidak diperbolehkan memberikan bagian
apapun dari qurban itu kepada tukang jagal (sebagai upah).[4]”[5] Dalam hadits ini terlihat bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sampai menyedekahkan seluruh hasil sembelihan qurbannya
kepada orang miskin.
Hadits
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رضسُو لَ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ باعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.
Syaikh Abul Hasan As-Sulaimani menjelaskan, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shagir, no. 6118. Namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Ayyasy, dan dia seorang yang jujur namun berbuat keliru, perawi yang tidak dijadikan hujjah. [5]
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رضسُو لَ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ باعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.
Syaikh Abul Hasan As-Sulaimani menjelaskan, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shagir, no. 6118. Namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Ayyasy, dan dia seorang yang jujur namun berbuat keliru, perawi yang tidak dijadikan hujjah. [5]
Hadits
Abi Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
(...وَلاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلأَضَا حِي فَكُلُوْا وتَصَدَّقُوْا وَاستَمْتِعُوْا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيْعُو هَا....)
“Janganlah kamu menjual daging hadyu dan kurban. Tetapi makanlah, bershadaqahlah, dan gunakanlah kesenangan dengan kulitnya, namun janganlah kamu menjualnya” [Hadits dha’if, riwayat Ahmad 4/15] [6]
(...وَلاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلأَضَا حِي فَكُلُوْا وتَصَدَّقُوْا وَاستَمْتِعُوْا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيْعُو هَا....)
“Janganlah kamu menjual daging hadyu dan kurban. Tetapi makanlah, bershadaqahlah, dan gunakanlah kesenangan dengan kulitnya, namun janganlah kamu menjualnya” [Hadits dha’if, riwayat Ahmad 4/15] [6]
Menjual Sembelihan Qurban ?
Intinya,
pemanfaatan hasil sembelihan qurban yang dibolehkan adalah:
- Dimakan oleh shohibul qurban.
- Disedekahkan kepada faqir miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka.
- Dihadiahkan pada kerabat untuk mengikat tali silaturahmi, pada tetangga dalam rangka berbuat baik dan pada saudara muslim lainnya agar memperkuat ukhuwah.
Mengenai
penjualan hasil sembelihan qurban dapat kami rinci:
- Terlarang menjual daging qurban (udh-hiyah atau pun hadyu) berdasarkan kesepakatan (ijma’) para ulama.[18]
- Tentang menjual kulit qurban, para ulama berbeda pendapat:
Pertama: Tetap terlarang. Ini pendapat mayoritas ulama berdasarkan
hadits di atas. Inilah pendapat yang lebih kuat karena berpegang dengan zhahir
hadits (tekstual hadits) yang melarang menjual kulit sebagaimana disebutkan
dalam riwayat Al Hakim. Berpegang pada pendapat ini lebih selamat, yaitu
terlarangnya jual beli kulit secara mutlak.
Kedua: Boleh, asalkan ditukar dengan barang (bukan dengan uang).
Ini pendapat Abu Hanifah. Pendapat ini terbantah karena menukar juga termasuk
jual beli. Pendapat ini juga telah disanggah oleh Imam Asy Syafi’i dalam Al
Umm (2/351). Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka menjual daging
atau kulitnya. Barter hasil sembelihan qurban dengan barang lain juga termasuk
jual beli.” [19]
Ketiga: Boleh secara mutlak. Ini pendapat Abu Tsaur sebagaimana
disebutkan oleh An Nawawi[20]. Pendapat ini jelas lemah karena
bertentangan dengan zhahir hadits yang melarang menjual kulit.
Sebagai
nasehat bagi yang menjalani ibadah qurban:
Hendaklah kulit tersebut diserahkan secara cuma-cuma kepada siapa saja yang
membutuhkan, bisa kepada fakir miskin atau yayasan sosial. Setelah diserahkan
kepada mereka, terserah mereka mau manfaatkan untuk apa. Kalau yang menerima
kulit tadi mau menjualnya kembali, maka itu dibolehkan. Namun hasilnya tetap
dimanfaatkan oleh orang yang menerima kulit qurban tadi dan bukan
dimanfaatkan oleh shohibul qurban atau panitia qurban (wakil shohibul
qurban).
Larangan
kedua: Memberi upah pada
jagal dari hasil sembelihan qurban.
Dalil
dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,
أَمَرَنِى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ
أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ
الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ « نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا ».
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta
qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang
ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi
sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda,
“Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.”[21]
Dari
hadits ini, An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh memberi
tukang jagal sebagian hasil sembelihan qurban sebagai upah baginya. Inilah
pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, juga menjadi pendapat Atho’, An Nakho’i, Imam
Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.”[22]
Namun
sebagian ulama ada yang membolehkan memberikan upah kepada tukang jagal dengan
kulit semacam Al Hasan Al Bashri. Beliau mengatakan, “Boleh memberi jagal upah
dengan kulit.” An Nawawi lantas menyanggah pernyataan tersebut,
“Perkataan beliau ini telah membuang sunnah.”[23]
Sehingga
yang tepat, upah jagal bukan
diambil dari hasil sembelihan qurban. Namun shohibul qurban hendaknya
menyediakan upah khusus dari kantongnya sendiri untuk tukang jagal tersebut
Hukum Menjual
Kulit ?
"Jumhur (sebagian besar)
ulama berpendapat tidak boleh menjual kulit hewan kurban (Ibnu
Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz I, halaman 438)," demikian bunyi fatwa itu.
Sedangkan, ungkap para ulama Muhammadiyah, menurut Imam Abu Hanifah boleh
menjual kulit hewan kurban kemudian hasil penjualannya disedekahkan atau
dibelikan barang yang bermanfaat untuk keperluan rumah tangga (As-Sayyid Sabiq,
Fiqhus Sunnah, Jilid III, halaman 278).
Sementara itu, kata
ulama Muhammadiyah, para ulama dari Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa boleh
saja menjual kulit hewan kurban, asal hasil penjualannya dipergunakan untuk
kepentingan kurban (Asy-Syaukaniy, Nailul Authar, Juz V, halaman 206).
Berbeda dengan
Muhammadiyah, ulama NU dengan tegas menyatakan, menjual kulit hewan
kurban tidak boleh dilakukan, kecuali oleh mustahiknya yang fakir
miskin. Sedangkan bagi
mustahik yang kaya, menurut pendapat yang mu'tamad tak boleh. Ulama NU
menyandarkan keputusan itu dari kitab Al-Mauhibah, jilid IV, halaman 697.
"Tak boleh menjual bagian apa pun dari binatang kurban sunah, walaupun
hanya kulitnya, sesuai hadis: 'Barang siapa yang menjual kulit binatang kurban,
maka ia tak memperoleh kurban apa pun'." (HR Bukhari).
Ikhtitam
Dari perkataan para ulama di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1. Orang yang berkurban boleh memanfaatkan kurbannya dengan memakan sebagiannya, menshadaqahkan sebagiannya, memberi makan orang lain dan memanfaatkan apa yang dapat dimanfaatkan.
2. Para ulama sepakat, orang yang berkurban dilarang menjual dagingnya.
3. Tentang menjual kulit kurban, para ulama berbeda pendapat.
a. Tidak boleh. Ini pendapat mayoritas ulama. Dan ini yang paling selamat, insya Allah
b. Boleh asal dengan barang, bukan dengan uang. Ini pendapat Abu Hanifah, Tetapi Asy-Syafi’i menyatakan, bahwa menukar dengan barang juga merupakan jual-beli.
c. Boleh. Ini pendapat Abu Tsaur. Tetapi pendapat ini menyelisihi hadits-hadits diatas.
Sumber:1.http://almanhaj.or.id
2.www.republika.co.id
3.http://rumaysho.com
Jakarta 23/9/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar