PUASA
MENYEHATKAN JASMANI DAN RUHANI ?
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai
orang-orang yang beriman telah diwajibkan berpuasa atas kalian sebagaimana
telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian agar kalian bertakwa. (Al
Baqarah: 183)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
Bulan Ramadhan yang
telah diturunkan di dalamnya Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
sebagai penjelas dari petunjuk dan pembeda. (Al Baqarah: 185)
Muqaddimah
Di penghujung bulan Sya’ban, Rasulullah Saw
menyampaikan sebuah khutbah seputar keutamaan dan keagungan Ramadhan dan beliau
bersabda, “Wahai hamba Tuhan! Sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah
dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi
Allah. Hari-harinya merupakan paling utamanya hari, malam-malamnya adalah
paling utamanya malam, dan detik-detiknya termasuk paling utamanya detik.
Inilah bulan ketika kalian diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya.
Di bulan ini, nafas kalian dihitung sebagai tasbih, tidur kalian ibadah, amal
kalian diterima, dan doa kalian diijabah. Bermohonlah kepada Allah Tuhan kalian
dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Dia membimbing kalian untuk
menunaikan puasa dan membaca kitab-Nya. Celakalah orang yang tidak mendapat
ampunan Allah di bulan yang agung ini.”
Ramadhan adalah bulan penyucian diri, bulan
pembersih jiwa dan batin, bulan untuk melepas diri dari cengkraman syaitan dan
hawa nafsu, bulan untuk bertasbih, dan bulan untuk kembali ke jalan Allah Swt.
Bulan ini merupakan kombinasi dari kemudahan dan kesulitan. Dari satu sisi,
manusia harus berjuang menahan rasa lapar dan haus, memerangi hawa nafsu,
menjaga tutur kata, dan menghindari banyak makan. Dari sisi lain, mereka
merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, menghirup aroma wangi pengampunan,
dan menyirami diri dengan pancaran rahmat Tuhan.
Manusia Mulia dalam Pandangan
Ar-Razi ?
Demikian kutipan artikel Dr. Syamsuddin Arif
tentang makna dan tujuan puasa Ramadhan yang begitu mulia. Pada edisi yang
sama, Jurnal Islamia-Republika juga menurunkan artikel Adnin Armas, Direktur
Eksekutif Insists, yang berjudul “Ar-Razi dan Konsep Manusia Mulia”. Artikel
ini sangat penting untuk kita baca dan renungkan. Kata Fakhruddin Ar-Razi:
“Manusia mulia adalah manusia yang mengutamakan wahyu Allah dan akalnya
dibanding mengikuti hawa nafsunya.” (Dikutip dari karya ar-Razi: Kitab an-Nafs
wa ar-Ruh wa as-Syarh Quwahuma; Buku Mengenai Jiwa dan Ruh dan Komentar
Terhadap Kedua Potensinya).
Fakhruddin ar-Razi adalah seorang
ulama-intelek yang berwibawa (m. 610 H/ 1210 M). Ia menulis ratusan kitab dalam
bidang Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, Fisika, Filsafat, dan sebagainya. Menurut
ar-Razi, manusia memiliki hawa nafsu dan tabiat yang selalu berusaha
menggiringnya untuk memiliki sifat-sifat buruk. Tapi, jika manusia lebih
mengutamakan bimbingan wahyu Allah dan akal dibanding hawa nafsunya, maka ia
akan jadi mulia. Bahkan, manusia bisa lebih mulia dari malaikat. Mengapa?
Malaikat selalu bertasbih karena tidak memiliki hawa nafsu, sementara manusia
harus berjuang melawan hawa nafsunya. Demikian pendapat Fakhruddin ar-Razi.
Bagi Fakhruddin ar-Razi, kebahagiaan jiwa
atau kenikmatan ruhani lebih tinggi martabatnya dibanding kebahagiaan fisik
atau kenikmatan jasmani, semisal kenikamatan makanan, seks dan hasrat memiliki
materi.
Ar-Razi, seperti dikutip Adin Armas,
mengemukakan beberapa argumentasi. Di antaranya adalah sebagai berikut:
(1) Jika kebahagiaan manusia terkait dengan
hawa nafsu dan mengikuti amarah, maka hewan-hewan tertentu — yang amarah dan
nafsunya lebih hebat — akan lebih tinggi martabatnya dibanding manusia. Singa
lebih kuat nafsu amarahnya dibanding manusia; burung yang lebih kuat daya seksualnya
ketimbang manusia. Tapi, faktanya, singa dan burung tidak lebih mulia dari
nmanusia.
(2) Jika makanan atau seksualitas menjadi sebab diraihnya kebahagiaan dan kesempurnaan, maka seseorang yang makan terus menerus akan menjadi manusia paling sempurna atau paling bahagia. Tapi, seorang yang makan terus menerus dalam jumlah berlebihan, justru akan membahayakan dirinya. Jadi, sebenarnya makan adalah sekadar untuk memenuhi kebutuhan jasmani, bukan menjadi penyebab pada kebahagiaan atau pun kesempurnaan manusia.
(3) Kenikmatan jasmani sejatinya bukanlah kenikmatan yang sebenarnya. Seseorang yang sangat lapar, akan segera merasakan nikmat yang tinggi jika ia segera makan. Sebaliknya, seseorang yang sedikit laparnya, sedikit pula rasa nikmatnya ketika ia makan. Seseorang merasakan kenikmatan berpakaian saat ia merasa terlindung dari rasa dingin dan panas. Ini menunjukkan, nikmat jasmani bukanlah kenikmatan yang sesungguhnya. Jiwanyalah yang merasakan kebahagiaan; dan kebahagiaan jiwa bukanlah kenikmatan jasmani.
(4) Hewan yang kerjanya hanya makan dan minum serta malas untuk berlatih, maka ia akan dijual murah. Sebaliknya, hewan yang makan dan minum serta mau berlatih keras, maka akan dijual dengan harga yang tinggi. Kuda yang ramping, berlari kencang, lebih mahal harganya dibanding kuda yang gemuk dan malas untuk berjalan. Jika kuda yang berlatih dihargai lebih mahal, apalagi kepada makhluk hidup yang berakal. Jika manusia berlatih, berkerja dan melakukan kebajikan, pasti lebih tinggi nilainya.
(2) Jika makanan atau seksualitas menjadi sebab diraihnya kebahagiaan dan kesempurnaan, maka seseorang yang makan terus menerus akan menjadi manusia paling sempurna atau paling bahagia. Tapi, seorang yang makan terus menerus dalam jumlah berlebihan, justru akan membahayakan dirinya. Jadi, sebenarnya makan adalah sekadar untuk memenuhi kebutuhan jasmani, bukan menjadi penyebab pada kebahagiaan atau pun kesempurnaan manusia.
(3) Kenikmatan jasmani sejatinya bukanlah kenikmatan yang sebenarnya. Seseorang yang sangat lapar, akan segera merasakan nikmat yang tinggi jika ia segera makan. Sebaliknya, seseorang yang sedikit laparnya, sedikit pula rasa nikmatnya ketika ia makan. Seseorang merasakan kenikmatan berpakaian saat ia merasa terlindung dari rasa dingin dan panas. Ini menunjukkan, nikmat jasmani bukanlah kenikmatan yang sesungguhnya. Jiwanyalah yang merasakan kebahagiaan; dan kebahagiaan jiwa bukanlah kenikmatan jasmani.
(4) Hewan yang kerjanya hanya makan dan minum serta malas untuk berlatih, maka ia akan dijual murah. Sebaliknya, hewan yang makan dan minum serta mau berlatih keras, maka akan dijual dengan harga yang tinggi. Kuda yang ramping, berlari kencang, lebih mahal harganya dibanding kuda yang gemuk dan malas untuk berjalan. Jika kuda yang berlatih dihargai lebih mahal, apalagi kepada makhluk hidup yang berakal. Jika manusia berlatih, berkerja dan melakukan kebajikan, pasti lebih tinggi nilainya.
Menurut Fakhruddin ar-Razi, jika manusia
hanya sibuk dengan kenikmatan jasmani, maka daya spiritualitasnya akan rendah
dan intelektualitasnya tertutup. Ia akan tetap diliputi dengan nafsu
kebinatangan, bukan dengan kemanusiaan. Padahal, esensi kemanusiaan yang
sebenarnya adalah menyibukkan diri kepada Allah, Yang Maha Agung, supaya ia
menyembah-Nya, mencintai-Nya dengan sepenuh jiwa raganya. Kesibukan dengan
kenikmatan duniawi akan menghalanginya dari beribadah dan mengingat-Nya. Cinta
kepada kenikmatan jasmani akan menghalanginya untuk meraih Cinta kepada Sang
Khalik.
Amalan Buat Pembersih Jiwa
Ada beberapa hal yang bisa kita amalkan agar hati kita senantiasa bersih
dan lembut dalam rangka siap mental spritual untuk menghadapi bulan Ramadhan.
1. banyak mengingat Allah dalam hati dan lisan. Dengan dzikr hati bisa
menjadi tentram, sehingga dapat dengan jernih melihat berbagai persoalan yang
dihadapi. Allah dalam Al-Qur'an Surat Ar-Ra'du (13) : 28 berfirman :
"yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram".
2. membaca Al-Qur'an dan menelusuri kandungannya. Alquran memperkenalkan
dirinya sebagai hudan li al-Nas (petunjuk bagi manusia). Inilah fungsi utama
kehadirannya. Dalam rangka penjelasan tentang fungsi Al-Qur'an ini, Allah
menegaskan: "kitab suci diturunkan untuk memberi putusan (jalan keluar)
terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia.
3. berbuat baik kepada anak-anak yatim dan faqir miskin. Inilah yang
dipesankan oleh Rasulullah SAW : "jika anda ingin melunakkan hati anda
maka sentuhlah kepala (sayangilah) anak yatim dan berilah makan orang
miskin". (HR. Ahmad)
4. banyak mengingat mati. Ketahuilah bahwa hati orang yang tenggelam dalam
urusan duniawi, mengejar kesia-siaannya, dan menghambakan cinta kepada
kenikmatannya yang palsu, akan lalai dari mengingat maut. Sikap lalai yang
dilakukan oleh orang banyak terhadap kematian adalah akibat kurangnya
perenungan dan ingatan terhadapnya. Allah Ta'ala berfirman : "katakanlah,
sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu
akan menemui kamu". (Q.S. Al-Jumu'ah (62): 8)
5. senantiasa instropeksi diri. Manusia yang baik adalah yang senantiasa
mengevaluasi amal yang sudah dikerjakannya pada masa lalu dalam rangka
kehati-hatian berbuat untuk peningkatan kualitas amalnya ke depan. Dalam
Al-Qur'an Surat al-Hasyar (59): 18 dijelaskan: " Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri mengevaluasi setiap
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerakan".
Sumber:1.http://keluargaumarfauzi.blogspot.com
2.http://www.hidayatullah.com
JAKARTA 23/6/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar