ZAKAT FITRAH
DENGAN UANG ?
فَرَضَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
“Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi
orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta
sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.” (Hasan, HR. Abu Dawud
Kitabul Zakat Bab. Zakatul Fitr: 17 no. 1609 Ibnu Majah: 2/395 K. Zakat Bab
Shadaqah Fitri: 21 no: 1827 dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan
Abu Dawud)
فَرَضَ رَسُولُ
اللهِ زَكَاةَ
الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلىَ الناَّسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ
شَعِيْرٍ عَلىَ كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ المـسْلِمِين
Dari
Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW memfardhukan zakat
fithr bulan Ramadhan kepada manusia sebesar satu shaa' kurma atau sya'ir, yaitu
kepada setiap orang merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang-orang
muslim. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah dari
hadits Ibnu Umar)
Muqaddimah
Sebagian
melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang secara mutlak, sebagian
memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tetapi dengan bersyarat, dan sebagian
lain memperbolehkan zakat
fitrah dengan uang tanpa syarat. Yang menjadi masalah adalah
sikap yang dilakukan orang awam. Umumnya, pemilihan pendapat yang paling kuat
menurut mereka, lebih banyak didasari logika sederhana dan jauh dari ketundukan
terhadap dalil. Jauhnya seseorang dari ilmu agama menyebabkan dirinya begitu
mudah mengambil keputusan dalam peribadahan yang mereka lakukan. Seringnya,
orang terjerumus ke dalam qiyas
(analogi), padahal sudah ada dalil yang tegas.
Uraian ini
bukanlah dalam rangka menghakimi dan memberi kata putus untuk perselisihan
pendapat tersebut. Namun, ulasan ini tidak lebih dari sebatas bentuk upaya
untuk mewujudkan penjagaan terhadap sunah Nabi dan dalam rangka menerapkan
firman Allah, yang artinya, “Jika kalian
berselisih pendapat dalam masalah apa pun maka kembalikanlah kepada Allah dan
Rasul, jika kalian adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.”
(Q.s. An-Nisa’:59)
Zakat Fitrah dengan Uang ?
1.Pendapat yang melarang zakat fitrah dengan
uang:
Perkataan Imam Malik
Imam Malik
mengatakan, “Tidak sah jika seseorang membayar zakat fitri dengan mata uang apa
pun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.” (Al-Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik
juga mengatakan, “Wajib menunaikan zakat fitri senilai satu sha’ bahan makanan yang umum di
negeri tersebut pada tahun itu (tahun pembayaran zakat fitri).” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Asy-Syafi’i
Imam
Asy-Syafi’i mengatakan, “Penunaian zakat fitri wajib dalam bentuk satu sha’ dari umumnya bahan makanan
di negeri tersebut pada tahun tersebut.” (Ad-Din
Al-Khash)
Perkataan Imam Ahmad
Al-Khiraqi
mengatakan, “Siapa saja yang menunaikan zakat menggunakan mata uang maka
zakatnya tidak sah.” (Al-Mughni,
Ibnu Qudamah)
Abu Daud
mengatakan, “Imam Ahmad ditanya tentang pembayaran zakat mengunakan dirham.
Beliau menjawab, “Aku khawatir zakatnya tidak diterima karena menyelisihi sunah
Rasulullah.” (Masail Abdullah bin Imam Ahmad;
dinukil dalam Al-Mughni, 2:671)
Dalil
dan alasan ulama yang melarang pembayaran zakat dengan mata uang:
Pertama, riwayat-riwayat yang menegaskan bahwa zakat fitri harus
dengan bahan makanan.
- Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering ….” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
- “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, … sebagai makanan bagi orang miskin .…” (H.r. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
- Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Dahulu, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma, satu sha’ keju, atau satu sha’ anggur kering.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
- Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Dahulu, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian Abu Sa’id mengatakan, “Dan makanan kami dulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (aqith), dan kurma.” (H.r. Al-Bukhari, no. 1439)
- Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadan (zakat fitri). Kemudian datanglah seseorang mencuri makanan, lalu aku berhasil menangkapnya ….”(H.r. Al-Bukhari, no. 2311)
Kedua, alasan para ulama yang melarang pembayaran zakat fitri
dengan mata uang.
1.
Zakat fitri adalah ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya.
2.Pendapat yang membolehkan pembayaran zakat
fitri dengan uang:
Mazhab Al-Hanafiyah : Boleh
Mazhab Al-Hanafiyah memperbolehkan membayar zakat fitrah
dengan uang senilai bahan makanan pokok yang wajib dibayarkan.
Selain
mazhab Al-Hanafiyah secara resmi, di antara para ulama yang sering
disebut-sebut membolehkan penggunaan uang antara lain Abu Tsaur, Umar bin Abdul
Aziz dan Al-Hasan Al-Bashri, Abu Ishak, Atha’.
Abu
Yusuf, salah satu pentolan ulama di kalangan mazhab ini menyatakan,"Saya
lebih senang berzakat fitrah dengan uang dari pada dengan bahan makanan, karena
yang demikian itu lebih tepat mengenai kebutuhan miskin".
Ulama yang
berpendapat demikian adalah Umar bin Abdul Aziz, Al-Hasan Al-Bashri, Atha’,
Ats-Tsauri, dan Abu Hanifah.
Diriwayatkan
dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwa beliau mengatakan, “Tidak mengapa memberikan
zakat fitri dengan dirham.”
Diriwayatkan
dari Abu Ishaq; beliau mengatakan, “Aku menjumpai mereka (Al-Hasan dan Umar bin
Abdul Aziz) sementara mereka sedang menunaikan zakat Ramadan (zakat fitri)
dengan beberapa dirham yang senilai bahan makanan.”
Diriwayatkan
dari Atha’ bin Abi Rabah, bahwa beliau menunaikan zakat fitri dengan waraq (dirham dari perak).
Dalil
ulama yang membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang:
- Dalil riwayat yang disampaikan adalah pendapat Umar bin Abdul Aziz dan Al-Hasan Al-Bashri. Sebagian ulama menegaskan bahwa mereka tidak memiliki dalil nash (Alquran, al-hadits, atau perkataan sahabat) dalam masalah ini.
- Istihsan (menganggap lebih baik). Mereka menganggap mata uang itu lebih baik dan lebih bermanfaat untuk orang miskin daripada bahan makanan.
Ikhtitam
Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.
Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan keperluan lainnya. Wallahu a’lam bish-shawab.
Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.
Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan keperluan lainnya. Wallahu a’lam bish-shawab.
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ
الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا
بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan bagi
orang-orang miskin. Maka barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (Id) maka itu
zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat, maka
itu hanya sekedar sedekah dari sedekah-sedekah yang ada.” (Hasan, HR. Abu Dawud
Kitabuz Zakat Bab Zakatul Fithr, 17 no. 1609, Ibnu Majah, 2/395 Kitabuz Zakat
Bab Shadaqah Fithri, 21 no. 1827, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih
Sunan Abu Dawud)
Sumber:1.http://www.nu.or.id
2.http://www.rumahfiqih.com 3.http://www.konsultasisyariah.com
Jakarta 14/7/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar