MEMAKNAI UKHUWAH DI
RAMADHAN ?
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (١٨٣)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”. (QS al-Baqarah [2]: 183)
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَالتَّقُوْا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ (١٠)
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS
al-Hujurat [49]: 10)
Muqaddimah
Istilah ukhuwah Islamiyah ini sudah banyak
dikenal oleh masyarakat muslim. Banyak yang mengartikan istilah ini sebagai
persaudaraan yang dijalin oleh sesama muslim atau persaudaraan antar sesama
muslim. Pemaknaan yang demikian berarti memahami kata Islamiyah sebagai
subjek atau pelaku. Menurut Quraish Shihab, pemaknaan ini kurang tepat. Kata Islamiyah
yang dirangkai dengan kata ukhuwah lebih tepat jika dipahami sebagai
kata sifat atau adjektiva, maka istilah ukhuwah Islamiyah ini berarti
persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam.[6] Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah
memiliki makna yang luas, tidak hanya hubungan persaudaraan sesama muslim saja
namun lebih dari itu, yaitu hubungan saudara yang memiliki hubungan darah,
hubungan saudara satu negara dan lain sebagainya.
Dalam konteks hubungan dengan sesama muslim, adanya ukhuwah
Islamiyah akan semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan diantara
masyarakat muslim. Berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu, kehancuran dan
keruntuhan kekuatan umat Islam disebabkan lemahnya ukhuwah Islamiyah.
Oleh karena itu, Hasan Al-Banna sebagai pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin
menjadikan ukhuwah Islamiyah ini sebagai salah satu sendi terpenting
dalam dakwahnya. Konsep ukhuwah Islamiyah ini meliputi:
- Persaudaraan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
- Persaudaraan dalam segala aspek kehidupan baik material maupun spiritual berdasarkan persatuan menurut tauhid.
- Tidak mengenal perbedaan fisik, kelas sosial, politik, rasial dan keadaan ekonomi.
4. Nurcholis Madjid juga pernah
mengatakan bahwa dasar pijakan yang harus diimplementasikan oleh
masyarakat muslim adalah semangat humanitas dan universalitas Islam. Semangat
humanitas dan universalitas merupakan ruh yang dibawa Islam dimana Islam adalah
agama kemanusiaan, dengan kata lain apa yang dicita-citakan Islam adalah apa
yang dicita-citakan manusia pada umumnya dan misi kenabian adalah untuk
menciptakan kemaslahatan bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘âlamîn),
bukan untuk menguntungkan komunitas tertentu saja. Semangat yang demikian ini
dapat mewujudkan hubungan sosial yang egaliter dan kooperatif.[15]
5. Dengan memaknai hikmah Ramadhan,
maka bulan Ramadhan bukan hanya dimaknai untuk sekedar berpuasa dari makan dan
minum, namun lebih dari itu untuk dijadikan sebagai momentum dalam memperbaiki
kualitas diri dan memperbaiki perilaku buruk menjadi baik. Itupun belum cukup,
pada bulan suci ini kita juga harus memperbaiki kualitas masyarakat, misalnya
ketika kita melihat kemiskinan, kita tidak cukup hanya merasakan namun juga
menghilangkannya. Kita tentu mengetahui bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia
masih cukup tinggi. Pada tahun 2009, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa
jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 32,53 juta (14,15 persen).[16] Melihat kondisi yang
demikian, maka pada bulan suci ini kita diharapkan bisa lebih empati dan
terdorong untuk ikut berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan misalnya
melalui shadaqah karena berdasarkan hadits Nabi bahwa shadaqah yang paling
utama adalah yang dilakukan pada bulan Ramadhan
Sesama Muslim
Bersaudara ?
Al quran sebagai dasar utama ummat
Islam dalam bertindak tentunya mengatur tentang bagaimana seorang muslim
berinteraksi dengan muslim lainnya. Demikian dengan al Hadits (as Sunnah).
Interaksi antar muslim adalah berdasar rasa ukhuwah (persaudaraan). Ukhuwah ini
terlahir harus karena cinta kepada Allah dan RasulNya. Orang muslim karena
imannya tidak mencintai ketika ia harus mencintai melainkan karena Allah
Ta’ala, dan tidak membenci ketika ia harus membenci melainkan karena Allah
Ta’ala dan RasulNya, karena ia tidak mencintai kecuali apa yang dicintai Allah
Ta’ala dan RasulNya, dan ia tidak membenci kecuali apa yang dibenci Allah Ta’ala
dan RasulNya.
Ayat yang menjelaskan ukhuwah adalah
dijelaskan pada Quran Surat Al Hujurat ayat ke 13, yang artinya; sesungguhnya
sesama muslim adalah bersaudara. Begitulah Al Quran mengatur interaksi antar
muslim. Dimana, setiap muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara.
Sehingga, hubungan tersebut kian mendekatkan antar muslim, tanpa dibatasi
letak, ruang dan waktu. Muslim Palestina adalah saudara muslim dunia lainnya.
Begitu juga, muslim Indonesia adalah saudara muslim dunia lainnya. Mereka selaiknya
saling tolong dan membantu. Ayat lainnya adalah “sesama muslim adalah laiknya
sebuah bangunan, saling menguatkan antar elemen.” (Ash Shaaf:2-3)
Sementara dalam al Hadits, banyak
diterangkan perihal ukhuwah, silaturahim. Salah satu diantaranya adalah
“Sesungguhnya Allah berfirman; kecintaanKu berhak dimiliki orang-orang yang
saling berkunjung karenaKu. KecintaanKu berhak dimiliki orang-orang yang saling
menonolong karenaKu (HR. Ahmad dan Al Hakim). Hadits lainnya berbunyi; “Orang
muslim tidak halal mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Keduanya
bertemu, salah satunya berpaling dan orang satunya juga berpaling. Orang
terbaik di antara keduanya ialah orang yang memulai mengucapkan salam” (HR
Muttafaq Alaih).
Perbedaan Pemahaman dalam
Islam ?
Di dalam Islam kita mengenal adanya mazhab, seperti
Mazhab Maliki, Hanafi, dan Syafi’i. Sebenarnya timbulnya mazhab di tengah umat
ini karena terjadinya perbedaan pendapat atau ijtihad di kalangan para ulama.
Perbedaan pendapat ini hanya seputar masalah furu’ (cabang) dalam fiqh,
bukan dalam masalah ushul (pokok atau prinsip). Mereka sepakat dan sependapat
dalam masalah prinsip seperti aqidah, ibadah mahdhah (khusus) yang hanya
ditujukan pada Alla Azza wa Jalla.
Adapun sebab-sebab perbedaan itu sendiri muncul
karena:
- Keadaan bahasa Arab yang memungkinkan adanya kalimat musytarak, yaitu satu kalimat tetapi mempunyai arti lebih dari satu. Adanya kalimat majaz atau bukan arti sebenarnya. Dan inilah yang menyebabkan beda penafsiran dalam masalah fiqh. Kata guru misalnya dalam Al-Baqarah: 282, dapat diartikan suci –menurut Imam Syafi’i–, dan haid, menurut Imam Ahmad bin Hambal. Atau kata “nikah” dalam An-Nisa’: 22, dalam bahasa Arab bisa diartikan “dham” atau menghimpit dan arti kiasan tersebut ada dua: aqad nikah (Imam Syafi’i) dan setubuh (Imam Abu Hanifah).
- Keadaan periwayatan hadits, yaitu tingkat keshahihan hadits yang dijadikan rujukan. Para Imam Mujtahid sepakat untuk mengikuti hadits yang telah diakui keshahihannya dan segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah. Nah, adanya hadits dhaif (lemah), hadits maudhu (palsu) atau berbagai tingkat klasifikasi hadits itulah yang memicu perbedaan pengambilan dasar hukum. Namun secara sadar dan perwira para ulama sepakat menjadikan yang paling shahih sebagai argumennya seperti dikatakan Imam Syafi’i, “bila kamu menjumpai hadits shahih, maka itulah mazhabku…”
Menyikapi Perbedaan dalam Islam ?
Setelah memahami jauh tentang perbedaan tersebut,
sebagai umat Islam yang satu, saudara seiman dan seaqidah, seperjuangan, maka
kita mestinya memiliki sikap dewasa agar perbedaan furu’iyah tersebut
tidak memicu perpecahan, yaitu dengan:
- Kita wajib memandang perbedaan dalam masalah fiqh dengan cara pandang Ilmu salaf (terdahulu) yang shahih, dan memperlakukannya sebagai hal yang wajar terjadi.
- Tidak boleh menyalahkan dan mengingkari orang lain yang berbeda pendapat (mazhab), sebab tidak ada kemungkaran dalam masalah ijtihadiyah.
- Perbedaan dalam fiqhiyah atau ijtihadiyah tidak boleh mengeruhkan sendi-sendi ukhuwah Islamiyah.
- Kita bekerja sama dan tolong menolong dalam hal-hal yang kita sepakati, dan kita saling toleran dalam masalah khilafiyah, yang ada perbedaan pendapat di dalamnya.
Sumber Pustaka:
[6] M. Quraish Shihab. 2001. Wawasan
Al-Qur’an. Bandung. Penerbit Mizan. Hlm. 486.
[15] Ruslan, dikutip dalam Abdul
Qadir Shaleh. 2003. Agama Kekerasan. Yogyakarta. Prismasophie. Hlm. 129.
[16] Badan Pusat Statistik. “Profil
Kemiskinan di Indonesia Maret 2009”. Berita Resmi Statistik No. 43/07/Th. XII,
1 Juli 2009. Hlm. 1.
Sumber:1.http://alislamiyah.uii.ac.id
2.http://ramadhanmulia.blogspot.com
JAKARTA 8/6/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar