MUSIBAH HAJI YANG BERUNTUN ?
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ٢:١٥٥
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ٢:١٥٦
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ ٢:١٥٧
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". [al Baqarah/2:155-157]
Muqaddimah
Semua ini dan bencana lain yang serupa, merupakan
ujian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi para hamba-Nya. Barangsiapa bersabar,
niscaya akan memperoleh pahala. Dan orang yang putus asa, akan ditimpa
hukuman-Nya. Karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengakhiri ayat ini dengan
berfirman:
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"(Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar)".[4]
Maksudnya, berilah kabar gembira atas kesabaran mereka. Pahala kesabaran tiada terukur. Akan tetapi, pahala ini tidak dapat dicapai, kecuali dengan kesabaran pada saat pertama kali mengalami kegoncangan (karena tertimpa musibah).[5]
Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan kriteria orang-orang yang bersabar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"(Yaitu), orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un".
Kata-kata إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" inilah, dikenal dengan istilah istirja’, yang keluar dari lisan-lisan mereka saat didera musibah.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,"Mereka menghibur diri dengan mengucapkan perkataan ini saat dilanda (bencana) dan meyakini, bahwa mereka milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala) berhak melakukan apa saja terhadap ciptaan-Nya. Mereka juga mengetahui, tidak ada sesuatu (amalan baik) yang hilang di hadapan-Nya pada hari Kiamat. Musibah-musibah itu mendorong mereka mengakui keberadaanya sebagai ciptaan milik Allah, akan kembali kepada-Nya di akhirat kelak.”[6]
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"(Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar)".[4]
Maksudnya, berilah kabar gembira atas kesabaran mereka. Pahala kesabaran tiada terukur. Akan tetapi, pahala ini tidak dapat dicapai, kecuali dengan kesabaran pada saat pertama kali mengalami kegoncangan (karena tertimpa musibah).[5]
Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan kriteria orang-orang yang bersabar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"(Yaitu), orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un".
Kata-kata إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" inilah, dikenal dengan istilah istirja’, yang keluar dari lisan-lisan mereka saat didera musibah.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,"Mereka menghibur diri dengan mengucapkan perkataan ini saat dilanda (bencana) dan meyakini, bahwa mereka milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala) berhak melakukan apa saja terhadap ciptaan-Nya. Mereka juga mengetahui, tidak ada sesuatu (amalan baik) yang hilang di hadapan-Nya pada hari Kiamat. Musibah-musibah itu mendorong mereka mengakui keberadaanya sebagai ciptaan milik Allah, akan kembali kepada-Nya di akhirat kelak.”[6]
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ
"(Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya)".
Betapa besar balasan kebaikan yang diperoleh orang-orang yang mampu bersabar, menahan diri dalam menghadapi musibah dari Allah, Dzat yang mengatur alam semesta ini.
Kata Imam al Qurthubi rahimahullah : “Ini merupakan rangkaian kenikmatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi orang-orang yang bersabar dan mengucapkan kalimat istirja’. Yang dimaksud "shalawat" dari Allah bagi hamba-Nya, yaitu ampunan, rahmat dan keberkahan, serta kemuliaan yang diberikan kepadanya di dunia dan di akhirat. Sedangkan kata "rahmat" diulang lagi, untuk menunjukkan penekanan dan penegasan makna yang sudah disampaikan”. [8]
Imam ath-Thabari mengartikannya dengan makna maghfirah (ampunan)[9]. Sedangkan menurut Ibnu Katsir rahimahullah maknanya ialah, mereka mendapatkan pujian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.[10]
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"(dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk)".
Disamping karunia yang telah disebutkan, mereka juga termasuk golongan orang-orang muhtadin (yang menerima hidayah), berada di atas kebenaran. Mengatakan ucapan yang diridhai Allah, mengerjalan amalan yang akan membuat mereka menggapai pahala besar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala [11]. Dalam konteks ini, yaitu keberhasilan mereka bersabar karena Allah.[12]
"(Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya)".
Betapa besar balasan kebaikan yang diperoleh orang-orang yang mampu bersabar, menahan diri dalam menghadapi musibah dari Allah, Dzat yang mengatur alam semesta ini.
Kata Imam al Qurthubi rahimahullah : “Ini merupakan rangkaian kenikmatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi orang-orang yang bersabar dan mengucapkan kalimat istirja’. Yang dimaksud "shalawat" dari Allah bagi hamba-Nya, yaitu ampunan, rahmat dan keberkahan, serta kemuliaan yang diberikan kepadanya di dunia dan di akhirat. Sedangkan kata "rahmat" diulang lagi, untuk menunjukkan penekanan dan penegasan makna yang sudah disampaikan”. [8]
Imam ath-Thabari mengartikannya dengan makna maghfirah (ampunan)[9]. Sedangkan menurut Ibnu Katsir rahimahullah maknanya ialah, mereka mendapatkan pujian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.[10]
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"(dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk)".
Disamping karunia yang telah disebutkan, mereka juga termasuk golongan orang-orang muhtadin (yang menerima hidayah), berada di atas kebenaran. Mengatakan ucapan yang diridhai Allah, mengerjalan amalan yang akan membuat mereka menggapai pahala besar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala [11]. Dalam konteks ini, yaitu keberhasilan mereka bersabar karena Allah.[12]
Tragedi Mina ?
MUSIBAH pada musim haji tahun
ini jatuhnya alat berat (crane) di Masjidil Haram dan kecelakaan Mina, bagi
Iran dan Syiah — melalui media-medianya — jika diamati seperti sesuatu yang
‘istimewa’.
Reaksi yang diperlihatkan Iran cukup mudah dibaca: menyerang Saudi Arabia. Secara politis, dua negara ini memang berseteru. Tapi tidak-lah etis sampai memanfaatkan musibah haji ini untuk tujuan-tujuan politis.
Reaksi yang diperlihatkan Iran cukup mudah dibaca: menyerang Saudi Arabia. Secara politis, dua negara ini memang berseteru. Tapi tidak-lah etis sampai memanfaatkan musibah haji ini untuk tujuan-tujuan politis.
Namun,
ternyata itu bukan sekedar kritikan biasa. Setelah mencermati berita-berita
media, dan statemen tokoh Iran dan ulama Syiah, penulis kemudian menilai ada
sesuatu yang aneh dan tidak wajar lagi.
Hampir semua
statemen berisi kecaman, kemarahan dan sampai perlu menyebarkan data-data hoax.
Seakan-akan berambisi supaya pengelolaan tanah haramain dan ibadah haji tidak
dipercayakan lagi kepada Saudi Arabia. Ada apakah semua ini?
Cermatilah
komentar ini; “Muslimin dunia dengan persatuan dan seluruh kemampuan yang
dimiliki, harus menyelamatkan Mekah dan Madinah, keyakinan, manasik, nyawa,
harta dan kehormatan Muslimin dari tangan rezim boneka Barat ini”.
Pernyataan
ini disampaikan Dewan Koordinasi Penyiaran Islam Iran, seperti dikutip indonesia.irib.ir pada Jum’at 25
September 2015.
Di portal
yang sama, seorang tokoh Iran Ayatullah Mohammad Yazdi mengungkapkan kekecewaan
atas pengelolaan haji oleh Saudi Arabia dan meminta pengelolaan haji ditangani
bersama oleh negara-negara Islam.
Portal
tersebut juga mengutip stateman Dewan Koordinasi Penyiaran Islam Iran yang mengumpat
Saudi sebagai antek Zionis.
Dalam situs
pribadinya ia mengaku, Iran akan membangkitkan kerusuhan selama musim haji
berlangsung.
Hasil
penyelidikan sementara kasus kecelakaan Mina juga ditemui keganjilan. Sebuah
media besar di Timur Tengah Asharq Al-Awsat melaporkan bahwa insiden itu dipicu
kacaunya jamaah haji Iran dalam perjalanan melaksanakan lempar jumrah. Koran
itu menulis: “pelanggaran itu dimulai ketika sebanyak 300 jamaah Iran mulai
bergerak dari Muzdalifa langsung menuju Jamarat, bukannya menuju kamp mereka
dulu sebagaimana umumnya yang dilakukan oleh jamaah haji, untuk menunggu jadwal
rombongan mereka. Mereka kemudian bergerak ke arah yang berlawanan di jalan 203
di mana insiden menyakitkan itu terjadi.”
Sesuai
pedoman, 300 jamaah Iran ini tidak menunggu di kamp mereka sampai waktu yang
telah ditetapkan. Kelompok ini malah memutuskan untuk kembali dari arah
berlawanan yang juga bertepatan dengan gerakan kelompok lain sesuai dengan
jadwal mereka untuk melempar jumrah, sehingga tragedi itu terjadi, kata situs Sabq.org, sebagaimana dilansir
oleh Arab News.
Jalan 204,
tempat terjadinya jamaah berdesak-desakan itu dikabarkan ternyata bukan jalur
utama untuk jamaah yang akan melempar jumrah. Pertanyaannya adalah, kenapa ada
ratusan — ada yang menyebut sampai puluhan ribu — jamaah haji Iran yang berada
di situ lalu berbalik arah sehingga bertabrakan dengan jamaah haji lain?
Kejahatan Anti Arab Bukan kali ini jamaah haji Iran
membuat kekacauan selama pelaksanaan ibadah haji. Kita pun jadi ingat statemen
mantan diplomat Iran: “kita membangkitkan kerusuhan selama musim haji
berlangsung”.
JAMAAH haji asal
Iran yang beraliran syiah memang harus diwaspadai. Pada musim haji tahun 1986,
pihak keamanan Arab Saudi berhasil mengamankan bahan peledak yang dibawa jamaah
haji Iran memasuki Makkah. Lalu, setahun berikutnya jamaah Iran mengotori
kesucian ibadah haji dengan mengadakan demo yang berakhir dengan kerusuhan dan
korban berdarah.
Kira-kira
apa yang mereka inginkan ketika pergi ke tanah yang disucikan umat Islam? Di
saat semua jamaah haji seluruh dunia khusyu’,
menangis syahdu saat menginjakkan kaki di tanah suci, mereka malah mengadakan
kerusuhan. Banyak kaum Muslimin yang sebelum berangkat ke tanah suci banyak
maksiat dan bukan orang alim, tapi begitu menyaksikan Ka’bah dan Masjid Nabawi,
hati mereka langsung terpaut dengan Allah. Tanpa sadar manangis. Seperti sangat
dekat dengan kehadirat Allah. Namun jamaah haji Iran tersebut membuat
kerusuhan. Bukan menangis syahdu, tapi berteriak-teriak mengumpat Arab.
Pada zaman
dahulu, jamaah haji Syiah lebih jahat lagi. Ibnu Katsir, imam ahli tafsir
kenamaan, mencatat kejahatan itu. Jamaah Syiah menyerang kafilah yang baru
menunaikan Ibadah haji dari Makkah. Mereka membunuhi kaum lelaki dan menawan
kaum wanita. Meramapas harta mereka yang lebih dari 1 juta dinar. Bahkan
mencopot Hajar Aswad dibawa ke kerajaan mereka (Ibn Katsir al-Syafi’i, Al-Bidayah wa al-Nihayah, juz XI,
h. 149).
Dari sini
lah makin terungkap ketidak wajaran protes Iran terhadap pelaksanaan haji.
Protesnya tidak terbaca sebagai ungkapan rasa cinta kepada tanah Haramain, tapi
terlihat kebencian kepada Arab.
Sentimen
Syiah terhadap Arab sudah berlangsung lama. Ada dugaan mereka hasud terhadap
Ka’bah yang menjadi pusat kaum Muslimin dunia dikelola oleh Ahlus Sunnah wal
Jamaah.
Ada dua
masalah besar dalam hal ini.
Pertama, Syiah meyakini tanah Karbala lebih suci dari
Haramain. Dalam kitab rujukan mereka, tercantum sebuah riwayat tentang
keutamaan ziarah ke tanah Karbala di Iraq lebih dari ibadah haji ke Makkah.
“Sesungguhnya ziarah (berkunjung) ke kubur Husein sebanding dengan (pahala)
haji sebanyak 20 kali. Dan lebih utama dari 20 kali umrah dan 1 kali haji.”
(Ya’kub al-Kulaini, Furu’
al-Kafi jilid 1, hal. 324).
Jadi, saya
menjadi paham kenapa tahun 80-an jamaah haji Iran berani mengadakan demo,
karena Makkah tidak lebih suci daripada tanah Karbala.
Kedua, Iran juga tidak mampu mengurus asset-aset
Ahlus Sunnah di negaranya sendiri. Membangun masjid dan madrasah Ahlus Sunnah
di Teheran (ibu kota Iran) sangat sulit. Faktanya, Iran pada tahun 1982 pernah
menyegel Masjid Ham Tareeth di negara bagian Khurasan. Masjid yang berjasa
untuk mensyiarkan dakwah Islam itu dinilai berbahaya dan secara arogan dirubah
negara menjadi pusat Garda Revolusi.
Tidak
berhenti disitu, Masjid Lakour sekaligus Sekolah dekat kota Jabahar juga rata
oleh kekejian Syiah pada tahun 1987.
Berabad-abad
lamanya, Iran ini merupakan daerah Ahlus Sunnah lalu kini menjadi negara
berpaham Syiah. Apakah asset-aset Ahlus Sunnah tetap terjaga?
Banyak
ulama, pemikiran dan sufi yang lahir di Persia. Lantas, bagaimana kabar
makam-makam, masjid dan peninggalan-peninggalan lainnya para ulama Ahlus Sunnah
di sana sekarang?* Oleh: Ahmad
Kholili Hasib(Penulis
adalah anggota MIUMI Jawa Timur)
Hidayatullah.com—Musibah Mina yang
terjadi hari Kamis (24/09/2015) menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa yang
saat ini mungkin masih akan terus bertambah.
Diantara
korban luka yang dirawat di beberapa rumah sakit Arab Saudi ternyata ada yang
berasal dari Iran. Para jamaah haji Iran yang terluka tersebut, mendapatkan
fasilitas pengobatan dan kepedulian pemerintah Arab Saudi.
Dikutip
laman alriyadh.com dari islammemo, Senin (28/09/2015),
beberapa haji asal Iran yang menjadi korban peristiwa Mina menyampaikan ucapan
terima kasih pada Arab Saudi atas pelayanan selama ibadah haji.
Mereka
begitu terkejut dan tidak mengira kalau pemerintah Arab Saudi akan memberikan
pengobatan gratis.
Sementara
itu salah satu haji asal Iran lainnya merasa heran, mengapa media di Iran tidak
ada yang memberitakan pengobatan. Ia yakin, seandainya ia berobat di Iran,
pasti akan mengeluarkan biaya yang banyak.
Protes
pemerintahan Iran atas
musibah Mina saat ibadah haji mendapat tanggapan Alwi Shihab, utusan khusus Presiden Joko
Widodo untuk Timur Tengah.
Menurut Alwi, pemerintah Kerajaan Arab Saudi sudah berusaha
maksimal memberikan pelayanan terbaiknya.
“Antisipasi
sudah dilakukan pemerintah Arab Saudi dengan mengatur jadwal. Bangunan tempat
melempar jumrah juga sudah ditambah jadi tiga tingkat. Kejadian Mina lebih
karena tidak disiplinnya jamaah,” ujar Alwi kepada wartawan saat
menghadiri Hari Ulang Tahun Kerajaan Arab Saudi yang ke-84 di Dian Ballroom,
Raffles, Ciputra World I, Jakarta, Selasa, (29/9/2015) malam.
Ketika
wartawan menanyakan soal jamaah Iran yang dituding sebagai penyebab tragedi
Mina, kata Alwi, “Iran sendiri tidak mengaku. Jangan diikuti informasi yang
tidak jelas. Itu politik. Ini kejadian diluar prediksi. Saudi sudah berusaha
maksimal memberi pelayanan terhadap jamaah haji dari seluruh dunia. Jangan
menuding yang lain ya!” ujar Alwi, yang pernah menjabat menteri luar negeri
di pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Sumber:1.http://almanhaj.or.id
2.http://www.hidayatullah.com
Jakarta 30/9/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar