MENYANTUNI ANAK
YATIM
عَنْ
سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا ،
وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Artinya: Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dia berkata:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku dan orang yang mengurus
(menanggung) anak yatim (kedudukannya) di dalam surga seperti ini.” Beliau
mengisyaratkan dengan (kedua jarinya yaitu) telunjuk dan jari tengah serta agak
merenggangkan keduanya.” (HR. Imam
Al-Bukhari).
Muqaddimah
Siapakah
yang dimaksud dengan anak yatim? Apakah perbedaan antara anak yatim dan anak
piatu? Lalu bagaimana dengan anak yatim-piatu?
Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu” dab mashdar ” yatmu” yang berarti : sedih. Atau bermakana : sendiri.
Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu” dab mashdar ” yatmu” yang berarti : sedih. Atau bermakana : sendiri.
Adapun
menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang
ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut
yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah
hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari
Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan
seorang disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:
وكتبت تسألنى عن
اليتيم متى ينقطع عنه اسم اليتم ، وإنه لا ينقطع عنه اسم اليتم حتى يبلغ ويؤنس منه
رشد
( رواه مسلم )
( رواه مسلم )
Dan
kamu bertanya kepada saya tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim
itu, sesungguhnya predikat itu putus bila ia sudah baligh dan menjadi dewasa
Yang dimaksud
mengasuh anak Yatim ialah mencakup merawat n memeliharanya, menanggung biaya
hidup (makan, minum, n pakaian) dan pendidikannya, membimbingnya dengan
bimbingan islami dalam Hal aqidah (keyakinannya), ibadahnya, akhlak n
muamalahnya dengan sesama makhluk. Atau bila Tidak mampu membimbingnya sendiri (secara langsung)
karena keterbatasan ilmu agama, maka ia berupaya mengarahkan Dan
menyekolahkannya di lembaga-lembaga pendikan islami yg bisa dipercaya n
dipertanggung jawabkan kelurusan aqidah n pemahamannya thdp agama Islam, serta
kurikulum n sistem pendidikannya.
Anak Yatim dalam
ajaran Islam
Betapa
agungnya ajaran Islam, ajaran yang universal ini menempatkan anak yatim dalam
posisi yang sangat tinggi, Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan
melarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka.
Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan
tentang hal ini. Dalam surat Al-Ma’un misalnya, Allah swt berfirman:
((
أرأيت
الذي يكذب بالدين ، فذلك الذي يدع اليتيم ، ولا يحض على طعام المسكين ))
.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin ”
{QS. Al-ma’un : 1-3}
.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin ”
{QS. Al-ma’un : 1-3}
Orang
yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir
miskin, dicap sebagai pendusta Agama yang ancamannya berupa api neraka
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman :
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman :
((
فأما
اليتيم فلا تقهر ، وأما السا ئـل فلا تنهر
))
“Maka
terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan
terhadap pengemis janganlah menghardik”.{QS. Ad-Dhuha : 9 –
10 )
Sedangkan
hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan tentang keutamaan mengurus anak yatim
diantaranya sabda beliau :
أنا وكافل
اليتيم فى الجنة هكذا وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئا
(رواه البخاري ، كتاب الطلاق ، باب اللعان )
(رواه البخاري ، كتاب الطلاق ، باب اللعان )
Aku
dan pengasuh anak yatim berada di Surga seperti ini, Beliau memberi isyarat
dengan jari telunjuk dan jari tengah-nya dan beliau sedikit
merengganggangkan kedua jarinya
Dan
dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw bersabda :
عن ابن عباس أن
النبي صلى الله عليه وسلم قال ” من قبض يتيما من بين المسلمين إلى طعامه وشرابه
أدخله الله الجنة إلا أن يعمل ذنبا لا يغفر له
( سنن
الترمذي )
Dari
Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw bersabda : barang siapa yang memberi makan dan
minum seorang anak yatim diantara kaum muslimin, maka Allah akan memasukkannya
kedalam surga, kecuali dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni.
Imam
Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a. hadits yang berbunyi
:
عن أبي هريرة أن
رجلا شكا إلى النبي صلى الله عليه وسلم قسوة قلبه فقال إمسح رأس اليتيم وأطعم
المسكين (رواه أحمد )
Dari
Abu Hurairoh, bahwa seorang laki-laki mengadu kepada Nabi saw akan hatinya yang
keras, lalu Nabi berkata: usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang
miskin
Dan
hadits dari Abu Umamah yang berbunyi :
عن أبى أمامة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من مسح رأس يتيم أو يتيمة لم يمسحه إلا لله كان له بكل شعرة مرت عليها يده حسنات ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت أنا وهو فى الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه (رواه أحمد )
Dari Abu Umamah dari Nabi saw berkata: barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan karena Allah, adalah baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, adalah aku bersama dia disurga seperti ini, beliau mensejajarkan dua jari-nya.
عن أبى أمامة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من مسح رأس يتيم أو يتيمة لم يمسحه إلا لله كان له بكل شعرة مرت عليها يده حسنات ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت أنا وهو فى الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه (رواه أحمد )
Dari Abu Umamah dari Nabi saw berkata: barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan karena Allah, adalah baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, adalah aku bersama dia disurga seperti ini, beliau mensejajarkan dua jari-nya.
Demikianlah,
ajaran Islam memberikan kedudukan yang tinggi kepada anak yatim dengan
memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. .
Kemudian memberi balasan pahala yang besar bagi yang benar-benar
menjalankannya, disamping mengancam orang-orang yang apatis akan nasib meraka
apalagi semena-mena terhadap harta mereka. Ajaran yang mempunyai nilai sosial
tinggi ini, hanya ada didalam Islam. Bukan hanya slogan dan isapan jempol
belaka, tapi dipraktekkan oleh para Sahabat Nabi dan kaum muslimin sampai saat
ini. Bahkan pada jaman Nabi saw dan para Sahabatnya, anak-anak yatim
diperlakukan sangat istimewa, kepentingan mereka diutamakan dari pada
kepentingan pribadi atau keluarga sendiri. Gambaran tentang hal ini,
diantaranya dapat kita lihat dari hadits berikut ini :
عن ابن عباس قال
لما أنزل الله عز وجل ( ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتى هي أحسن ) و (إن الذين
يأكلون أموال اليتامى ظلما) الأية انطلق من كان عنده يتيم فعزل طعامه من طعامه
وشرابه من شرابه فجعل يفضل من طعامه فيحبس له حتى يأكله أو يفسد فاشتد ذلك عليهم
فذكروا ذلك لرسول الله صلى الله عليه وسلم فأنزل الله عز وجل (ويسألونك عن اليتامى
قل إصلا ح لهم خير وإن تخالطوهم فإخوانكم) فخلطوا طعامهم بطعامه وشرابهم بشرابه
Dari
Ibnu Abbas, ia berkata : ketika Allah Azza wa jalla menurunkan ayat “janganlah
kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang hak” dan “sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan dzolim” ayat ini berangkat
dari keadaan orang-orang yang mengasuh anak yatim, dimana mereka memisahkan
makanan mereka dan makanan anak itu, minuman mereka dan minuman anak itu,
mereka mengutamakan makanan anak itu dari pada diri mereka, makanan anak
itu diasingkan disuatu tempat sampai dimakannya atau menjadi basi, hal itu
sangat berat bagi mereka kemudian mereka mengadu kepada Rasulullah saw. Lalu
Allah menurunkan ayat “dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anak
yatim. katakanlah berbuat baik kepada mereka adalah lebih baik, dan jika kalian
bercampur dengan mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu” kemudian
orang-orang itu menyatukan makanan mereka dengan anak yatim
Keutamaan
Mengasuh Anak Yatim
Hal-hal berikut
ini merupakan keutamaan lain yang akan kita dapatkan jika kita mengasuh anak
yatim secara tulus dan ikhlas. Sebagaimana dibahas dalam buku "Dahsyatnya
Menyantuni Anak Yatim yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Abdul
Razak, guru besar UIN SGD Bandung, mengasuh anak yatim memiliki keutamaan yang
sangat besar, yaitu di antaranya sebagai berikut.
1. Menjauhkan
kita dari sifat kikir
"Yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya." (QS Al-Lail
[92]: 18).
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa dengan berinfak, jiwa seseorang akan bersih, karena kikir
bukan merupakan akhlak seorang mukmin.
2. Menanamkan
sifat istiqamah
3. Menumbuhkan
sifat murah hati
Rasulullah saw
bersabda, "Lima hal termasuk sunah para rasul, pemalu, murah hati, berbekam
(hijamah), dan memakai wangi-wangian." (HR Tirmidzi).
Murah hati juga
merupakan tiang akal. Karenanya, orang yang memberikan kasih sayang akan
dikasihi. Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah sempurna keimanan salah
seorang di antaramu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).
4. Menunaikan
hak sesama muslim
Rasulullah
bersabda, "Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati
orangtua dan tidak menyayangi anak kecil." (HR Bukhari dan Abu Dawud
dengan sanad hasan).
"Empat hak
bagi kaum muslim kepadamu, 1) membantu orang yang berbuat baik di antara
mereka; 2) memohonkan ampunan bagi orang yang berbuat dosa di antara mereka; 3)
mencintai orang yang bertobat di antara mereka; 4) tidak menyakiti seorang pun
di antara kaum muslim dengan perbuatan atau perkataan." (HR Dailami).
5. Menunaikan hak-hak kerabat dan sanak keluarga
Mengasuh anak
yatim berarti juga kita telah menunaikan hak-hak kerabat kita. Rasulullah
bersabda, "Allah SWT berfirman, `Aku adalah yang Maharahman dan ini adalah
rahim (sanak keluarga). Aku ambilkan nama rahim ini dari nama-Ku (yaitu Rahman
dan Rahim). Barangsiapa yang menyambungnya (silaturahim), aku pasti
menyambungnya dan barangsiapa yang memutuskannya maka aku akan
menghancurkannya."' (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat
lain, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang selalu ingin diingat orang
dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambung kekerabatannya dengan
silaturahim." (HR Bukhari dan Muslim).
Hukum yang
Berkaitan dengan Anak Yatim
Beberapa hukum Islam berkaitan dengan anak Yatim, di antaranya:
a. Anak Yatim yang diasuh atau diangkat oleh seseorang tidak boleh
dinasabkan kepada orang tua asuh atau orang tua angkatnya, karena pada
hakikatnya ia bukan anak kandung.
Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
Artinya: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” (QS. al-Ahzaab: 5).
b. Anak yatim yang diasuh atau diangkat oleh seorang muslim atau
muslimah bukanlah termasuk mahrom baginya. Oleh karenanya, hendaknya para
pengasuh yatim atau orang tua angkat menutup aurat di hadapan anak yatim tsb
sebagaimana ia menutup aurat dari hadapan orang lain yg bukan mahromnya.
c. Anak Yatim yg diasuh atau diangkat oleh seseorang
muslim/muslimah tidak berhak mendapatkan jatah warisan dari orang tua angkatnya
jika ia mati, karena pada hakikatnya ia bukan anak kandung n tidak termasuk
Ahli Waris.
Status Anak
Angkat
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim, yang ini sering terjadi
dalam kasus “anak angkat”, karena ketidakpahaman sebagian dari kaum muslimin
terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di antaranya:
1.
Larangan menisbatkan anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{ادْعُوهُمْ
لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ
فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ}
“Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung)
mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama
dan maula-maulamu” (QS al-Ahzaab: 5).
2.
Anak angkat/anak asuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang
mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak
angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua
angkatnya meninggal dunia.
3. Anak angkat/anak asuh bukanlah mahram, sehingga
wajib bagi orang tua yang mengasuhnya maupun anak-anak kandung mereka untuk
memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak tersebut, sebagaimana ketika
mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan
di masa Jahiliyah.
Sumber: https://abufawaz.wordpress.com
jakarta
30/3/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar