Balasan Orang Yang Sabar ?
a. Mendapatkan Pertolongan
Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.(QS.Al-Baqarah:153)
Firman tersebut di atas Allah swt
memerintahkan orang-orang yang beriman agar dalam menghadapi persoalan,
hendaklah mereka meminta pertolongan kepada Allah swt Yang Maha Mengabulkan
(al-Mujib) do’a dengan sabar dan sholat.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan taatlah kepada Allah
dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar. (QS.Al-Anfal:46)
Dengan ayat tersebut di atas, Allah
swt menjanjikan kemengan atas orang-orang yang beriman dalam mempersiapkan
peperangan menghadapi musuh dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
persatuan ukhuwah yang solid dan islami dan penuh kesabaran.
b. Memperoleh Mahabbatullah (Allah mencintai)
Allah SWT berfirman:
Artinya: Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS.Ali Imran:146)
Dengan ayat ini, sungguh Allah swt
menyatakan cinta-Nya kepada orang-orang yang menjalani kehidupan ini dengan
sabar, yakni menghadapi cobaan dunia, taat kepada Allah swt., berhubungan
dengan sesama makhluk dan sabar menerima keputusan dan hukum-Nya.
c. Mendapatkan Khabar Gembira
Allah SWT berfirman:
Artinya: dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.(QS.Al-Baqarah:155)
Firman ini, orang-orang yang sabar
mendapatkan khabar gembira dari Tuhan yaitu balasan yang lebih baik di dunia
dan di akhirat
d. Dipersiapkan Keberkatan Dan Rahmat
Allah SWT berfirman:
Artinya: Mereka Itulah yang
mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah:157)
Demikianlah firman-firman Allah swt
yang berkaitan dengan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menjalani
kehidupan ini, balasan kesertaan (Ma’iyah) Allah swt., kecintaan (Mahabbah)
Allah swt., kabar gembira dan Allah swt menghimpun keberkatan, rahmat dan
petunjuk-Nya kepada mereka serta di akhirat nanti mereka mendapatkan balasan
yang lebih baik yaitu surga.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan dia memberi balasan
kepada mereka Karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,(QS.
Al-Insan: 12)
Sayyid Quthb menafsirkan ayat
diatas:”Setelah memaparkan kenikmatan yang halus, nyaman, menenteramkan,
menenangkan, dan menyenangkan ini maka beralihlah sasaran khithab (firman
ilahi) ini kepada Rasulullah saw., untuk memntapkan hati beliau di dalam
menghadapi tantangan, kekafiran, dan pendustaan orang-orang kafir; dan
diberi-Nya beliau pengarahan supaya bersabar dan menunggu keputusan Allah dalam
urusan ini, dan supaya beliau terus berhubungan dengan Tuhannya dan selalu
memohon pertolongan kepada-Nya sepanjang perjuangannya.”[1]
Imam Abi Hayyan al-Andalusy
menjelaskan,”Penyambungan sebutan pakian sutera (al-harir) dengan surga
(al-jannah) karena mereka terdorong oleh kesabarannya dalam kelaparan dan sandang.”[2]
Allah swt memberi balasan kepada
mereka atas kesebarannya, patuh dan tidak berbuat maksiat kepada-Nya dan mereka
juga sabar menghadapi kefakiran dan kelaparan dengan tetap menunaikan nadzarnya
dengan balasan surga dan pakaian sutera.[3]
Dengan sabar, hamba-hamba Allah swt
senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt ketika diuji dengan kesenangan
seperti naik jabatan, untung berbisnis, diterima surat lamarannya dan lainnya
dan orang yang belum berhasil dalam menggapai cita-citanya misalnya belum ada
panggilan kerja, belum sembuh dari penyakit dan lain-lainnya dengan selalu
memohon jalan keluar dan pertolongan Allah swt.
Kesabaran merupakan ciri khas bagi
orang-orang yang bersyukur dalam menghadapi kehidupan ini, terkadang
menyenangkan disikapi dengan banyak bersyukur dan terkadang menyedihkan juga
dihadapi dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, kita wajib bersyukur jika
mendapat ujian yang menggembirakan dan wajib bersabar ketika mendapat cobaan
yang menyedihkan.
E. Tidak Mengikuti Orang Yang Berdosa Dan Kufur
Allah SWT berfirman
Artinya: Maka Bersabarlah kamu
untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang
berdosa dan orang yang
kafir di antar mereka(qs.Al-Insan: 24)
Sementara ulama menyatakan bahwa
ayat di atas turun berkenaan dengan kedatangan tokoh musyrikin yakni ‘Utbah Ibn
Rabi’ah yang menawarkan kepada Nabi Muhammad saw. Agar berhenti melaksanakan
dakwah. Sebagai imbalannya dia menjanjikan untuk mengawinkan beliau dengan anak
gadisnya yang dikenal sangat cantik, sambil memberinya harta yang melimpah.[4]
Ulama yang memiliki rasa takut
kepada Allah swt disamping dalam ilmu agamanya ataupun ilmu pengetahuannya maka
sudah sepantasnya sabar dan ikhlas dalam menyampaikan ilmu dan dakwahnya
sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dalam berdakwah. Dia
teladan yang terbaik dalam kehidupannya, keras bekerja dan sangat menyayangi
orang-orang miskin dan khususnya dalam berdakwah, ikhlas dan istiqomah bagi
orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah swt dan hari kiamat serta
banyak berdzikir kepada-Nya.
Firman di atas,”dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di
antara mereka” Menurut Syaih Ibrahim al-Qathan:”Yakni orang-orang musyrik,
mereka memperdaya kamu dengan kenikmatan dunia, dan sebutlah nama Tuhanmu
terus-menerus, lalu laksanakan sholat di waktu pagi dan petang, perbanyaklah
sujud di malam hari dengan bertahajjud dan bertabbih pada malam yang panjang
serta bersungguh-sungguh dalam sholat dan munajat kepada Tuhanmu.”[5]
Agar para da’i yang bijaksana, amal
ma’ruf-nahi munkar kepada ummat dengan ayat diatas tidak mudah tergoda dengan
janji orang-orang yang berbuat zhalim dan kufur misalnya memberikan sesuatu
yang mahal harganya dengan menghalalkan yang haram, membenarkan yang salah atau
menjual ayat-ayat al-Qur’an dengan harga yang murah, agar supaya mendapatkan
kenikmatan dunia. Rasulullah saw dalam dakwahnya penuh hikmah, mau’izhah
hasanah dan tetap tegas hukumnya.
Allah SWT berfirman
Artinya: Dan janganlah kamu ikuti
setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,11. Yang banyak mencela, yang kian ke mari
menghambur fitnah,(QS. Al-Qalam:10-11)
Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir
berkata kepada Nabi saw.”Jika engkau menyembah tuhan-tuhan kami, niscaya kami
juga menyembah Tuhanmu maka turunlah ayat tersebu di atas”Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina”Yakni
wahai Muhammad jangan engkau ikuti orang yang banyak bersumpah dengan hak dan
bathil, yaitu orang yang banyak bersumpah lagi menghina keagungan Allah.”[6]
Untuk lebih mengukuhkan larangan
tersebut, Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat buruk secara rinci sambil
mengulangi larangan-Nya dengan berfirman: Dan
janganlah engkau ikuti setiap penyumpah yakni yang sedikit-sedikit
bersumpah, lagi berkepribadian hina
yakni tidak berbudi pekerti luhur, lagi pencela
yakni banyak mencela pihak lain dibelakang mereka, pejalan yang kian kemari menghambur fitnah guna memecah belah
anggota masyarakat,…[7]
Tidak sepantasnya seorang mukmin
mengikuti dan menjadikan kawan dalam hidup ini kepada orang yang suka sumpah
bohong dan suka menfitnah kesana-kemari dalam pola kehidupannya, kebohongan
sumpahnya dan penyebar fitnah adalah tanda-tanda orang yang kufur kepada Allah
swt. Pembohong dan penyebar fitnaha harus dihindari oleh orang-orang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah swt.
Allah SWT berfirman:
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya: Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu Mengetahui(QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat yang sedang dibahas ini dengan
jelas mengatakan, bila beberapa orang memenangkan suatu kasus dengan cara
melakukan suap maka kekayaan yang diperoleh dari proses pengadilan tersebut
menjadi tak halal bagi mereka. Jadi, kemenangan di pengadilan sajatidak membuat
harta menjadi halal. Fakta ini diacu dengan jelas oleh hadis Nabi saw,”Sesungguhnya
aku seorang manusia (yang diutus menjadi hakim di antara kalian melalui jalan yang
nyata), Apabila suatu perselisihan diadukan kepadaku di mana beberapa di antara
kalian memiliki bukti yang lebih kuat daraipada kelompok lainnya, maka aku akan
memenangkannya (sebagian dari kalian yang memiliki bukti yang kuat-penerj.)
sesuai dengan bukti yang ada. Jadi, apabila aku memutuskan (memenangkan)
untuknya berdasarkan hak seorang Muslim, maka ia (keputusan itu) merupakan satu
jilatan api. Dia dapat mengambilnya atau membiarkannya.”[8]
Dengan latar belakang inilah,
fondasi kehidupan masyarakat akan hancur ketika suap merajalela pada masyarakat
tersebut. Dalam kadaan ini, kezaliman, ketidakadilan, ketidak merataan dan
perbedaan yang tidak semstinya menembus seluruh organ sehingga yang
tersisahanyalah nama hukum dan keadilan yang kosong melompong.
Itulah sebabnya, Islam mengutuk
keras masalah suap tatkala menyingkapkan kejahatan suap sedemikian rupa
sehingga ia dimasukkan pada katagori dosa besar berdasarkan kacamata agama,
sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Semoga
Allah menurunkan laknat-Nya kepada orang yang menyuap dan yang disuapi dalam
suatu perkara.”(HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Patut diperhatikan bahwa keburukan
tindasan busuk ini sering dinaungi oleh beberapa argument palsu dan
istilah-istilah mempersona. Hal inilah yang menyebabkan pelaku dan penerima
suap biasa menggunakan kata-kata, semisal hadiah, tawaran, dedikasi, tip,
penghargaan, sumbangan, dan lain-lainnya yang sejenis.[9]
Allah SWT berfirman:
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #utIøù$# $¸JøOÎ) $¸JÏàtã ÇÍÑÈ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah
berbuat dosa yang besar.(QS. An-Nisa’: 48)
Ibnu Abbas mengataka tentang ayat
ini:”Sesungguhnya Allah mengharamkan (tidak memberi) ampunan kepada orang yang
meninggal dalam kaadaan kafir dan menangguhkan ahlul tauhid (yang berdosa)
sesuai dengan kehendak-Nya dan Dia tidak menolong mereka (orang musyrik) dengan
ampunan.”[10]
Ayat di atas jelas sekali bahwa
orang-orang-orang yang menyekutukan Allah swt baik dengan seseorang hamba-Nya
atau benda ciptaan-Nya tidak akan diampuni oleh-Nya ketika mati dalam kadaan
belum bertaubat yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu, ummat Islam tidak boleh
mengikuti pola kehidupan mereka yang kufur atas nikmat-nikmat Allah dan sering
berbuat zhalim.
Diriwayatkan dari Imam Amirul
Mukminin Ali as yang mengatakan,”Ayat tersebut di atas, bagiku merupakan ayat
yang paling kucintai (memberikan dorongan semangat) di antara ayat al-Qur’an.”[11]
Karena tak seorang pun tahu kepada
siapa rahmat Allah yang bijaksana dianugerahkan, maka tidak ada ruang untuk
kesombongan dan keberanian pada seseorang untuk melakukan dosa besar, yaitu
menyekutukan Allah swt dengan selain Dia.
Oleh karena itu, orang-orang yang
pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt dalam memenuhi hajatnya tidak akan
memintak tolong selain Allah swt, karena mohon selain Dia merupakan perbuatan
dosa yang besar serta tidak ada ampun bagi manusia yang musyrik. Jadi, mereka
tidak pantas diikuti pola kehidupannya bagi orang yang beriman dan bersyukur
kepada Tuhan Yang Maha Pemberi rezeki (ar-Razak), baik lahir maupun bathin.
BY ABI UMAR FAUZI KASMUDIK
(14/111/2014)
[1] Sayyid Quthb,Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an,. hal. 178
[2] Abi Hayyan Al-Andalusi, An-Nahr
Al-Maad min al-Bahr al-Muhid, (Bairut: Dar al-Jail), hal.479
[3] Mushthofa al-Hashan al-Manshuri, Al-Miqtathaf min ‘uyun at-Tafasir, jilid 5.hal. 384
[4] M.Quraish Shihab, Tafsir
AlMishbah, volume 14. hal. 668
[5] Ibrahim al-Qathan, Tafsir
Al-Tafsir, jilid 4. hal. 497
[6] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwat
at-Tafasir, jilid3.hal. 426
[7] M.Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah, volume 14. hal. 383
[8] Sayyid Quthb, Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an, jilid 1.hal. 252
[9] Kamal Faqih Imani, Tafsir
Nurul Qur’an,.jilid 2, hal. 104
[10] Muhammad Asy-Syaukani, Fath
al-Qadir,.hal.
[11] Kamal Faqih Imani, Tafsir
Nurul Qur’an,. jilid 4. hal. 57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar