MENJUAL KULIT
QURBAN ?
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikan
(kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” (TQS Al Kautsar : 2).
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ
يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya.” (TQS Al Hajj : 37) [ ]
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلا نا
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi
ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat
kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA.
Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Muqaddimah
Kata kurban atau korban,
berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbânan (mashdar).
Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan
maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972). Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan
bentuk jamaknya al-adhâhi.
Kata ini diambil dari kata dhuhâ,
yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan
penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam, IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan
kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah, XIII/155; Al Ja’bari, 1994).
أَمَرَنِى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا
وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ :
نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Rasulullah
SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan
daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk
melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan
qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada
tukang jagal dari uang kami sendiri”. (HR. Muslim)
Upah Untuk Penyembelih Qurban ?
Karena mengupah jagal itu wajib, tetapi haram hukumnya
kalau diambilkan dari tubuh hewan, maka panitia dalam hal ini bisa mencari
sumber dana yang lain, misalnya :
1.
Dari Pemilik Hewan
Yang
paling mudah dan masuk akal, upah jagal diperoleh dari uang biaya penyembelihan
yang memang sejak awal dikenakan kepada pemilik hewan qurban.
Dari
tiap hewan kambing yang diminta disembelihkan, pemilik hewan dikenakan biaya
khusus penyembelihan di luar harga hewan, misalnya sebesar 50 ribu atau 100
ribu rupiah.
2.
Dari Keuntungan Jual Hewan
Dan
bisa juga dana untuk upah jagal diambilkan dari hasil keuntungan menjual hewan
qurban. Sebab panitia yang menyediakan hewan qurban memang dibenarkan mengambil
untuk dari tiap hewan.
Bisa
ditawarkan kambing dengan harga 2 juta dengan rentang berat sekian kilo hingga
sekian kilo. Panitia tentu membeli kambing dari sumbernya tidak dengan harga 2
juta, tetapi di bawah itu, misalnya 1,5 - 1,7 juta. Ada keuntungan 200 hingga
300 per ekor. Keuntungan 'jual' kambing ini adalah keuntungan yang halal dan
sah.
Maka
dari situlah dana untuk upah jagal diambilkan dan tidak boleh diambilkan dari
tubuh hewan.
3.
Dari Kas Masjid
Kalau
kebetulan pengurus masjid juga menjadi panitia penyembelihan hewan qurban, atas
persetujuan dari jamaah masjid itu, boleh saja dana upah buat jagal diambilkan
dari uang kas masjid.
Hal
itu mengingat kerja panitia penyembelihan hewan qurban dijadikan bagian dari
program kerja masjid. Maka wajar kalau sejak awal memang sudah dianggarkan dari
uang kas masjid.
Tentu
saja penggunaan dana kas masjid untuk mengupah jagal ini harus disepakati dulu
sejak awal, agar jelas dasar hukumnya dan tidak dianggap sebagai kebocoran atau
pengkhianatan pengurus dalam penggunaan uang kas masjid.
Hukum Menjual
kulit/daging Qurban ?
Tidak
diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan qurban sedikitpun. Baik daging,
kulit, kepala, tengkleng, bulu, tulang maupun bagian yang lainnya. Ali bin Abi
Thalib radliallahu ‘anhu
mengatakan,
أن نبي الله صلى
الله عليه و سلم أمره أن يقوم على بدنة وأمره أن يقسم بدنه كلها لحومها وجلودها
وجلالها في المساكين ولا يعطي في جزارتها منها شيئا
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan-ku untuk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau juga
memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya.
Dan saya tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang
jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan
terdapat ancaman keras memperjual-belikan bagian dari hewan qurban, sebagaimana
hadis dari Abu Hurairah radliallahu
‘anhu, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
من باع جلد
أضحيته فلا أضحية له
“Barang
siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada
nilainya.” (HR. Al
Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan).
Pertama, termasuk
memperjual-belikan bagian hewan qurban adalah menukar kulit atau kepala dengan
daging atau menjual kulit untuk kemudian dibelikan kambing atau daging. Karena
hakekat jual-beli adalah tukar-menukar meskipun dengan selain uang.
Kedua, transaksi
jual-beli kulit hewan qurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak
sah. Artinya penjual tidak boleh menerima uang hasil penjualan kulit dan pembeli
tidak berhak menerima kulit yang dia beli.
Hal ini
sebagaimana perkataan Al Baijuri: “Tidak sah jual beli (bagian dari hewan
qurban) disamping transaksi ini adalah haram.” Beliau juga mengatakan: “Jual
beli kulit hewan qurban juga tidak sah karena hadis yang diriwayatkan Hakim
(baca: hadis di atas). (Fiqh Syafi’i 2/311).
Ketiga, jika kulit
sudah diberikan kepada orang lain, bagi orang yang menerima kulit, dibolehkan
memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk pemanfaatan
lainnya, karena ini sudah menjadi haknya. Sedangkan menjual kulit yang dilarang
adalah menjual kulit sebelum dibagikan (disedekahkan), baik yang dilakukan
panitia maupun shohibul qurban.
Menjual
kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW:
وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا
وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلَا تَبِيعُوهَا
“Dan
janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban.
Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan
kamu menjualnya…”(HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian
ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i
membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath),
adalah janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad
bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan
qurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Sumber:1.http://www.rumahfiqih.com
2.http://hizbut-tahrir.or.id
3.http://pengusahamuslim.com
Jakarta 16/9/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar