MENGHATAMKAN
AL-QUR’AN ?
يأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا ، وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً
وَأَصِيلًا
"Hai
orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang". (QS. Al-Ahzab: 41-42)
Hadits tentang
Khatmul Qur’an ?
اللهم ارحمني بالقرآن,
واجعله لي إماماً, ونوراً, وهدى ورحمةً, اللهم ذَكِّرْني منه ما نسيت, وعلّمني منه
ما جهلت, وارزقني تلاوته آناء الليل, واجعله لي حجة يا رب العالمين
“Allhummarhamni
bilqur’an. Waj‘alhu li imaman wa nuran wa hudan wa rohmah. Allhumma dzakkirni
minhu ma nasitu wa ‘allimni minhu ma jahiltu warzuqni tilawatahu aana-allaili
waj‘alhu li hujatan ya rabbal ‘alamin” [Ya Allah sayangilah aku dengan sebab Al
Qur’an dan jadikanlah Al Qur’an untukku sebagai pemimpin, cahaya, petunjuk dan
rahmat. Ya Allah, ingatkanlah aku akan ayat-ayat al Qur’an yang kulupa,
ajarilah aku tentang isi Al Qur’an yang tidak aku ketahui dan berilah aku
nikmat bisa membacanya di waktu malam. Jadikanlah Al Qur’an sebagai membelaku
wa tuhan semesta alam].
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil)” QS. (Al Baqarah : 185)
مَنْ
قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ
وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran
maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan
menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan “alif lam mim” satu
huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf”
( HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469)
مَنْ
قَرَأَ بِمِائَةِ آيَةٍ فِى لَيْلَةٍ كُتِبَ لَهُ قُنُوتُ لَيْلَةٍ
“Siapa yang membaca 100 ayat pada suatu malam
dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam” ( HR. Ahmad dan
dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468)
أن
جبريل كان يعْرضُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ
كُلَّ عَامٍ مَرَّةً ، فَعرضَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ فِي الْعَامِ الَّذِي قُبِضَ
فيه
“Dahulu Jibril mendatangi dan mengajarkan
Al-Qur’an kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam setiap tahun sekali (pada
bulan ramadhan). Pada tahun wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alayi wasallam
Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada beliau sebanyak dua kali
(untuk mengokohkan dan memantapkannya)” ( HR. Bukhari no. 4614)
أي
كان يدارسه جميع ما نزل من القرآن
“yaitu
mempelajari (mudarasah) semua ayat
Al-Quran yang turun” ( Al-Jami’ fi
Gharib Hadits, 4/64).
ويمكن
أن يفهم من ذلك أن قراءة القرآن كاملة من الإمام على الجماعة في رمضان نوع من هذه
المدارسة، لأن في هذا إفادة لهم عن جميع القرآن، ولهذا كان الإمام أحمد رحمه الله
يحب ممن يؤمهم أن يختم بهم القرآن، وهذا من جنس عمل السلف في محبة سماع القرآن
كله، ولكن ليس هذا موجبا لأن يعجل ولا يتأنى في قراءته، ولا يتحرى الخشوع
والطمأنينة، بل تحري هذه الأمور أولى من مراعاة الختمة
“dipahami
dari (hadits) tersebut, bahwa Imam membaca Al-Quran seluruhnya (sampai khatam)
bersama jamaah pada Bulan Ramadhan termasuk dalam mudarasah ini (yaitu
mudarasah Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam bersama malaikat Jibril
alaihissalam). Oleh karena itu Imam Ahmad rahimahullah
suka terhadap Imam yang mengkhatamkan Al-Quran. Ini merupakan amal para salaf
yaitu mendengarkan Al-Quran seluruhnya.
Akan tetapi
hal ini bukan kewajiban, agar supaya bersegera dan tidak membaca secara
perlahan-lahan. Ia tidak mencari kekhusyu’an dan tuma’ninah. Bahkan mencari hal
ini (khusyu’ dan tuma’ninah) lebih utama daripada perhatian terhadap
mengkhatamkan” (Majmu’ Fatawa bin Baz
15/324, Asy Syamilah)
Dan
mengkhatamkan Al-Quran selama bulan Ramadhan bukanlah kewajiban, syaikh
Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
ختم
القرآن في رمضان للصائم ليس بأمر واجب ، ولكن ينبغي للإنسان في رمضان أن يكثر من
قراءة القرآن
“Mengkhatamkan
Al-Quran di bulan Ramadhan bagi orang yang berpuasa bukanlah perkara yang
wajib. Akan tetapi sebaiknya seseorang memperbanyak membaca Al-Quran di bulan
Ramadhan” (Majmu’ Fatawa wa Rasail
20/516)
Keutamaan baca al-Qur’an ?
- Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
عَنْ
عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ
وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ
حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang
membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan
tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak
mengatakan الم
satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al
Jami’, no. 6469)
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضى الله عنه قَالَ : تَعَلَّمُوا هَذَا الْقُرْآنَ ،
فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ بِتِلاَوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ ، أَمَا
إِنِّى لاَ أَقُولُ بِ الم وَلَكِنْ بِأَلِفٍ وَلاَمٍ وَمِيمٍ بِكُلِّ حَرْفٍ
عَشْرُ حَسَنَاتٍ.
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pelajarilah
Al Quran ini, karena sesungguhnya kalian diganjar dengan membacanya setiap
hurufnya 10 kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk الم , akan tetapi untuk untuk Alif,
Laam, Miim, setiap hurufnya sepuluh kebaikan.”
(Atsar riwayat Ad Darimy dan disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits
Ash Shahihah, no. 660).
Dan hadits ini sangat menunjukan dengan jelas, bahwa muslim siapapun yang membaca Al Quran baik paham atau tidak paham, maka dia akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana yang dijanjikan. Dan sesungguhnya kemuliaan Allah Ta’ala itu Maha Luas, meliputi seluruh makhluk, baik orang Arab atau ‘Ajam (yang bukan Arab), baik yang bisa bahasa Arab atau tidak.
Dan hadits ini sangat menunjukan dengan jelas, bahwa muslim siapapun yang membaca Al Quran baik paham atau tidak paham, maka dia akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana yang dijanjikan. Dan sesungguhnya kemuliaan Allah Ta’ala itu Maha Luas, meliputi seluruh makhluk, baik orang Arab atau ‘Ajam (yang bukan Arab), baik yang bisa bahasa Arab atau tidak.
- Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
{إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ
السَّيِّئَاتِ} [هود: 114]
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114)
- Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah.
عنْ
تَمِيمٍ الدَّارِىِّ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
« مَنْ قَرَأَ بِمِائَةِ آيَةٍ فِى لَيْلَةٍ كُتِبَ لَهُ قُنُوتُ لَيْلَةٍ»
“Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca 100 ayat
pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” (HR.
Ahmad dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468).
- Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ
إِلَى أَهْلِهِ أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلاَثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ قُلْنَا
نَعَمْ. قَالَ « فَثَلاَثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ
خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah salah
seorang dari kalian jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta
yang hamil, gemuk serta besar?” Kami (para shahabat) menjawab: “Iya”,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Salah seorang dari kalian
membaca tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya daripada mendapatkan tiga
onta yang hamil, gemuk dan besar.” (HR. Muslim).
Doa Khatmul Qur’an ?
Do’a khatam
Al Qur’an ada dua macam. Ada yang membacanya setelah mengkhatamkan Al Qur’an
ketika shalat, ada pula yang membacanya karena telah mengkhatamkan di luar
shalat. Mengenai do’a karena mengkhatamkan Al Qur’an dalam shalat, maka ini sama sekali tidak ada asal usulnya.
Adapun untuk mengkhatamkan Al Qur’an di luar shalat, maka ada riwayat dalam hal ini sebagaimana yang
dipraktekkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Nantikan
riwayat Anas di akhir bahasan.
Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah
pernah ditanya, “Apa hukum membaca do’a khatam Al Qur’an pada shalat malam di
bulan Ramadhan?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Saya
tidak mengetahui adanya tuntunan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengenai do’a khatam Al Qur’an ketika shalat
malam di bulan Ramadhan. Aku pun tidak mengetahui dari para sahabat akan hal
ini. Yang ada adalah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, di mana Anas ketika mengkhatamkan
Al Qur’an, beliau mengumpulkan keluarganya, lalu mendo’akan kebaikan bagi
mereka. Dan ingat ini dilakukan karena mengkhatamkan Al Qur’annya di luar
shalat (bukan di dalam shalat). [Fatawa
Arkanil Islam, hal. 354]
Perlu
diketahui bahwa dalam ajaran nabi kita –shallallahu
‘alaihi wa sallam– tidak ada do’a khusus setelah mengkhatamkan Al
Qur’an. Bahkan para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sekalipun atau pula para imam yang terkemuka
tidak mengajarkan do’a khusus kala itu. Adapun katanya ada do’a khusus seperti
yang termaktub di akhir mushaf Al Qur’an, bahkan ini disandarkan pada Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah-,
hal itu sama sekali tidaklah benar. [Lihat Fatwa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 14/226].
3 Macam Riwayat Do’a Setelah Khatam Al Qur’an
Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Bakr Abu
Zaid rahimahullah, beliau katakan bahwa riwayat tentang do’a khatam Al Qur’an
ada tiga macam:
Pertama, riwayat yang menunjukkan bhwa do’a
khatam Al Qur’an adalah di antara waktu diijabahinya (terkabulnya) do’a.
Riwayat tersebut berasal dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ada dua
riwayat. Juga terdapat dalam riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Jabir
radhiyallahu ‘anhu, Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, perkataan Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dan perkataan Mujahid rahimahullah.
Kesimpulan Syaikh Bakr Abu Zaid mengenai
macam riwayat pertama ini, “Tidak ada satu pun hadits yang shahih dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membicarakan bahwa do’a saat khatam Al
Qur’an adalah do’a yang mustajab. Hadits yang menerangkan hal itu boleh jadi
mawdhu’ (diriwayatkan oleh seorang pendusta) atau hanya perkataan Jabir. Tidak
ada yang shahih kecuali hanya perkataan Mujahid (yang hanya seorang tabi’in).”
[Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 264]
Kedua, riwayat yang menjelaskan adanya do’a
khusus setelah khatam Al Qur’an (sebagaimana senandung qur’an yang telah kami
singgung di atas, pen). Hal ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Wazir bin Hubaisy dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu,
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hadits mursal dari ‘Ali bin Al Husain rahimahullah,
hadits mu’dhol dari Daud bin Qois rahimahullah.
Syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan mengenai
macam riwayat yang membicarakan ada do’a khusus setelah khatam Al Qur’an, “Ada
yang berasal dari hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dalam sanadnya ada perowi
yang pendusta (hadits mawdhu’). Ada pula dari hadits Abu Hurairah, namun tidak
diketahui siapa yang mengeluarkan hadits itu. Ada juga hadits dari ‘Ali bin Al
Husain yang hukumnya mursal (seorang tabi’in berkata langsung dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dan di dalamnya juga ada perowi yang
dituduh berdusta dan dituduh berpaham Rofidhah (Syi’ah). Juga ada hadits dari
Daud bin Qois di mana haditsnya mu’dhol (dua orang perowi yang berturu-turut
terputus, artinya sanadnya tidak bersambung, pen). Begitu pula hadits Wazir bin
Hubaisy dari ‘Ali sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu An Najaar dalam “Dzail
Tarikh Baghdad”, namun nyatanya tidak ada dalam cetakan kitab tersebut. Dan
bila disandarkan pada kitab tersebut, itu sudah menunjukkan dho’if (lemah)-nya.”
[Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 264]
Intinya, macam riwayat kedua ini tidak ada
satu pun yang shahih, semuanya bermasalah. Sehingga kita katakan bahwa tidak
ada hadits shahih yang membicarakan adanya do’a khusus setelah khatam Al Qur’an.
Ketiga, riwayat yang menjelaskan
dikumpulkannya keluarga dan anak-anak lalu berdo’a kebaikan untuk mereka.
Riwayat ini dari Anas radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam) dan mauquf (perkataan sahabat), juga ada riwayat dari Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Syaikh Bakr Abu Zaid membicarakan mengenai
macam riwayat terakhir ini, “Riwayat yang membicarakan dikumpulkannya keluarga
dan anak-anak ketika khatam Al Qur’an (lalu berdo’a kala itu, tanpa do’a yang
dikhususkan, pen), maka riwayat tersebut berasal dari perbuatan sahabat –yang
mulia- Anas radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan jika dikatakan itu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka riwayat tersebut tidak shahih (intinya,
hanya perbuatan sahabat Anas saja, pen). Dan dalam atsar Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma yang menerangkan hal yang sama ada ‘illah (cacat di
dalamnya), yaitu adanya inqitho’ (terputus) dan dalam sanadnya ada perowi
matruk (yang dituduh berdusta).” [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal.
264]
Yang tepat, asal do’a setelah khatam Al
Qur’an tidak diterangkan dalam satu hadits pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yang ada hanyalah riwayat sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang jadi perbuatan beliau. Riwayat Anas tersebut diriwayatkan oleh
Tsabit Al Banani, Qotadah, Ibnu ‘Athiyah dan selainnya,
كَانَ
إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ ، فَدَعَا لَهُمْ
“Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu pernah ketika khatam Al Qur’an mengumpulkan keluarga
dan anaknya, lalu Anas berdoa untuk kebaikan mereka.” (HR. Ibnul Mubarok, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu
Nashr, Ibnu ‘Ubaid, Ibnu Adh Dhurais, Ibnu Abi Daud, Al Faryabi, Ad Darimi,
Sa’id bin Manshur, Ath Thobroni, Al Anbari. Al Haitsami katakan bahwa dalam
periwayat dalam sanad Thobroni adalah tsiqoh,
kredible. Syaikh Al Albani katakan bahwa dalam riwayat Ad Darimi
sanadnya shahih)
Dalam
kesimpulan terakhir, Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah
menjelaskan, “Riwayat dalam masalah do’a setelah khatam Al Qur’an tidak shahih sama sekali jika disandarkan pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lihatlah bagaimana berbagai kitab-kitab ulama
Islam yang terkenal seperti kutubus sittah, Muwattho’, musnad Ahmad, berbagai
tulisan ulama dalam Bab dzikir (seperti Ibnu Daqiq Al ‘Ied dalam Al Ilmam, Al Majd Ibnu Taimiyah
dalam Al Muntaqo, Ibnu
Hajar dalam Bulughul Marom, dan
selainnya), dalam kitab-kitab tersebut tidak menerangkan adanya do’a
(khusus) setelah khatam Al Qur’an.” [Juz-u fii
Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 265]
Jika ada
yang mempraktekan seperti Anas bin Malik, yaitu dengan mengumpulkan keluarga
lalu mendo’akan kebaikan bagi mereka, maka itu baik. Do’anya ini sifatnya umum
dan tidak dikhususkan pada satu do’a saja.
Sumber:1.http://rumaysho.com
2.http://muslim.or.id
Jakarta 8/7/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar