MEMAKNAI QURBAN
?
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
(QS. Al Kautsar [108] : 2)
قُلْ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku
, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.”
(QS. Al An’am [6] : 162). Ini jika yang memilih nusuk bermakna sembelihan.
Penyembelihan
itu sendiri adalah ibadah. Bagaimana mungkin engkau dapat mengerjakan ibadah
(dengan benar) jika engkau mengirimkan beberapa dirham ke negeri lain yang sama
dengan harga hewan sembelihan, kemudian hewan ini disembelih atas namamu?
Sungguh
Allah Ta’ala berfirman pula,
لَنْ
يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى
مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj [22] : 37)
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah.”
(QS. Al Hajj [22] : 34)
Muqaddimah
Haji dan Kurban merupakan perintah Allah Swt yang ditujukan bagi umat islam yang mampu melaksanakannya. Mampu secara ekonomi dan juga memiliki niat yang kuat untuk melaksanakan dua perkara tersebut hanya semata-mata karena Allah Swt, karena ujian bagi umat islam yang kaya adalah pelit dalam mengeluarakan sebagian hartanya untuk menunaikan perintah Allah dalam berkurban. Jika umat Islam memperhatikan perintah Allah Swt terhadap kedua perkara tersebut maka mereka tidak pantas untuk tidak melaksanakannya.
عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ
وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ
وَقَالَ: (( بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ
يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى )).
“Diriwayatkan
dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu
‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha
bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau
berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor
kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil
mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha
Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di
kalangan umatku”
Di
antara faidah hadits ini adalah sebagai berikut:
- Disunnahkannya shalat idul-adha di mushalla, yaitu tanah lapang. Begitu pula dengan shalat idul-fithri.
- Khutbah ‘id dilakukan setelah mengerjakan shalat ‘id.
- Disunnahkannya mendatangkan mimbar ke mushalla (tanah lapang) dan imam berkhutbah di atasnya ketika shalat ‘id.
- Disunnahkan menyegerakan penyembelihan setelah shalat id selesai dan tidak ada yang menyembelih sebelum imam menyembelih.
- Disunnahkan menyembelih sendiri untuk orang yang berqurban dengan kambing,
- Satu kambing untuk penyembelihan satu orang.
- Disyariatkan membaca: (بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ) sebelum menyembelih.
- Dibolehkannya menyertakan orang lain dalam penyembelihan agar mendapatkan pahala juga, seperti keluarga dan orang-orang yang telah meninggal. Karena lafaz hadits ini umum.
- Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa berqurban tidak wajib, karena ada di antara umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak berqurban.
Hukum Berqurban
?
Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum berqurban. Jumhur ulama, yaitu: madzhab
Imam Malik, Imam Asy-Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya menyatakan sunnahnya.
Madzhab Imam Asy-Syafii mengatakan sunnah muakkadah (sangat ditekankan dan
diusahakan tidak ditinggalkan kecuali ada ‘udzur). Sedangkan madzhab Imam Abu
Hanifah mengatakan wajibnya.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
((
مَنْ
وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا.
))
“Barang
siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia
mendekati tempat shalat kami.”(HR Ahmad)
Para
ulama hadits berbeda pendapat dalam menghukumi hadits ini. Dan mereka juga
berbeda pendapat dalam menghukumi hadits yang diriwayatkan dari Mikhnaf bin
Sulaim Al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu:
(
كُنَّا
وُقُوفًا مَعَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَفَاتٍ، فَسَمِعْتُهُ
يَقُولُ: ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ! عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ
أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ. هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِىَ الَّتِى تُسَمَّى
الرَّجَبِيَّةُ.))
“Kami
berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya
mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di setiap
tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu
Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah2.”(HR Dawud)
Syaikh
Al-Albani menshahihkan hadits ini. Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Abbad
mendha’ifkannya dalam penjelasan beliau terhadap Sunan Abi Dawud.
Jika
ternyata kedua hadits ini shahih atau hasan, maka ini menjadi dalil yang sangat
kuat untuk mengatakan bahwa hukum berqurban adalah wajib setiap tahun untuk
orang yang memiliki kelapangan.
Akan
tetapi terdapat atsar dari Abu Bakr, Umar bin Al-Khaththab dan Abu Mas’ud
Al-Anshari radhiallahu ‘anhuma yang menunjukkan bahwa mereka berdua
sengaja meninggalkan berqurban agar ibadah tersebut tidak dianggap wajib oleh
kaum muslimin(lihat al-Baihaqi).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
((
إِذَا
دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ
شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.))
“Jika
telah masuk sepuluh hari (pertama di bulan Dzul-hijjah) dan seorang di antara
kalian ingin menyembelih, maka janganlah dia mengambil sedikit pun dari rambut
dan tubuhnya.”(HR Muslim)
Berqurban
untuk orang yang sudah meninggal dunia terbagi menjadi tiga macam:
- Orang yang hidup mengikutkan pahala berqurban untuk orang-orang yang telah meninggal dunia.
- Orang yang sebelum meninggal dunia, berwasiat untuk berqurban.
- Mengkhususkan hewan qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Untuk
macam pertama dan kedua para ulama membolehkannya. Akan tetapi untuk macam yang
ketiga terjadi perselisihan di kalangan ulama. Jumhur ulama memandang tidak
bolehnya, sedangkan madzhab Imam Ahmad memandang hal tersebut diperbolehkan.
Allahu
a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah
pendapat yang mengatakan hal tersebut diperbolehkan. Pendapat inilah yang
dipegang oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, kemudian ulama-ulama abad ini
seperti: Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
Ikhtitam
Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Pendapat ini dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah qurban bagi para penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar, hukumnya adalah wajib (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: I/314). Mereka mendasarkan argumentasinya pada dalil-dalil al-Qur’an dan hadis sebagai berikut:
Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Pendapat ini dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah qurban bagi para penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar, hukumnya adalah wajib (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: I/314). Mereka mendasarkan argumentasinya pada dalil-dalil al-Qur’an dan hadis sebagai berikut:
a. Firman Allah swt:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar,108: 1-2)
b. Sabda Rasulullah saw riwayat Abu Hurairah:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا (رواه أحمد وابن ماجه)
“Siapa yang memiliki kemampuan, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sekali-kali janganlah ia mendekati mushalla kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Sumber:1.http://makalah-artikel.blogspot.com
2.http://muslimah.or.id
Jakarta 2/9/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar