TARJIH HADITS
Hadits
Al-’Ajn, Mengepalkan Kedua Tangan Ketika Akan Berdiri Dalam Sholat
أَنَّ
رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ
فِي صَلاَتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ
“Sesungguhnya
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam jika beliau (hendak)
berdiri dalam sholatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi
sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.
Sepanjang pemeriksaan
kami, ada dua hadits yang menyebutkan tentang hal ini :
• Hadits ‘Abdullah
bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma :
أَنَّ
رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ
فِي صَلاَتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ
“Sesungguhnya Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam jika beliau (hendak) berdiri dalam
sholatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang
dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.
Hadits ini disebutkan
oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish Al-Hab ir (1/466) dan An-Nawawy dalam
Al-Majmu’ (3/421).
Berkata Ibnu
Ash-Sholah dalam komentar beliau terhadap Al-Wasith –sebagaimana dalam
At-Talkhis- : “Hadits ini tidak shohih dan tidak dikenal serta tidak boleh
berhujjah dengannya”.
Berkata An-Nawawy : “(Ini)
hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”.
• Berkata Al-Azroq
bin Qois rahimahullah :
رَأَيْتُ
عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ وَهُوَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْتَمِدُ عَلَى
يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ : مَا هَذَا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قَالَ
: رَأَيْتُ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْنِي اعْتَمَدَ
“Saya melihat
‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam sholat, i’timad di atas
kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya : “Apa ini wahai Abu
‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wasallam melakukan ‘ajn dalam sholat –yaitu beri’timad”.
Diriwayatkan oleh
Ath-Thobarony dalam Al-Awsath (4/213/4007) dan Abu Ishaq Al-Harby dalam
Ghoribul Hadits (5/98/1) sebagaimana dalam Adh-Dho’ifah no. 967 dari jalan
Yunus bin Bukair dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qois dari Al-Azroq bin Qois.
Al-Haitsam di sini
adalah Al-Haitsam bin ‘Imran Ad-Dimasyqy, meriwayatkan darinya 5 orang dan
tidak ada yang mentsiqohkannya kecuali Ibnu Hibban sebagaimana bisa dilihat
dalam Ats-Tsiqot (2/296) dan Al-Jarh wat Ta’dil (4/2/82-83). Para ulama berbeda
pendapat tentang kedudukan rowi yang seperti ini sifatnya dan yang benar di
sisi kami –wal ‘ilmu ‘indallah- bahwa rowi yang seperti ini dihukumi sebagai
rowi yang majhul hal (tidak diketahui keadaannya) yang membuat haditsnya tidak
bisa diterima.
Hadits ini juga bisa
dihukumi sebagai hadits yang mungkar dari dua sisi :
-Al-Haitsam ini
menyelisihi Hammad bin Salamah –yang beliau ini lebih kuat hafalannya- dan juga
‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umary, yang keduanya meriwayatkan dari Al-Azroq bin
Qois dengan lafazh “bahwa beliau bertumpu di atas bumi kedua tangan
beliau” tanpa ada tambahan yang menunjukkan bahwa beliau mengepalkan
kedua tangannya.
-Hadits ini berisi
tentang tuntunan sholat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam yang
setiap hari disaksikan oleh para shahabat dan sekaligus hadits ini merupakan
‘umdah (pokok satu-satunya) dalam masalah ini. Maka bisa dikatakan : Kenapa
hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya, perkaranya disaksikan setiap
hari dan merupakan umdah dalam masalah ini hanya diriwayatkan dari jalan
Al-Haitsam dari Al-Azroq dari Ibnu ‘Umar?!. Mana murid-murid senior Ibnu ‘Umar,
seperti : Salim (anak beliau), Nafi’ dan lain-lainnya, kenapa mereka tidak
meriwayatkan hadits ini dari Ibnu ‘Umar tapi justru diriwayatkan oleh orang
yang tingkat kemasyhuran dan hafalannya biasa-biasa saja?!
Dan termasuk perkara
yang semakin menguatkan lemah hadits ini, yaitu bahwa para pengarang kitab
hadits terkenal seperti ashhab kutubut tis’ah (Bukhary, Muslim, Abu Daud,
At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah, Malik, Ahmad dan Ad-Darimy) dan yang
lainnya berpaling dari (baca : tidak) meriwayatkan hadits ini bersamaan
dengan sangat dibutuhkannya dan isinya adalah suatu perkara yang disaksikan
setiap hari, tapi yang meriwayatkannya hanya Imam Abu Ishaq Al-Harby dan
Ath-Thobarony yang beliau ini terkenal sebagai hathibu lail (pencari kayu bakar
di malam hari) yang artinya beliau hanya sekedar mengumpulkan riwayat tanpa
menyaring mana yang shohih dan mana yang lemah.
Wa fauqo kulli dzi
‘ilmin ‘alim .
Haditsnya
diriwayatkan oleh Al-Baihaqy (2/135)
Haditsnya diriwayatkan
oleh ‘Abdurrozzaq no. 2964 dan 2969
Sumber:https://qurandansunnah.wordpress.com
Jakarta 30/3/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar