MEMAKNAI MUSIBAH
?
ٱلَّذِينَ
إِذَآ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ۬ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ
رَٲجِعُونَ
Artinya :
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 156).
أَوَلَمَّآ
أَصَـٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٌ۬ قَدۡ أَصَبۡتُم مِّثۡلَيۡہَا قُلۡتُمۡ أَنَّىٰ هَـٰذَاۖ
قُلۡ هُوَ مِنۡ عِندِ أَنفُسِكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬
Artinya :
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah [pada peperangan Uhud], padahal kamu
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu [pada peperangan
Badar] kamu berkata: “Dari mana datangnya [kekalahan] ini?” Katakanlah: “Itu
dari [kesalahan] dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. (Q.S. Ali Imran [3] : 165).
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang meringankan kesulitan saudaranya mukmin dari kesulitan dunia, Allah l akan meringankan kesulitannya di hari kiamat.” (Muttafaqun alaihi, dari Abu Hurairah z)
Muqaddimah
Dari Abu Umamah
z, dari Nabi n, beliau bersabda bahwa Allah l berfirman:
ابْنَ آدَمَ، إِنْ صَبَرْتَ وَاحْتَسَبْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى لَمْ أَرْضَ لَكَ ثَوَابًا دُونَ الْجَنَّةِ
”Wahai Bani Adam, jika kamu sabar dan mengharapkan pahala semata saat pertama kali musibah terjadi, tidak ada balasan yang Aku ridhai untukmu selain surga.” (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani)
ابْنَ آدَمَ، إِنْ صَبَرْتَ وَاحْتَسَبْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى لَمْ أَرْضَ لَكَ ثَوَابًا دُونَ الْجَنَّةِ
”Wahai Bani Adam, jika kamu sabar dan mengharapkan pahala semata saat pertama kali musibah terjadi, tidak ada balasan yang Aku ridhai untukmu selain surga.” (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Islam tidak
membiarkan umatnya begitu saja ketika ditimpa musibah. Dalam Alquran, sudah diberikan
tuntunan, bagaimana seharusnya seorang hamba ketika ia mendapat musibah baik
dirinya maupun orang lain.
Jika musibah diberikan kepada dirinya sendiri, maka ia dianjurkan sebagai berikut:
1) Mengucapkan kalimat istirja’, yaitu kalimat inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (sesungguhnya kami semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kami akan kembali). Hal ini tercantum dalam Surat al-Baqarah, ”(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun." (QS al-Baqarah: 156).
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal Rasulullah bersabda, ”Jika kalian kena musibah, ucapkanlah inna lillahi wa inna ilaihi rajiun."
Jika musibah diberikan kepada dirinya sendiri, maka ia dianjurkan sebagai berikut:
1) Mengucapkan kalimat istirja’, yaitu kalimat inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (sesungguhnya kami semua adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kami akan kembali). Hal ini tercantum dalam Surat al-Baqarah, ”(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun." (QS al-Baqarah: 156).
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal Rasulullah bersabda, ”Jika kalian kena musibah, ucapkanlah inna lillahi wa inna ilaihi rajiun."
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ
عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ
فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ
الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ (١١)
“Dan
di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka
jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa
oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di
akhirat.” (Al-Hajj: 11).
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا
تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ
الصَّابِرِينَ (٤٦)
“Dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal:
46).
مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ
الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا.
“Tiada
suatu musibah pun yang menimpa seorang Muslim, melainkan dengannya Allah
hapuskan (dosa-dosa kecil) darinya sampai-sampai sebatang duri pun yang
menusuknya.”( Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Mardla, no. 5640; Shahih Muslim,
kitab Al-Birr wa Ash-Shilah, no. 2572.)
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidaklah seorang hamba muslim yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya melainkan malaikat akan berdoa untuknya, ‘Untukmu seperti (apa yang kamu mintakan untuk saudaramu)’.” (HR. Muslim)
Makna Musibah ?
Kata musibah
(dalam bahasa Arab) jika digunakan pada perihal kebaikan, berasal dari kata
‘ash-shaubu’ (الصَّوْبُ) yang artinya hujan. Maksudnya, hujan yang turun sebatas
keperluan, tidak membahayakan dan tidak merugikan.
Jika
digunakan pada perihal keburukan, ia berasal dari kata ‘ishaabatus sahm’ (إِصَابَةُ
السَّهْمِ)
artinya bidikan atau sasaran anak panah.
Ahli bahasa
berkata, “Pada kata musibah dikatakan: مَصُوبَةٌ – مُصَابَةٌ –
مُصِيبَةٌ
Hakikatnya adalah perkara yang tidak disukai yang menimpa manusia.”
Al-Kirmani berkata, “Kata musibah jika ditinjau dari
segi bahasa, bermakna apa saja yang menimpa manusia secara umum. Jika ditinjau
dari segi istilah, bermakna peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak disukai
yang terjadi.
Sedangkan Imam
al-Qurthubi menerangkan, ”Musibah adalah segala sesuatu yang menyakitkan,
merugikan, menyusahkan orang mukmin, dan menimpa dirinya.”
Musibah dalam al-Qur’an ?
مَآ أَصَابَ
مِن مُّصِيبَةٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِى ڪِتَـٰبٍ۬ مِّن
قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٲلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ۬
Artinya :
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan [tidak pula] pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab [Lauh Mahfuzh] sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S.
Al-Hadid [57.] : 22).
وَمَآ
أَصَـٰبَڪُم مِّن مُّصِيبَةٍ۬ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن
كَثِيرٍ۬
Artinya :
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar [dari
kesalahan-kesalahanmu]”. (Q.S. Asy-Syuura [42] : 30).
مَآ أَصَابَ
مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَہۡدِ
قَلۡبَهُ ۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
Artinya :
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah;
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. At-Taghaabun
[64] : 11).
مَا يُصِيْبُ
الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ
غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Artinya :
“Tidaklah sesuatu yang menimpa orang Islam, baik penyakit biasa maupun menahun,
kegundahan dan kesedihan, sampaipun duri yang menusuknya, kecuali Allah akan
menghapus kesalahannya dengan semua derita yang dialaminya.” (H.R. Bukhari).
Jenis Musibah
Musibah beragam jenis bentuknya. Ada yang menimpa jiwa seseorang, ada yang menimpa tubuhnya, ada yang menimpa hartanya, ada yang menimpa keluarganya, dan ada yang menimpa yang lainnya.
Musibah beragam jenis bentuknya. Ada yang menimpa jiwa seseorang, ada yang menimpa tubuhnya, ada yang menimpa hartanya, ada yang menimpa keluarganya, dan ada yang menimpa yang lainnya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ
Artinya :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] : 155).
Imam
Ath-Thabari menjelaskan, “Ini adalah pemberitaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada para pengikut Rasul-Nya, bahwa Ia akan menguji mereka dengan
perkara-perkara yang berat, supaya nyata diketahui orang yang mengikuti Rasul
dan orang yang berpaling.”
Pada hadits
lain disebutkan :
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ اُصِيْبَ بِمُصِيْبَةٍ بِمَالِهِ
اَوْ فِى نَفْسِهِ فَكَتَمَهَا وَ لَمْ يَشْكُهَا اِلَى النَّاسِ كَانَ حَقًّا
عَلَى اللهِ اَنْ يَغْفِرَ لَهُ. الطبرانى
Artinya :
“Barangsiapa yang ditimpa musibah pada hartanya atau dirinya, lalu dia
menyembunyikannya dengan tidak mengeluh kepada manusia, maka haq atas Allah
untuk mengampuninya”. (H.R.
ath-Thabrani dari Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘Anhu).
Menghadapi Musibah ?
Di dalam
Al-Quran Allah mengajarkan :
…..وَبَشِّرِ
الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ
وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
Artinya :
“…..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un.’ (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita
kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari
Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S.
Al-Baqarah [2] : 155-157).
did [57] :
22-23).
Imam Ibnul
Qayyim Al-Jauziyyah
menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan bencana, ia menghadapinya,
bukan lari darinya, tidak juga berburuk sangka apalagi berputus asa. Akan
tetapi ia berusaha mengobatinya sendiri dengan berbagai cara.
Pertama, menyadari sepenuhnya bahwa dunia ini adalah
memang tempatnya ujian, bencana, petaka dan musibah. Tempat kenikmatan
hanyalah di surge kelak. Sekaligus, menunjukkan bahwa memang Allah benar-benar
Maha Kuasa.
Kedua, melihat sekelilingnya bahwa masih banyak
musibah lain yang jauh lebih besar daripada musibah yang menimpa dirinya.
Sehingga hatinya merasa terhibur bahwa yang ditimpa musibah seperti musibahnya
bukan hanya dirinya saja.
Ketiga, menyerahkan
kepada Allah seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta
meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya. Diiringi doa,
اَللَّهُمَ
أْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيَبِتِيْ وَاخْلُفْ لِيْ خَيْرًا مِّنْهَا
Artinya :
“Ya Allah berilah pahala atas musibah yang menimpaku ini, dan berilah ganti
yang lebih baik daripdanaya”. (H.R Muslim).
Keempat, meyakini
bahwa cobaan dan musibah dirasakannya adalah sebagai pelebur dari
dosa-dosanya yang telah lalu.
Ikhtitam
1.Bersikap
sabar dan tidak berputus asa dalam
menghadapi musibah, karena dengan kesabaran itulah seseorang mendapatkan pahala
dari musibah yang menimpanya. Seperti diajarkan dalam ayat, ”... Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS az-Zumar: 10).
2.Menerima
dengan ikhlas dan tidak
menyesali atau membenci musibah yang diberikan Allah SWT kepadanya. Dalam hal
ini Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, jika Allah mencintai suatu
kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha atas ujian itu, maka Allah akan
meridhainya. Dan siapa yang membencinya, maka Allah akan membencinya.” (HR Tirmizi).
Dari Jabir bin Abdillah z, beliau mendengar
Nabi n bersabda:
لَا يَمُوتُ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ
“Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal melainkan dia dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah l.” (HR. Muslim)
لَا يَمُوتُ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ
“Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal melainkan dia dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah l.” (HR. Muslim)
Sumber:1.http://www.republika.co.id
2.http://mirajnews.com
Jakarta 25/9/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar