BACA AL-QUR’AN DENGAN
LANGGAM JAWA ?
Muqaddimah
Sebagai
kitab suci umat Islam, bacaan Alquran harus benar-benar mencerminkan kesucian
serta makna isinya sebagai wahyu dari Allah SWT.
“Membaca Alquran tidak sama dengan membaca Bahasa Arab. Ada tajwidnya dan makharizul huruf yang tidak bisa ditawar. Ha, ya ha, nggak boleh jadi kha, a, ya a, nggak boleh jadi o,” kata Ketua PP Muhammadiyah Prof. Yunahar Ilyas seperti dimuat ROL (17/5).
Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
“Membaca Alquran tidak sama dengan membaca Bahasa Arab. Ada tajwidnya dan makharizul huruf yang tidak bisa ditawar. Ha, ya ha, nggak boleh jadi kha, a, ya a, nggak boleh jadi o,” kata Ketua PP Muhammadiyah Prof. Yunahar Ilyas seperti dimuat ROL (17/5).
Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
Hukum Langgam Jawa DLL ?
*Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj setuju
dengan bacaan Alquran dengan memakai langgam jawa, asalkan tidak
menyalahi aturan bacaan Alquran tajwid, mad, panjang pendeknya benar,
pengucapan hurufnya (makhraj) benar, maka tidak menjadi masalah. “Selain itu yang terpenting adalah menata
niat untuk tidak riya’ dan tidak untuk maksiat,” ujarnya
*Ketua Umum
PP JQH NU, DR KH Muhaimin Zain mengatakan membaca Alquran dengan memakai
langgam jawa atau langgam lainya selama tidak keluar dari aturan tajwid,
mahkrajnya tidak keliru dan tidak berubah maknanya, maka boleh-boleh saja
(sah). “Tapi kalau cara membacaanya sudah keluar dari aturan tajwid dan
maknanya berubah otomatis tidak boleh dan haram hukumnya,” ujarnya
Ia
beralasan, karena mengubah satu kalimat huruf dalam Alquran sama dengan
mengubah makna Alquran . Apalagi dengan disengaja, jelas-jelas dilarang dan
dosa hukumnya. “Jadi ngak boleh mengubah mahraj Alquran , apalagi hurufnya ,”
ungkapnya
Catatan
lainnya, kata Muhaimin Zain, dalam melantukan ayat suci Alquran memakai
langgam Jawa tidak satupun ayat atau huruf di dalam Alquran yang keliru
dan berubah. Kalau sampai berubah tentu tidak dibenarkan. “Tidak mendapat
pahala justru mendapat dosa,” ujarnya
*Rais Majelis
Ilmi JQH NU, KH Akhsin Sakho Muhammad menjelaskan, cara membaca Alquran yang
mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil
shahih yang melarang hal demikian.
Hanya saja,
dia melanjutkan, dirinya belum pernah mendengar //jawabul jawab// di dalam
langgam Cina, atau pun di Indonesia. Tetapi jika sekadar langgam Jawa,
Sumatera, Sunda, Melayu, dan lainnya, itu sah saja selama memperhatikan hukum
bacaan semestinya. “Itu kreativitas budayanya,” kata dia.
Lebih lanjut
ia mengungkapkan, saat ini masyarakat Indonesia hanya mengenal satu pintu dalam
mendengarkan cara melantunkan Alquran. Seluruhnya terangkum dalam tujuh varian
lagu Alquran, yakni Bayyati, Shaba, Nahawand, Hijaz, Rost, Sika, dan Jiharka.
Sejarah
pelantunan Alquran dengan lagu tersebut berasal dari Iran. Banyak orang Arab
yang mempelajarinya ke Persia, Iran. Meskipun ada 40 jenis cara membaca
Alquran, tapi yang dinilai layak hanya tujuh ini. “Tingkatan dan variasi
nadanya berbeda-beda.”” ungkapnya.
Polemik ini
mengemuka saat Muhammad Yasser Arafat melantunkan Surah An-Najm 1-15 dengan
cengkok atau langgam Jawa. pada peringatan Isra Miraj di Istana Negara, Jumat
(15/5) lalu. Acara itu dihadiri Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman
Hakim, beberapa pejabat, dan sejumlah duta besar negara Arab.
Menurut mantan ketua umum Muhammadiyah tersebut, yang dilarang dalam Islam adalah mempermainkan isi Al-Quran. Jika hanya membaca Al Quran dengan langgam lokal tak pernah dipermasalahkan.
*"Jadi jangan reaksioner, pikir positif, kalau tidak baik coba dijelaskan apa alasannya," tegas Buya.
Sebelumnya, pakar pengajaran Al-Quran dari Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia, Ahmad Annuri menuduh pemerintah melakukan liberalisasi agama Islam.
*Menurut Ahmad, cara membaca Al-Quran seperti di Istana Negara itu tidak boleh terjadi lagi dan harus dihentikan. Sebab, kata dia, hal itu kakalluf atau memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim untuk baca Al-Quran, dan yang paling fatal ketika ada kesalahan niat.
"Yaitu merasa perlu menonjolkan citra rasa lagu ke-Nusantara-an atau keindonesiaan dalam membaca Al-Quran," kata Ahmad
Menurut Ahmad Annuri, langkah itu membangun sikap hubbul wathoniyyah yang salah, seolah bahwa lagu Nusantara untuk membaca Quran adalah sesuatu yang layak dan sah-sah saja. Cara membaca Al-Quran seperti itu, kata dia, akan merusak kelaziman.
Dia pun bertanya, andaikata lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' saat acara kenegaraan dinyanyikan dengan langgam Jawa atau suku yang lain? "Apakah orang Indonesia terima?." Contoh lain, ujar dia, bagaimana jika imam salat membaca Al-Fatihah dengan langgam Jawa? Jadi, dia menegaskan, pembacaan Quran dengan langgam etnis lokal lebih besar mudarat daripada manfaatnya.
Menurut mantan ketua umum Muhammadiyah tersebut, yang dilarang dalam Islam adalah mempermainkan isi Al-Quran. Jika hanya membaca Al Quran dengan langgam lokal tak pernah dipermasalahkan.
*"Jadi jangan reaksioner, pikir positif, kalau tidak baik coba dijelaskan apa alasannya," tegas Buya.
Sebelumnya, pakar pengajaran Al-Quran dari Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia, Ahmad Annuri menuduh pemerintah melakukan liberalisasi agama Islam.
*Menurut Ahmad, cara membaca Al-Quran seperti di Istana Negara itu tidak boleh terjadi lagi dan harus dihentikan. Sebab, kata dia, hal itu kakalluf atau memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim untuk baca Al-Quran, dan yang paling fatal ketika ada kesalahan niat.
"Yaitu merasa perlu menonjolkan citra rasa lagu ke-Nusantara-an atau keindonesiaan dalam membaca Al-Quran," kata Ahmad
Menurut Ahmad Annuri, langkah itu membangun sikap hubbul wathoniyyah yang salah, seolah bahwa lagu Nusantara untuk membaca Quran adalah sesuatu yang layak dan sah-sah saja. Cara membaca Al-Quran seperti itu, kata dia, akan merusak kelaziman.
Dia pun bertanya, andaikata lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' saat acara kenegaraan dinyanyikan dengan langgam Jawa atau suku yang lain? "Apakah orang Indonesia terima?." Contoh lain, ujar dia, bagaimana jika imam salat membaca Al-Fatihah dengan langgam Jawa? Jadi, dia menegaskan, pembacaan Quran dengan langgam etnis lokal lebih besar mudarat daripada manfaatnya.
*Ketua Umum Pemimim Pusat (PP) Muhamadiyah,
Din Syamsuddin berharap langgam Jawa dalam membaca Alquran tidak menjadi isu
kontroversial yang menimbulkan pro kontra berlebihan.
Meski tidak
ada larangannya, Din mengimbau agar pemerintah tidak berpretensi terhadap
langgam daerah sebagai pilihan bangsa Indonesia. "Hal itu memecah belah
kita, kita sudah punya banyak masalah," kata Din saat ditemui Republika, Kamis(21/5).
Meski demikian, Din menjelaskan, kriteria dalam membaca Alquran harus sesuai dengan tajwid serta mahrajnya sehingga huruf dapat benar panjang dan pendeknya. Hal itu, jelas Din, demi mencegah perubahan arti ketika membacakannya. "Jangan sampai pelanggaman itu merubah arti itu menjadi fatal," ujar Din.
*Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
“Nanti muncul juga kayaknya bacaan Alquran versi seriosa, ada versi dangdut, versi Melayu, versi rock. Itu kan bisa menghilangkan kesucian Alquran, bisa jadi orang lupa, ini nyanyi apa bacaan Alquran,” terang dia.
Meski demikian, Din menjelaskan, kriteria dalam membaca Alquran harus sesuai dengan tajwid serta mahrajnya sehingga huruf dapat benar panjang dan pendeknya. Hal itu, jelas Din, demi mencegah perubahan arti ketika membacakannya. "Jangan sampai pelanggaman itu merubah arti itu menjadi fatal," ujar Din.
*Yunahar tidak melarang pembacaan Alquran dengan nada langgam Jawa. Tetapi, kata dia, harus tetap mencerminkan bahwa yang dibaca itu Alquran. Jangan sampai,ujarnya, karena ingin memperkaya lagu, orang yang mendengar bacaan Alquran tersebut menjadi seperti mendengar nyanyian.
“Nanti muncul juga kayaknya bacaan Alquran versi seriosa, ada versi dangdut, versi Melayu, versi rock. Itu kan bisa menghilangkan kesucian Alquran, bisa jadi orang lupa, ini nyanyi apa bacaan Alquran,” terang dia.
*Wakil
Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen mengungkapkan
membaca Alquran dengan menggunakan langgam Jawa di Istana Negara, telah
mempermalukan Indonesia di kancah internasional. Tengku merasa banyak
kesalahan, baik dari segi tajwid, fashohah, dan lagunya.
Menurutnya,
pembacaan ayat-ayat Alquran dengan menggunakan langgam Jawa adalah hal konyol.
Menurutnya, dalam Alquran sudah dijelaskan kitab suci itu diturunkan dengan
huruf dan bahasa Arab asli.
Jadi membacanya juga mesti sesuai pada saat Alquran diturunkan ke bumi. “Ibadah itu sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya. Dalam Alquran dijelaskan bahwa Alquran itu diturunkan dalam lisan Arab asli. Nabi juga mengatakan Alquran untuk dialek Quraisy, jadi membacanya harus dengan cara bagaimana Alquran itu diturunkan,” papar Tengku seperti dilansir ROL (17/5).
Jadi membacanya juga mesti sesuai pada saat Alquran diturunkan ke bumi. “Ibadah itu sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya. Dalam Alquran dijelaskan bahwa Alquran itu diturunkan dalam lisan Arab asli. Nabi juga mengatakan Alquran untuk dialek Quraisy, jadi membacanya harus dengan cara bagaimana Alquran itu diturunkan,” papar Tengku seperti dilansir ROL (17/5).
Sumber:1.http://politik.rmol.co 2.http://www.eramuslim.com
3.http://khazanah.republika.co.id
Jakarta 25/6/2015
Terimah kasih ilmunya,
BalasHapusBisa menambah wawasan....
oia salam kenal
dari
Pedagang Al Quran Readpen PQ15