MEMAKNAI PUASA ?
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Seluruh
amal manusia dilipatgandakan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh hingga tujuh
ratus kali lipat. Allah U berkata : “Kecuali amalan Shaum. Sesungguhnya dia
hanya untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Dia meninggalkan syahwat dan
makannya ikhlash karena Aku.” [Muslim]
(( وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ))
“Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena dorongan iman dan mengharap (pahala) maka pasti Allah
ampuni dosa-dosanya yang telah lalu . [Muttafaqun ‘alaihi]
Muqaddimah
Puasa dalam bahasa Al-Qur’an adalah Al-Shiyam, yang makna generiknya
adalah Al-Imsak yang artinya “
menahan “. Secara istilah, puasa diartikan sebagai “menahan makan dan minum
serta sesuatu yang merusaknya mulai fajar hingga terbenam matahari”. Pengertian
ini secara materil, kita yang berpuasa dilarang melakukan perbuatan yang secara
materil berhubungan aktifitas kebendaan seperti makan, minum dan berhubungan
badan (seksualitas). Tetapi makna tersebut sesungguhnya hanya pada wilayah
kebendaan yang bersifat memberikan kepuasan yang bersifat fisik semata secara
mikro. Sedangkan Al-Shiyam secara makro diartikan sebagai upaya menahan diri
dari hal yang membatalkan secara kebendaan, maupun hala-hal yang merusaknya
secara spiritual seperti perkataan kotor, perbuatan terlarang, dusta, pandir,
jahil dengan seluruh kawan-kawannya, berikut melakukan amalan-amalan wajib dan
sunnat yang berkaitan dengannya. Pengertian Shiyam seperti inilah yang dikehendaki
oleh Allah SWT, sehingga kepada orang-orang beriman dipanggil untuk
melakukannya (Al-Shiyam) sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah; 183.
Sudah pasti orang-orang beriman yang melakukan shiyam seperti tersebut diatas
menjadi manusia beriman yang muttaqin sebagai tujuan diwajibkannya shiyam.
Makna Shaum ?
Secara lughowi (bahasa) Ash-Shaum (الصَّوْمُ) bermakna (الإِمْسَاكُ) yang artinya menahan.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ‘Azza
wa Jalla :
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ
الْيَوْمَ إِنسِيًّا
“Sesungguhnya aku telah bernadzar shaum untuk
Ar-Rahman, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini” [Maryam :
26]
Shahabat Anas bin Malik dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhu berkata : صَوْمًا maknanya
adalah صَمْتًا yaitu menahan diri dari
berbicara.
‘Ibarah
(ungkapan) para ‘ulama berbeda dalam mendefinisikan ash-shaum secara tinjauan
syar’i, yang masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Sehingga kami
pun sampai pada kesimpulan bahwa definisi ash-shaum secara syar`i adalah :
إِمْسَاكُ الْمُكَلَّفِ عَنِ اْلمُفَطِّرَاتِ بِنِيَّةِ التَّعَبُّدِ للهِ مِنْ طُلُوعِ اْلفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ
Usaha
seorang mukallaf untuk menahan diri dari berbagai pembatal ash-shaum disertai
dengan niat beribadah kepada Allah,
dimulai sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Seputar Puasa ?
1. Hukum shaum.
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa saja
yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan seraya mengharap keridhaan Allah
maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR al-Bukhari, an-Nasa’i, Ibn Majah, Ahmad dan Ibn Hibban).
Adapun shaum sunnah di antaranya: shaum
dawud, shaum tiga hari dalam satu bulan (shaum tanggal 13, 14, 15 tiap bulan
atau puasa tiga hari Senin dan Kamis), shaum Senin-Kamis, shaum pada
bulan-bulan haram (Rajab, Dzulqa’idah, Dzulhijjah dan Muharam), shaum enam hari
padai bulan Syawal, shaum Hari Arafah, shaum Asyura (tanggal 10 Muharam), shaum
di bulan Sya’ban.
مَنْ لَمْ
يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Siapa saja
yang tidak membulatkan tekad (berniat) untuk berpuasa sebelum terbit fajar maka
tidak ada puasa bagi dirinya (HR Ibn
Khuzaimah, Abu Dawud, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi).
At-Tirmidzi berkomentar: makna hadis ini menurut ahlul ‘ilmi adalah tidak ada puasa bagi orang yang tidak membulatkan tekad untuk berpuasa sebelum terbit fajar pada Ramadhan, atau pada puasa meng-qadha’ Ramadhan atau pada puasa nadzar. Jika ia tidak berniat pada malam harinya maka ia tidak mendapat pahala. Adapun shaum sunnah maka boleh seseorang berniat setelah subuh dan itu adalah pendapat asy-Syafii, Ahmad dan Ishaq.
3. Berpuasa dan berbuka Ramadhan karena melihat Hilal.
At-Tirmidzi berkomentar: makna hadis ini menurut ahlul ‘ilmi adalah tidak ada puasa bagi orang yang tidak membulatkan tekad untuk berpuasa sebelum terbit fajar pada Ramadhan, atau pada puasa meng-qadha’ Ramadhan atau pada puasa nadzar. Jika ia tidak berniat pada malam harinya maka ia tidak mendapat pahala. Adapun shaum sunnah maka boleh seseorang berniat setelah subuh dan itu adalah pendapat asy-Syafii, Ahmad dan Ishaq.
3. Berpuasa dan berbuka Ramadhan karena melihat Hilal.
صُوْمُوْا
لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّىَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ
فَعُدُّوْا ثَلاَثِيْنَ
Berpuasa
kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal. Jika hilal itu
tertutup atas kalian maka genapkan bulan tiga puluh hari (HR Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ahmad dan
ad-Darimi).
Menetapkan adanya hilal cukup dengan kesaksian satu orang Muslim yang adil. Ibn Abbas berkata, “Seorang Arab badui pernah datang kepada Nabi saw., lalu ia berkata, “Aku melihat hilal tadi malam.” Nabi bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya?” Dia menjawab, “Ya, benar.” Nabi kemudian bersabda, “Fulan, berdirilah dan umumkan kepada orang-orang agar berpuasa besok.” (HR Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban).
Menetapkan adanya hilal cukup dengan kesaksian satu orang Muslim yang adil. Ibn Abbas berkata, “Seorang Arab badui pernah datang kepada Nabi saw., lalu ia berkata, “Aku melihat hilal tadi malam.” Nabi bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya?” Dia menjawab, “Ya, benar.” Nabi kemudian bersabda, “Fulan, berdirilah dan umumkan kepada orang-orang agar berpuasa besok.” (HR Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban).
تَرَاءَى
النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنِّى رَأَيْتُهُ، فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِالصِّيَامِ
Orang-orang
berusaha melihat hilal. Lalu aku memberitahu Rasulullah saw. bahwa aku melihat
hilal itu. Kemudian beliau pun berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk
berpuasa (HR Abu
Dawud, ad-Darimi, al-Baihaqi, Ibn Hibban dan al-Hakim).
4. Rukhshah
untuk tidak shaum Ramadhan.
رَخَّصَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْحُبْلَى الَّتِى تَخَافُ عَلَى
نَفْسِهَا أَنْ تُفْطِرَ وَلِلْمَرْضِعِ الَّتِى تَخَافُ عَلَى وَلَدِهَا
Rasulullah
saw. telah memberi rukhshah untuk wanita hamil yang khawatir atas dirinya untuk
berbuka dan untuk wanita menyusui yang khawatir atas anaknya (HR Ibn Majah dan Ibn Adi).
Orang yang sedang safar dan sakit
juga boleh tidak shaum, tetapi juga harus meng-qadha’-nya pada waktu lain.
Adapun orang yang sama sekali tidak mampu shaum, misalnya, karena tua-renta,
sakit-sakitan, dsb, boleh tidak shaum dan cukup membayar fidyah.
5. Yang
membatalkan shaum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar