MANUSIA YANG
BERSYUKUR ?
Artinya:Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata dimana-mana.(QS.Al-Insan: 7)
Artinya:Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata dimana-mana.(QS.Al-Insan: 7)
Menyempurnakan
Nadzar (1)
Kebanyakan
manusia yang tidak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt, seperti nikmat
sehat dan waktu senggang, iman dan ilmu, harta dan jabatan dan lain-lainnya
dengan berbuat dosa dan bakhil terhadap dirinya dan kepada orang lain. Kecuali
mereka yang mendapatkan hidayah Allah swt dan meyakini bahwa sekecil apapun
yang disyukuri pasti Allah swt menambahkannya dengan nikmat yang lainnya.
Cara manusia
untuk mencapai apa yang diinginkan bermacam-macam cara, ada dengan cara jalan
pintas, mau halal atau haram tidak diperhatikan dan ada pula yang berhati-hati.
Maka beruntunglah orang yang menggapai cita-citanya dengan cara agama, seperti
berusaha yang benar, berdoa dan tawakal kepada Allah SWT.
Dan ada cara
yang sering digunakan orang untuk memperoleh keinginannya yaitu dengan cara
bernadzar. Sebagian manusia bernadzar sesuatu karena kebakhilan atau karena
terpaksa demi mencapai apa yang diinginkan.
Nadzar dalam
Islam telah disyari’atkan oleh Allah swt dalam al-Qur’an, sebagaimana firman
Allah di bawah ini:
Allah SWT
berfirman:
!$tBur OçFø)xÿRr& `ÏiB >ps)xÿ¯R ÷rr& Nè?öxtR `ÏiB 9õ¯R cÎ*sù ©!$# ¼çmßJn=÷èt 3 $tBur úüÏJÎ=»©à=Ï9 ô`ÏB A$|ÁRr& ÇËÐÉÈ
Artinya:Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa
saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
(QS.Al-Baqarah: 270)
Nadzar
adalah tindakan mukallaf yang mewajibkan pada dirinya melakukan sesuatu untuk
Allah, di mana sesuatu itu pada dasarnya tidak wajib baginya dengan lafazh yang
mengandung makna tersebut, seperti perkataanmu,”Saya bernadzar akan melakukan
ini…”. Dan lainnya yang semisalnya.[1]
Nudzuur
adalah bentuk jamak dari nadzar; menurut istilah bahasa artinya janji kebaikan
atau janji keburukan, sedangkan menurut istilah syara’ artinya janji kebaikan
saja.[2]
Nabi
Muhammad saw bersabda:
uJR}wYu~JR~mã<;moipuRË~fYêãS~Ë}lã<;moi
Artinya: Barangsiapa yang bernadzar untuk ta’at
kepada Allah, maka hendaknya ia mentaati-Nya dan barangsiapa yang bernadzar
untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ia tidak bermaksiat kepada-Nya.
(HR Bukhari)
Nadzar
merupakan syari’at yang telah diberlakukan kepada umat sebelum umat Muhammad
saw. Sebagai contoh, nadzar yang diucapkan oleh istri Imran, ibu Siti Maryam,
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya:”…Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang
dalam kandunganku menjadi hamba yang sholeh dan berkhidmat (di Baitulmakdis).
Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS.3:35)[3]
Nadzar dalam
Islam disyari’atkan berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Oleh karena itu,
orang-orang yang bernadzar dengan apa yang dihendakinya dan tidak bermasiat
kepada Allah swt maka ia wajib melakukannya dan jika ia melakuakannya dengan
tulus ikhlas dan sesuai dengan hukum Islam maka ia termasuk hamba-Nya yang
pandai mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.
Tetapi, jika
orang yang bernadzar dan diperkenankan
permohonannya oleh Allah lalu ia tidak melaksanakannya maka dia
tergolong orang yang kufur atas nikmat diberikan kepadanya dan ia berdosa.
Nadzar ada
dua macam, yaitu nadzar muthlaq dan mu’allaq. Nadzar muthlaq yaitu tindakan
mewajibkan sebuah perbuatan (yang tidak wajib) atas diri sendiri tanpa
mensyaratkan terjadinya sesuatu. Seperti jika engkau mengatakan,”Saya bernadzar
shalat dua rakaat untuk Allah.” Sedangkan nadzar mu’allaq yaitu tindakan
mewajibkan sebuah perbuatan dan mensyaratkannya dengan datangnya sebuah
kenikmatan atau terhindar dari bala. Seperti jika engkau mengatakan,”Jika Allah
menyembuhkan saya dari penyakit yang saya derita, maka saya akan memberi makan
orang-orang miskin.” [4]
Menurut para
ahli fikih, secara garis besar tujuan bernadzar dapat dibagi dua. 1) Untuk
tercapainya kenikmatan. Misalnya, seorang pelajar bernadzar:”Apabila saya lulus
ujian akhir yang akan datang, maka saya akan berpuasa selama sembilan hari
berturut-turut.”. 2) Agar terhindar dari kesulitan. Nadzar semacam ini biasanya
dilakukan orang ketika menghadapi bahaya atau bencana yang tidak diinginkannya.
Umpanya, nadzar seorang ketika dalam perjalanan laut yang mengalami gelombang
besar:”Jika saya selamat sampai ketujuan, maka saya akan memotong seekor
kambing.”[5]
Untuk lebih
jelasnya tentang perintah bernadzar dan manfaatnya di dalam kehidupan ini,
baiklah kita pahami ayat-ayat di bawah ini:
Allah SWT
berfirman:
tbqèùqã Íõ¨Z9$$Î/ tbqèù$ssur $YBöqt tb%x. ¼çn° #ZÏÜtGó¡ãB ÇÐÈ
Artinya:Mereka menunaikan nadzar dan takut
akan suatu hari yang azabnya merata dimana-mana.(QS.Al-Insan: 7)
Mushthafa
al-Hashan al-Manshuri dalam tafsirnya mengatakan,” (mereka menunaikan) adalah
perincian pelaku orang-orang yang berbuat kebajikan (al-abrar), seakan-akan
dikatakan,”apa yang mereka perbuat sehingga mendapatkan martabat yang tinggi?”
Lalu dikatakan bahwa mereka menyempurnakan apa yang menjadi kewajibannya
(nadzarnya) atas dirinya maka apa yang diwajibkan Allah swt kepada mereka?
(dengan nadzar) Mereka bernadzar dalam mentaati Allah swr.”[6]
Kata ( )
an-nadzr adalah tekad yang dinyatakan oleh seseorang guna mengikat dirinya
melakukan sesuatu amalan yang baik. Tekad yang dimaksud disini adalah
pelaksanaan ajaran agama secara baik dan benar. Bisa juga dipahami dalam arti
terbatas, yakni hal-hal tertentu yang mereka wajibkan atas diri mereka.[7]
Pemenuhan
nadzar mengisyaratkan kecenderungan mereka melakukan kebajikan, sedang rasa
takut akan siksa menggambarkan upaya mereka menghindari keburukan
Sesungguhnya
pelaku-pelaku kebajikan (al-abrar) ini menepati janji atas apa yang diwajibkan
pada dirinya, agar supaya menyempurnakan nadzar mereka dalam rangka mematuhi
perintah Allah swt.[8]
Wajib
hukumnya jika seseorang bernadzar kepada Allah swt dengan janji yang dibenarkan
oleh syara’ misalnya mendapat keuntungan dalam bisnis, lalu ia memberi makan anak yatim atau memberi uang untuk
sekolahnya.
Allah SWT
berfirman:
!$tBur OçFø)xÿRr& `ÏiB >ps)xÿ¯R ÷rr& Nè?öxtR `ÏiB 9õ¯R cÎ*sù ©!$# ¼çmßJn=÷èt 3 $tBur úüÏJÎ=»©à=Ï9 ô`ÏB A$|ÁRr& ÇËÐÉÈ
Artinya: Apa saja yang kamu nafkahkan atau
apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya Sedangkan
tidak akan ada penolong bagi orang-orang yang zalim.(QS.Al-Baqarah:270)
Maksud
firman diatas, bahwa infaknya orang-orang yang beriman dan penunaian nadzarnya
di jalan Allah swt itu diketahui oleh-Nya dan Dia akan membalas kebajikan
mereka dengan balasan yang lebih baik. Sedangkan orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan harta mereka dibelanjakan dalam kemaksiatan maka mereka
tidak ada penolong dari azab Allah swt atas kezhalimannya.[9]
Makna
objektif zalim di sini adalah mereka yang membelanjakan kekayaan mereka di
jalan kemungkaran kepada Allah dan untuk melakukan dosa-dosa. Mereka tidak
membayar zakat untuk harta mereka, tidak pula memenuhi sumpah yang telah mereka
ikrarkan atau mereka bersumpah melakukan sesuatu yang bersifat dosa. Bagi
orang-orang seperti itu, tidak akan ada teman yang bisa menyelamatkan mereka
dari pengadilan Tuhan atau menghalangi hukuman-Nya.[10]
Orang yang
bernadzar dalam kebaikan umpanya akan bersedekah jika sembuh dari penyakitnya,
lalu dia tidak melaksanakan nadzarnya maka ia termasuk orang yang berbuat
zhalim dan Allah swt akan membalas kebohongannya tersebut dengan azab-Nya yang
pedih, sehingga tidak ada penolong baginya nanti di hari pembalasan.
Allah SWT
berfirman:
(#qèùqãø9ur öNèduräçR (#qèù§q©Üuø9ur ÏMøt7ø9$$Î/ È,ÏFyèø9$# ÇËÒÈ
Artinya:…Dan hendaklah mereka menyempurnakan
nadzar-nadzar mereka…(QS.Al-Haj: 29)
Firman
diatas maksudnya mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka, mengerjakan
kebajikan dalam pelaksanaan haji dan dikatakan maksud nadzar diatas adalah
amalan-amalan haji[11]
Yang
dimaksud frase’memenuhi sumpah’ adalah bahwa di masa awal Islam, banyak orang
lazim mengucapkan nadzar bahwa jika berhasil pergi ke Mekkah, di sampng
mengerjakan rukun-rukun hajji, mereka juga akan mempersembahkan korban
tambahan, bersedekah, atau tindak kemurahan hati. Terkadang terjadi, mereka
lupa akan nadzar-nadzar mereka setelah sampai di rumah. Al-Qur’an menegaskan
bahwa seseorang tidak boleh lalai memenuhi nadzarnya.[12]
Nadzar-nadzar
seseorang baik yang berkenaan dengan hajji ataupun yang lainnya, yang penting
janjinya tidak dalam kemaksiatan maka haram dilanggar dan harus disempurnakan
nadzar yang diucapkan. Nabi saw bersabda yang artinya:” Barangsiapa yang bernadzar menaati Allah maka hendaklah dia
menaati-Nya dan barangsiapa yang bernadzar untuk maksiat kepada Allah maka
janganlah dia memaksiati-Nya”. (HR Bukhari-Muslim)
Hadis ini
jelas bahwa memenuhi dan menyempurnakan nadzar yang baik hukumnya adalah wajib,
tetapi jika yang dinadzarkan itu berupa kemaksiatan misalnya jika lulus ujian
bernadzar dengan minuman keras yang memabukkan maka hukumnya haram dilakukan.Nabi
Muhammad saw bersabda yang artinta:” Tidak
ada nadzar dalam hal maksiat kepada Allah dan kafaratnya sama dengan kafarat
sumpah.” (HR Abu Dawud)
Hukuman
orang yang tidak memenuhi nadzarnya adalah sama dengan kafaratnya sama dengan
kafarat sumpah,maksudnya kafarat berupa salah satu dari ketentuan berikut: a.
Memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa dimakan oleh
keluargamu. b. Memberi pakian kepada sepeluh orang miskin. Dan c. Membebaskan
seorang budak.[13]
By Abi Umar Fauzi Kasmudik (4/13/11/2014)
bersambung...
[1] Kamal bin As-Sayyid Salim,
Fiqih Sunnah Wanita,(Jakarta:
Tiga Pilar, 2007), hal. 403
[2] Muhammad Abid As-Sindi, Musnad
Syafi’i,(Bandung:Sinar
Baru,2000),juz 3. hal. 1135
[3] Ensiklopedi Hukum Islam,(Jakarta:
Intermasa, 1997), jilid 4.hal.1316
[4] Kamal bin As-Sayyid Salim, Fiqih
Sunnah Wanita, hal. 403-404
[5] Ibid. hal. 1318
[6] Mushthafa al-Hashan al-Manshur, al-Muqtathaf
min uyun al-Tafasir,jilid 5.hal. 383
[7] M.Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah,.volume 14.hal.658
[8] Ibrahim al-Qathan, Taisir
al-Tafsir, jilid 4.hal.493
[9] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat
at-Tafasir, jilid awal, hal.172
[10] Kamal Faqih Imani, Tafsir
Nurul Qur’an, jilid 3.hal. 47
[11] Muhammad Asy-Syaukani, Fath
al-Qadir,. hal. 1127
[12] Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, jilid 10.hal. 285
Tidak ada komentar:
Posting Komentar