MEMAHAMI SHALAT
KHUSYU’
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴾
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya, [Al-Mukminun : 1-2]
Memaknai Gerakan
Dalam Shalat
Tahukah
Anda, bahwa setiap gerakan dan ucapan dalam shalat memiliki makna dan jawaban
tertentu?
Tidak
tahu? Kalau begitu perhatikan tips berikut dengan baik.
Melepas
alas kaki: lepaslah dunia
beserta alas kaki anda.
Ucapan
Allahu Akbar: Tidak ada yang lebih
besar dari Allah, camkan itu!
Mengangkat
kedua tangan: lemparkan segala
urusan dunia ke belakang.
Berdiri: ketahuilah, bahwa Anda sedang berdiri menghadap Allah.
Tangan
kanan di atas tangan kiri: Berlaku sopanlah di
hadapan Allah.
Al
Fatihah: Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa Allah mengatakan: Aku membagi shalat untuk-Ku dan
hamba-Ku dalam dua bagian, dan hamba-Ku akan mendapat apa yang dimintanya. Jika
hamba-Ku mengucapkan: Alhamdulillahi rabbil ‘alamien (segala puji bagi
Allah penguasa jagat raya), Ku-jawab: “hamidani ‘abdi” (hamba-Ku
memuji-Ku).
Jika
hamba-Ku megatakan: “Arrahmanirrahim” (Yang Maha pengasih lagi
penyayang), Ku-jawab: “Atsna ‘alayya ‘abdi” (hamba-Ku memujiku lagi).
Jika
hamba-Ku mengatakan: “Maaliki yaumiddien” (Penguasa di hari pembalasan),
Ku-jawab: “Majjadani ‘abdi” (hamba-Ku menyanjung-Ku).
Jika
hamba-Ku mengatakan: “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’ien” (hanya
kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta tolong). Ku-jawab:
Inilah batas antara Aku dan hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta…
Jika
hamba-Ku mengatakan: “Ihdinassiraatal mustaqiem… dst” (tunjukkanlah kami
jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.
Bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan jalan orang-orang yang
sesat), Ku-jawab: Inilah bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta (HR.
Muslim).
Mulai
sekarang, biasakan tiap kali membaca Al Fatihah bersikaplah seakan Anda
mendengar jawaban Allah pada tiap ayatnya.
Ruku’: Bungkukkan punggung Anda untuk Allah saja, dan tundukkan
hati Anda bersamanya.
Berdiri
dari ruku’: Segala puji bagi
Allah yang menjadikan punggung Anda tegak kembali.
Sujud: letakkan bagian tubuh Anda yang paling terhormat –yaitu
wajah- pada tempat yang paling rendah di bumi –yaitu tanah-. Ingatlah bahwa
Anda berasal darinya, dan Anda akan kembali ke sana. Lalu katakan “Subhaana
Rabbiyal a’la” (Maha Suci Rabb-ku yang Maha Tinggi) 3x, agar makna tersebut
semakin meresap dalam hati, lalu berdoalah sesuka Anda.
Duduk
lalu sujud yang kedua: bersimpuhlah di
hadapan Allah, dan sujudlah kembali, sebab sujud tidak cukup hanya sekali !
Tasyahhud:
Attahiyyaatu lillaah wasshalawaatu wat
thayyibaat (Salam sejahtera,
shalawat, dan segala yang baik adalah milik Allah)… rasakan keagungan Allah
ketika itu !
Assalaamu
‘alaika Ayyuhannabiyyu (salam sejahtera
atasmu wahai Nabi)… ucapkan salam atas Nabi dan yakinlah bahwa Nabi membalas
salam Anda. Nabi bersabda:
ما من عبد يصلى
ويسلم علي إلا رد الله علي روحي فارد السلام
“Tidak
ada seorang hamba pun yang mengucapkan salam dan shalawat atasku, melainkan
Allah kembalikan ruhku agar aku membalas salamnya”.
‘Assalaamu
‘alaina wa ‘ala ‘ibaadillaahisshaalihien (Salam sejahtera atas kami dan
atas hamba-hamba Allah yang shalih)… sekarang kedudukanmu mulai terangkat,
salamilah dirimu dan kau perlu bersahabat dengan orang-orang shalih.
‘Asyhadu
allaa ilaaha illallaah’ (Aku bersaksi bahwa tiada ilah selain
Allah)…yakinlah bahwa Allah ada meski engkau tak melihat-Nya.
Allahumma
Shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala
aali Ibrahim (Ya Allah
limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Kau
limpahkan atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim)…Teladanilah kedua Nabi yang mulia
ini, karena keduanyalah suri teladan terbaik. Dan berterima kasihlah kepada mereka
yang telah mengajarkan kebaikan untukmu, dengan mendoakan mereka dalam
shalatmu.
Salam
ke kanan: tujukan kepada malaikat pencatat
kebaikan…
Salam
ke kiri: ucapkan dalam hati “Hai Malaikat di
sebelah kiri, aku telah bertaubat !”.
Ruhnya Shalat : Khusyu’
Wahai
umat manusia, bertaqwalah kalian kepada Allah. Ketahuilah bahwa khusyu’ dalam
shalat merupakan ruh ibadah shalat tersebut sekaligus maksud utama ditegakkannya
ibadah shalat tersebut. Allah telah menyifati para rasul-Nya dan para hamba-Nya
yang shalihin dengan sifat tersebut (khusyu’). Allah berfirman :
﴿ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي
الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ ﴾
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan
cemas [1], dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya` : 90]
Allah
juga berfirman :
﴿ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ
هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴾
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya, [Al-Mukminun : 1-2]
Allah
juga menyifati para ‘ulama dengan sifat khasy-yah (takut) kepada-Nya dan
khusyu’ tatkala mendengar Firman-Nya. Allah berfirman :
﴿ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاءُ ﴾
“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” [Fathir
: 28]
Allah
juga berfirman :
﴿ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ
قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا .
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا.
وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada
mereka, mereka menyungkur atas wajah mereka sambil bersujud, seraya mereka
berkata: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi”.
Dan mereka menyungkur atas wajah mereka sambil menangis dan mereka bertambah
khusyu’.” [Al-Isra` : 107-109]
Asal
makna khusyu’ adalah kelembutan dan ketenangan hati, serta ketundukannya.
Apabila hati telah khusyu’ maka akan diikuti oleh khusyu’ anggota badan.
Sebagaimana sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam :
« أَلاَ
وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ. أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ »
“Ketahuilah,
bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Kalau ia baik, maka baik
pulalah seluruh jasad, namun apabila ia jelek maka jelek pulalah seluruh jasad.
Ketahuilah bahwa segumpal darah tersebut adalah hati.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Apabila
seseorang membuat-buat khusyu’ pada anggota badannya tanpa diiringi kekhusyu’an
hati, maka yang demikian adalah khusyu’ nifaq. ‘Umar Radhiyallah ‘anhu pernah
melihat seorang pemuda menundukkan kepalanya, maka ‘Umar pun berkata, “Wahai
kamu, angkat kepalamu, karena khusyu’ itu letaknya bukan di leher. Sesungguhnya
khusyu’ itu tidak lebih dari apa yang terdapat dalam hati.”
Khusyu’
yang terdapat dalam hati tidak lain dihasilkan dari ma’rifah (pengenal dan
ilmu) tentang Allah ‘Azza wa Jalla dan ma’rifah tentang keagungan-Nya.
Barangsiapa yang semakin mengenal dan berilmu tentang Allah, maka dia makin
khusyu’ terhadap-Nya. Di antara sebab terbesar tercapainya khusyu’ adalah
mentadabburi Kalamullah. Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman :
﴿ لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى
جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ ﴾
“Kalau
seandainya Kami turunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan
itlah perumpamaan-perumpamaan kami buat untuk manusia agar mereka berfikir.”
[Al-Hasyr : 21]
Allah
telah menyifati para ‘ulama dari kalangan Ahlul Kitab dengan sifat khusyu’
ketika mendengar Al-Qur`an ini. Allah Ta’ala berfirman :
﴿ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ
قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا .
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا.
وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا ﴾
“Sesungguhnya
orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada
mereka, mereka menyungkur atas wajah mereka sambil bersujud, seraya mereka
berkata: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi”.
Dan mereka menyungkur atas wajah mereka sambil menangis dan mereka bertambah
khusyu’.” [Al-Isra` : 107-109]
Nabi
Shallahu ‘alaihi wa Sallam dulu sering berlindung kepada Allah dari hati yang
tidak khusyu’ , sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim
rahimahullah :
Bahwa
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam dulu sering berdo’a :
« اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ
نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا »
Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak
khusyu’, jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan.”
Allah
telah mensyari’atkan berbagai jenis ibadah yang menampakkan kekhusyu’an hati
dan badan. Di antaranya yang terbesar adalah ibadah shalat. Dan Allah telah
memuji orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya dengan firman-Nya :
﴿ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ
هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴾
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya, [Al-Mukminun : 1-2]
Mujahid
berkata : “Dulu para ‘ulama, apabila salah seorang dari mereka berdiri dalam
shalatnya, maka mereka taku kepada Ar-Rahman ‘Azza wa Jalla untuk melirikkan
pandangannya, atau menoleh, atau memainkan pasir, atau melakukan sesuatu, atau
mengajak berbicara dirinya tentang urusan dunia kecuali jika lupa, selama ia
berada dalam shalatnya.”
Dalam
Shahih Muslim dari shahabat ‘Utsman Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda :
« مَا
مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا
وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ
الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ »
“Tidaklah
seorang muslim yang telah tiba kepadanya waktu shalat wajib, kemudian dia
membaikkan wudhu`nya, khusyu’nya, dan ruku’nya kecuali itu menjadi kaffarah
(penebus) atas dosa yang telah lalu, selama tidak dilakukan dosa besar. dan itu
berlaku sepanjang tahun.”
Tips Khusyu’
Di antara
sebab-sebab tercapainya khusyu’ dalam shalat : Meletakkan tangan yang satu di atas tangan yang lain (bersedekap),
yaitu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada. Makna sikap yang
demikian adalah menunjukkan pengrendahan diri dan berkeping-kepingnya hati di
hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Al-Imam Ahmad rahimahullah telah ditanya
tentang maksud dari sikap (bersedekap) tersebut, maka beliau menjawab :
“Itu merupakan bentuk pengrendahan diri di hadapan Dzat Yang Maha Perkasa.”
Di antara
sebab-sebab tercapainya khusyu’ dalam shalat : Menghentikan segala gerakan dan segala yang tidak bermanfaat, serta
senantiasa diam. Oleh karena itu, ketika seorang ‘ulama salaf melihat
seorang pria bermain-main dengan tangannya dalam shalatnya, maka ‘ulama salaf
tersebut berkata, “Kalau seandainya hati orang ini khusyu’, niscaya akan
khusyu’ pula anggota badannya.” Peristiwa ini diriwayatkan juga secara marfu’
sampai kepada Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Sebagian orang apabila dia
berdiri menunaikan shalatnya, terkadang mereka masih bermain-main,
menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, atau bermain-main dengan jenggot dan
hidungnya, sampai-sampai tingkah lakunya untuk mengganggu orang yang di
sebelahnya. Ini menunjukkan tidak adanya khusyu’ dalam shalat.
Dalam
Shahih Muslim dari shahabat ‘Utsman Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda :
« مَا
مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا
وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ
الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ »
“Tidaklah
seorang muslim yang telah tiba kepadanya waktu shalat wajib, kemudian dia
membaikkan wudhu`nya, khusyu’nya, dan ruku’nya kecuali itu menjadi kaffarah
(penebus) atas dosa yang telah lalu, selama tidak dilakukan dosa besar. dan itu
berlaku sepanjang tahun.”
Di antara
sebab-sebab tercapainya khusyu’ dalam shalat : Meletakkan tangan yang satu di atas tangan yang lain (bersedekap),
yaitu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada. Makna sikap yang
demikian adalah menunjukkan pengrendahan diri dan berkeping-kepingnya hati di
hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Al-Imam Ahmad rahimahullah telah ditanya
tentang maksud dari sikap (bersedekap) tersebut, maka beliau menjawab :
“Itu merupakan bentuk pengrendahan diri di hadapan Dzat Yang Maha Perkasa.”
Di antara
sebab-sebab tercapainya khusyu’ dalam shalat : Menghentikan segala gerakan dan segala yang tidak bermanfaat, serta
senantiasa diam. Oleh karena itu, ketika seorang ‘ulama salaf melihat
seorang pria bermain-main dengan tangannya dalam shalatnya, maka ‘ulama salaf
tersebut berkata, “Kalau seandainya hati orang ini khusyu’, niscaya akan
khusyu’ pula anggota badannya.” Peristiwa ini diriwayatkan juga secara marfu’
sampai kepada Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Sebagian orang apabila dia
berdiri menunaikan shalatnya, terkadang mereka masih bermain-main, menggerak-gerakkan
tangan dan kakinya, atau bermain-main dengan jenggot dan hidungnya,
sampai-sampai tingkah lakunya untuk mengganggu orang yang di sebelahnya. Ini
menunjukkan tidak adanya khusyu’ dalam shalat.
Di antara
sebab-sebab tercapainya khusyu’ dalam shalat : Menghadirkan hati dalam shalat, dan tidak menyibukkan dengan
berbagai kesibukan dan pekerjaan duniawi. Ia konsentrasi penuh menghadap kepada
Allah ‘Azza wa Jalla dengan hatinya. Dan tidak menyibukkan dengan sesuatu
selain shalat.
Telah
ada larangan untuk menoleh dalam shalat. Dijelaskan oleh para ‘ulama, bahwa menoleh itu ada dua macam :
Pertama, berpalingnya hati dari Allah ‘Azza wa Jalla. Yaitu hati
berpaling kepada dunia dan berbagai kesibukkannya, dan sama sekali tidak
konsentrasi menghadap Rabbnya.
Dalam
Shahih Muslim, dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam beliau bersabda tentang
keutamaan dan pahala wudhu’ :
« … فَإِنْ
هُوَ قَامَ فَصَلَّى فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَمَجَّدَهُ بِالَّذِى
هُوَ لَهُ أَهْلٌ وَفَرَّغَ قَلْبَهُ للهِ إِلاَّ انْصَرَفَ مِنْ خَطِيئَتِهِ
كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ »
“Jika
kemudian dia berdiri menunaikan shalat, seraya memuji, menyanjung, dan
memuliakan Allah dengan pujian yang sesuai bagi-Nya, dan hatinya konsentrasi
penuh kepada Allah, maka ia akan terlepas dari dosa-dosa seperti kondisinya
pada hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.”
Kedua, menoleh dengan pandangan ke
kanan atau ke kiri. Yang dituntunkan dalam syari’at adalah membatasi
pandangan hanya pada tempat sujudnya saja, karena itu merupakan di antara konsekuensi
kekhusyu’an, yang dengannya terputuslah darinya segala pemandangan di
sekitarnya yang bisa menyibukkannya.
Di
antaranya juga adalah sujud, yang itu merupakan gerakan
terbesar yang tampak padanya kehinaan seorang hamba terhadap Rabb-nya ‘Azza wa
Jalla. Yaitu ketika sang hamba menjadikan anggota badan yang paling utama
dan paling mulia serta paling tinggi, menjadi paling rendah di hadapan
Rabb-nya. Sang hamba meletakkan wajahnya ke tanah, diiringi dengan
berkeping-keping hati, merendah, dan kekhusyu’an kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Oleh karena itu balasan bagi seorang mukmin apabila ia melakukan hal tersebut,
maka Allah mendekatkannya kepada-Nya. Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
:
« أَقْرَبُ
مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ »
“Sesungguh
kondisi terdekat seorang hamba kepada Rabb-nya adalah ketika dia sedang sujud.”
Allah
telah berfirman kepada Nabi-Nya :
﴿ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ ﴾
“dan
sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah).” [Al-’Alaq : 19]
Di antara
kesempurnaan kekhusyu’an seorang hamba dalam ruku’ dan sujudnya, bahwa apabila
dia menghinakan diri dihadapan Rabbnya dengan ruku’ dan sujud, hendaknya dia
menyifati Rabb-nya ketika itu dengan sifat Kemuliaan, Kebesaran, Keagungan, dan
Ketinggian. Seakan-akan dia berkata : “Kehinaan dan kerendahan adalah
sifatku, sementara Ketinggian, Keagungan, dan Kebesaran adalah sifat-Mu.”
Oleh karena itu disyari’atkan kepada hamba dalam ruku’ untuk membaca :
( سبحان
ربي العظيم )
“Maha
Suci Rabbku yang Maha Agung”
Dan
ketika sujud membaca :
( سبحان
ربي الأعلى )
“Maha
Suci Rabbku yang Maha Tinggi”
Wahai
kaum muslimin, Sesungguhnya merenungkan rahasia-rahasia dan faidah-faidah
shalat adalah di antara yang bisa menjadikan seorang hamba mudah mengerjakannya
dan bisa merasakan lezatnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam
:
وَجُعِلَتْ
قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلاَة
“Telah
dijadikan kesejukan mataku dalam shalat.”
Allah
telah berfirman :
﴿ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ
﴾
“Sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,”
[Al-Baqarah : 45]
Allah
juga berfirman :
﴿ وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ ﴾
“Minta
tolonglah kalian (kepada Allah) dengan cara sabar dan shalat.” [Al-Baqarah
: 45]
Allah
juga berfirman :
﴿ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ
تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ ﴾
“dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari pada ibadah-ibadah lain). Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” [Al-’Ankabut : 45]
Sumber: https://muslim.or.id
JAKARTA 23/6/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar