MENGHITUNG ZAKAT PROFESI ?
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik…” (QS Al Baqarah [2]:267)
وَفِى
أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ
“Dan pada
harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang menahan diri (daripada meminta).” (QS Adz
Dzariyat [51]:19)
Muqaddimah
MENGAPA
harus berzakat? Selain sarana membersihkan harta, nilai sosial adalah hal yang
nampak begitu jelas pada rukun Islam yang satu ini. Pengamalan dan pemaknaan
terhadap zakat dapat mencerminkan kepedulian seorang muslim pada sesama.
Mengenai
sasarannya, zakat pun begitu sangat jelas, yaitu menolong para mustahiq. Dengan
pemberian tersebut, tentu kualitas hidup mereka akan meningkat. Hal ini
menandakan bahwa Islam ternyata mengatur bagaimana seorang muslim dapat hidup
secara seimbang, yaitu memerhatikan aspek hubungan dengan Allah maupun dengan
manusia lainnya.
Dalam kitab
fiqih kontemporer zakat pendapatan/penghasilan lebih dikenal sebagai zakat
profesi. Menurut Dr. Yusuf Qordhowi dalam Fiqhu az-Zakat, zakat profesi adalah
pendapatan berupa gaji/upah yang diperolehnya berdasar profesinya. Baik itu
dokter, pegawai negeri, konsultan, notaris, kontraktor, sekretaris, manajer,
direktur, guru, karyawan dan lain sebagainya.
“Pungutlah
zakat dari kekayaan mereka, berarti kau membersihkan dan mensucikan mereka
dengan zakat itu, kemudian doakanlah mereka, doamu itu sungguh memberikan
kedamaian buat mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah :
103)
Zakat
profesi pun bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali, atau berapa
bulan sekali, terserah. Yang jelas, jika ditotal setahun besar zakat yang
dikeluarkan akan sama. Namun ingat, ia baru wajib mengeluarkan jika
penghasilannya, seandainya ditotal setahun setelah dikurangi
kebutuhan-kebutuhannya selama setahun melebihi nisab. Jika tidak, tidak wajib
zakat.
Zakat Profesi ?
Zakat penghasilan atau zakat profesi
(al-mal al-mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau
keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama
dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang
memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). Contohmya adalah pejabat,
pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman
dan sejenisnya.
Hukum zakat penghasilan berbeda
pendapat antar ulama fiqh. Mayoritas ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki,
Hambali dan Syafii) tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima
kecuali sudah mencapai nisab dan sudah sampai setahun (haul), namun para ulama
mutaakhirin seperti Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Muhammad Abu Zahro, Syekh
Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qardlowi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, hasil
kajian majma' fiqh dan fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 menegaskan bahwa zakat
penghasilan itu hukumnya wajib.
Hal ini mengacu
pada pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Masud dan Mu'awiyah), Tabiin (
Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul) juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan
beberpa ulama fiqh lainnya. (Al-fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, 2/866)
Juga berdasarkan firman Allah SWT:
"... Ambilah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." ( QS. At-Taubah 9:103) dan
firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman! nafkahkanlah sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik..." ( QS. Al-Baqarah. 2:267)
Juga berdasarkan
sebuah hadits shahih riwayat Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Keluarkanlah olehmu sekalian zakat dari harta kamu sekalian," dan
hadits dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda: "Sedekah hanyalah
dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. tangan atas lebih baik daripada tangan
dibawah. mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung
jawabmu." ( HR.
Ahmad)
Dan juga bisa
dijadikan bahan pertimbangan apa yang dijelaskan oleh penulis terkenal dari
Mesir, Muhammad Ghazali dalam bukunya Al-Islam wal Audl' Aliqtishadiya:
"Sangat tidak logik kalau tidak mewajibkan zakat kepada kalangan profesional
seperti dokter yang penghasilannya sebulan bisa melebihi penghasilan petani
setahun."
Jika kita mengikuti pendapat ulama
yang mewajibkan zakat penghasilan, lalu bagaimana cara mengeluarkannya?
Dikeluarkan penghasilan kotor (bruto)
atau penghasilan bersih (neto)? Ada tiga wacana tentang bruto atau neto seperti
berikut ini.
Bruto atau Neto
Dalam buku fiqh zakat karya DR Yusuf
Qaradlawi. bab zakat profesi dan penghasilan,
dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita
klasifikasi ada tiga wacana:
1. Pengeluaran brotto, yaitu
mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai
nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika
menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan
lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti
dikeluarkan langsung 2,5 dari 2 juta tiap buan = 50 ribu atau dibayar di akhir
tahun = 600 ribu.
Hal ini juga
berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan 'Auza'i, beliau menjelaskan: "Bila
seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib
zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu
dari membelanjakannya" (Ibnu Abi Syaibah, Al-mushannif, 4/30). Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung
dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma'dzan
dan rikaz.
2. Dipotong oprasional kerja, yaitu
setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong
dahulu dengan biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2
juta rupiah sebulan, dikurangi biaya
transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu, sisanya
1.500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari 1.500.000= 37.500,-
Hal ini dianalogikan dengan zakat
hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu
baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho' dan
lain-lain dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang
diairi dengan hujan yaitu 10% dan
melalui irigasi 5%.
3. Pengeluaran
neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai
nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan,
hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperlua dirinya, keluarga dan yang
menjadi tanggungannya. Jika
penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib
zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nisab ya tidak wajib zakat, karena dia
bukan termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang
yang berhak menerima zakat)karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya
penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini
berdasarkan hadits riwayat imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah
SAW bersabda: ".... dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari
kelebihan kebutuhan...". (lihat: DR Yusuf Al-Qaradlawi.
Fiqh Zakat, 486)
Waktu Pengeluaran ?
Berikut
adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat
profesi:
1.
Pendapat As-Syafi’i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung
dari kekayaan itu didapat
2.
Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul
Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu
diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau
sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
3. Pendapat
ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat
dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan
dengan zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama
pengendapan harta)
Kadar Zakat?
Penghasilan
profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan
tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat
profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh
penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah:
“Bila
engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya
setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan Al-Baihaqi).
Menurut
Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
1.
Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara
langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil
bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan
penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5%
X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2.
Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah
dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka
yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp
1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap
bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X
(1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
[ra/islampos/wikipedia]
Ikhtitam
Kesimpulan, seorang yang mendapatkan
penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5
%, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat
dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini
lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tapi tidak
dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga
penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat itu ta’bbudi (pengabdian kepada Allah SWT)
bukan hanya sekedar hak mustahiq. Tapi ada juga sebagian pendapat ulama
membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya oprasional kerja
atau kebutuhan pokok sehari-hari.
Sumber:1.https://www.islampos.com
2.http://www.krakatausteel.com
Jakarta 30/6/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar